POV Rod
"Jadi... apa kamu sudah bertemu dengan adikmu?" Tanya Pangeran Edric, yang sedang mengerjakan berkas-berkas menumpuk di mejanya.
Wajahnya tenggelam di tumpukan kertas-kertas tersusun rapi....
Aku hanya bisa melihat rambut merah tuanya itu.
Aku sedang menyusun berkas yang sudah diperiksa, terkejut dengan pertanyaannya. Tidak seperti biasanya Pangeran Edric menanyaiku soal adikku. Apa karena kemarin kita ke lokasi pasar, makanya dia penasaran?
"Iya... setelah anda mengijinkan saya untuk undur diri"
"Lalu?..... Apa dia suka hadiahmu?" Tanyanya, sedang mengerjakan berkas.
Aku agak lama menjawabnya, mengingat kembali adikku hampir saja menolak pemberianku. Bahkan aku sudah berbohong kalau itu barang yang didapat dengan potongan harga.
Aku pun menghelang nafas. Kembali menyusun berkas.
"Kenapa?" Tanyanya
"Adik saya menerimanya,....."
Wajah Pangeran Edric pun muncul, menatapku. Ekspersinya hanya datar. Aku pun menatapnya sebentar. Lalu berkutat lagi dikertas-kertas yang ku pegang.
Apa dia sedang bosan, makanya dia menanyakan ini?
"Bolehkan saya bercerita sebentar?" Tanyaku meminta ijin. Sepertinya dia ingin seseorang berbicara dengannya.
"Iya" Katanya sambil, menulis.
"Kemarin..... saya sudah mengajaknya untuk tinggal bersama tap-"
Kataku terhenti melihat tinta pena yang pangeran pegang merembes kemana-mana. Meninggalkan warna hitam penuh di kertas yang mau dia tandatangani.
Aku pun panik melihat itu. Segera aku mengambil kertas tersebut lalu mengambil saputangan dikantongku. Mencoba untuk menyerap tinta tersebut, berharap kertas tadi bisa diselamatkan.
".. Pang..eran?.. apa pangeran baik-baik saja?..." Tanyaku sedikit panik.
Wajah pangeran menatapku kaget.
Kenapa? Apa aku salah bicara?
"Kamu..... Bukannya suka pada Karen?" Tanyanya masih dengan wajah kagetnya. Aku juga ikut kaget.
Ternyata rumor tersebut sampai juga ketelinga pangeran.
"Tidak,..." Kataku.
Memang Karen adalah pelayan yang paling cantik di kerajaan ini bahkan dia mendapatkan perhatian dari pangeran ke 3 dan ke 4.
Bagaimana mungkin aku tidak terpesona saat pertama kali melihatnya. Menurutku, seorang wanita akan tampak cantik jika mengenakan yang berwarna merah muda.
Dan warna itu berada di rambutnya, warna merah muda yang bisa menarik perhatian semua orang. Ditambah mata coklat terang miliknya. Membuat dia tampak mempesona.
Memang benar, rumah yang ku bangun sekarang untuk bisa berkeluarga dengannya, tapi.... Tapi ada satu atau dua hal membuat aku mengurungkan niatku. Dan Entah kenapa rasa sukaku menghilang begitu saja. Lagipula sepertinya Karen juga tidak ada perasaan lebih padaku.
"Maaf pangeran, bolehkan saya melanjutkan cerita saya lagi"
Pangeran Edric pun berdehem,
"Iya" Katanya, lalu kembali memeriksa kertas yang lain.
"Jadi,.. saya sudah mengajak adik saya, tapi dia menolak, dia bilang dia ingin tinggal dengan orang yang dia cintai"
"Apa menurut pangeran, saya harus membuat satu rumah lagi?" Tanyaku padanya.
"Jika saya membuat rumah di sebelah rumah yang saya bangun, mungkin Delis tidak akan menolak. Jika dia berpisah, kabur, ditinggal atau diusir dari pria yang dia cintai.. Dia bisa tinggal di rumah yang saya bangun.."
"Apa kamu tidak terlalu berlebihan?"
Ah, begitu ya,... Memang berlebihan. Pangeran Edric yang berwibawa dan cerdas ini saja berpikir ide itu berlebihan. Apalagi Delis, adikku yang suka kesederhanaan.
Pangeran pun berdehem lagi, menyadarkanku.
"Jadi,.. apa adikmu menyukai hadiahmu?" Tanyanya yang lain.
"Maaf,..... tidak pangeran.."
Dia pun sedikit terkejut, dan heran padaku.
Aku sudah menduga kalau adikku tidak suka dengan hadiah seperti itu. Tapi karena saran dari Pangeran Edric aku pun menghormatinya.
"Aneh... Kenapa dia tidak suka?"
Aneh? Pangeran bilang adikku aneh? Bagiku, adikku itu adalah gadis paling normal yang aku temui dalam hidupku. Wajar baginya tidak bisa menerima karena takut barang itu akan hilang dan menjadi beban pikirannya. Bagi kalian yang sudah hidup mewah tidak akan mengerti semua itu.
"Maaf kalau pertanyaan saya membuatmu tersinggung" Katanya lalu beranjak dari kursinya, Pangeran sadar akan ekspersi ketidaksukaanku pada kata yang dia ucapkan.
Aku benar-benar tidak sopan pada tuanku sendiri. Aku pun segera meredakan emosiku dan membungkuk meminta maaf.
"Justru saya yang minta maaf, pangeran tidak salah apa-apa. Wajar bagi anda heran pada sikap adik saya, tapi itu wajar bagi kami, yang hidup dalam kesederhanaan"
Pangeran pun duduk di sofa panjang yang biasa untuk dia bersantai dan menyambut tamu pentingnya. Lalu pelayan wanita menaruh 2 teh hangat di meja.
Pangeran menyuruhku untuk menemaninya minum bersama. Mengistirahatkan tubuh dan pikirannya.
Apa aku telah menggali kuburanku sendiri? Apa dia akan meracuniku? Seharusnya aku tidak bersikap kurang sopan pada serigala tidur ini.
Aku pun duduk di sampingnya. Walau ini tidak sopan karena seorang pengawal duduk bersama dengan tuannya. Tapi ini juga perintah darinya.
"Saya pikir semua perempuan suka dengan perhiasan yang mewah" Katanya sambil menyeruput tehnya.
"...Pangeran memang benar, semua perempuan, suka itu, adik saya juga suka,... dia hanya tidak suka merepotkan orang lain"
"Lalu dia suka apa?"
"Dia itu suk-" aku pun berhenti sejenak, memikirkannya.
Tunggu dulu,.... Delis itu suka apa ya? Selama ini apa yang dia sukai?
Bunga? Dulu pernah ku kasih bunga tapi lama-kelamaan wajahnya menjadi datar.
Pakaian? Hanya sekali dua kali setelah itu dia menolak dengan keras.
Benang kemarin? Tidak mungkin...
Buku? Ah!
Seketika aku berdiri, mengingat dia memintaku untuk membeli buku.
"Buku!" Teriakku.
"Jadi dia suka buku"
"Bukan!, Maksud saya dia ingin meminta saya untuk membelikan dia buku!" Kataku antusias tampa sadar mendekatkan wajahku kepada wajah pangeran. Sehingga mata kuningnya itu terlihat jelas.
"Buku seperti apa?"
Lalu aku duduk kembali dan mengatur jarakku.
"Untuk menyembuhkan jerawatnya" jawabku,
"Adikku itu.. gadis yang tidak terlalu mementingkan penampilan,... tapi katanya, akhir-akhir ini wajahnya sering gatal, dia takut akan melukai wajahnya. Tentu saja! saya tidak ingin wajah mungilnya terluka!"
"Tapi.... disatu sisi saya takut jika wajahnya menjadi mulus dan makin cantik, akan banyak pria yang mencoba mendekatinya,... Jadi menurut pangeran.. saya harus bagaimana?"
"Sudah saya bilang, bukankah kamu terlalu berlebihan pada adikmu? Biarkan dia menyembuhkan wajahnya" Jawab Pangeran Edric lalu ia menyeruput lagi teh nya.
Aku pun menghelang nafas, masih belum bisa menerima saran Pangeran Edric.
"Pangeran tau kenapa saya berlebihan begini?"
Aku pun menunduk, tidak ingin menatap mata kuningnya.
"Saya tidak ingin dia berubah menjadi gadis penghibur.... seperti adik-adik saya yang lain."
"Saya ingin dia tetap seperti sekarang. Rambut hitamnya yang senada dengan seragam pelayan. Warna mata yang indah itu sangat kontras dengan kulitnya yang gelap. Bukankah di---- ah! Maafkan saya,.. saya terlalu terbawa suasana" segera aku membungkukkan badanku.
Selalu saja aku seperti ini...
"Tidak apa-apa, saya mengerti.... Saya juga punya adik perempuan"
Kata pangeran membuat hatiku legah.
Putri Allensia, putri ke 2, yaitu adik kandung Pangeran Edric. Kalau tidak salah sekarang Putri Allensia berumur 11 tahun. Dimana tahun depan dia akan mencari calon pasangan.
Sedangkan adikku tahun ini sudah bisa menikah. Aku pun menghelang nafas lagi.
Pangeran Edric yang sudah menghabiskan teh nya pun kembali ke meja kerjanya.
*****
Sementara itu...
POV Delis
Malam nanti kerajaan akan mengadakan pesta terbentuknya Kerajaan Evasvall yang sudah berdiri selama 19 dekade. Kerajaan ini terbilang kokoh dan stabil sehingga warganya juga makmur.
Semua pegawai kerajaan sibuk menyiapkan persiapan nanti malam.
Termasuk aku, aku disuruh membantu mengganti bunga-bunga yang lebih segar pada malam hari, membantu memegangkan tangga, membantu mengganti korden, setelah itu aku disuruh mengantar barang kemana-mana, handuk, pakaian, peralatan makan, vas. Membuatku hampir tidak bisa merasakan kakiku lagi, karena keseringan berlari kemana-mana.
Andai disini ada lift.
Malam pun tiba, waktunya para pegawai memperlihatkan talenta mereka dalam bekerja. Yaitu menjaga sikap, bahasa bicara, dan harus sigap. Karena para tamu-tamu penting akan datang.
Para pelayan pria dan wanita yang berparas menarik akan ditugaskan untuk mengantar makanan, melayani tamu, dan berjaga di area gedung utama.
Meskipun aku hanya berkutat di lingkungan pekerja seperti tahun sebelumnya. Aku ditugaskan mengurus pelayan yang sedang sakit. Syukurlah tahun ini hanya sedikit saja yang sakit.
Saat ini aku menjaga Rose yang terbaring lemas di kasurnya. Dia lebih muda 2 tahun dariku, wajar tubuhnya yang kecil itu sakit, tahun kemarin juga seperti ini.
"uukhh uukkhh.... Delis..." Panggil Rose.
Aku yang sedang menjahit seragamku yang sobek menoleh padanya.
"Iya?"
"Bisakah kamu ambilkan aku air minum?" Tanyanya.
"Tentu, tunggu sebentar ya..."
Aku pun menaruh sebentar pakaianku di kasur, Lalu pergi keluar kamar, mengecek para pelayan wanita yang lain, jika mereka juga butuh sesuatu. Setelah itu menuju dapur yang harus melewati taman.
Saat melewatinya, aku menoleh kearah air mancur, lalu mengadah keatas sebentar sambil berjalan, melihat langit-langit malam yang begitu terang. Terpukau dengan bintang-bintang yang jumlahnya tidak bisa kuhitung.
Indahnya...
Aku tidak pernah bosan memandang langit malam yang hanya bisa kulihat dikehidupanku sekarang.
Saat masuk dapur, para koki tampak sibuk menyiapkan makanan yang terus-menerus diantar. Para pelayan yang juga sibuk bolak-balik mengantar gelas-gelas wine dan juga makanan yang sudah siap.
Aku berusaha untuk tidak mengganggu mereka, mengambil teko besar, lalu ku isi air penuh.
"Delis!" Panggil Kepala Koki George padaku. Membuatku hampir menumpahkan air yang ku isi.
Aku menoleh takut padanya.
Dia pun mengambil teko yang ku pegang lalu ia menaruhnya di nampan yang diatasnya sudah ada banyak cookie dipiring. Setelah itu Kepala Koki George menyerahkan nampan tersebut padaku.
Aku disuruh antar?
"Bawalah ke kamarmu, dan habiskan" Katanya, lalu kembali mengawasi para koki yang lain.
Seketika senyumku berkembang.
"TERIMAKASIH TUAN GEORGE!" Kataku berteriak, lalu secepat mungkin keluar dari dapur. Aku sangat gembira tidak sabar ingin membagikan kue ini pada yang lain.
Aku pun bersenandung lagu 'I Will Fly' karangan Ten2Five. Lagu yang satu-satunya aku hapal liriknya di kehidupanku sebelumnya. Waktu di panti asuhan, aku juga sering menyanyikan ini. Bahkan Kak Rod saja sampai suka dan hapal lagu ini, hihihihi.
Aku pun menoleh lagi ke taman. Tapi disana aku melihat seorang pria bangsawan muda sedang memandang air mancur. Ia memakai topeng, sepertinya itu konsep pesta malam ini.
Rambutnya yang berwarna emas sangat kontras dengan malam ini. Jadi wajar saja kalau mataku tertuju pada bangsawan tersebut.
Apa dia tersesat?
....Sepertinya tahun kemarin juga ada yang tersesat.
Dia pun menoleh kearahku, mendapatiku menatapnya. Aku pun menunduk sedikit memberi salam lalu melanjutkan langkahku lagi.
"Tunggu..." Suara pria tersebut memecah kesunyian disini. Tampa sadar langkahku terhenti dan aku menoleh. Ternyata dia sedang menuju ke arahku.
Aku berusaha menutupi kepanikanku. Membuat kaki ku tidak mau melangkah lagi. Apa baru sekarang terasa efek kelelahan hari ini??!
"Maaf,..."
"I..i..ya?" Tanyaku menunduk.
"Bisakah kamu menunjukkan saya jalan ke ruangan pesta"
"Aa.. aa.. i..itu.. ituu.. anuu.." Aku sangat panik, karena pertama kali aku berbicara dengan orang yang penting. Maksudku dia bangsawan. Ini seperti aku bertemu dengan perdana mentri luar negeri yang menanyakan letak negaranya dimana.
Dan sekarang aku sedang memegang nampan, yang harus aku berikan secepatnya pada Rose yang sedang kehausan. Aku harus mementingkan yang mana? Orang yang penting atau orang yang sedang sakit?
Aku pun menoleh ke seluruh penjuru, mencari orang yang bisa menunjukkan bangsawan ini jalan. Tapi nihil! Tidak ada siapa-siapa disini.
"Be.. begini...."
Aku pun langsung membungkuk 90 derajat sambil memegang nampan.
"Maaf! Bisakah tuan menunggu sebentar?! Maaf kalau saya sudah lancang menyuruh anda menunggu.... tapi saya hanya ingin mengantar makanan ini kepada teman saya yang sakit!.. SAYA AK-"
"Baiklah, saya akan menunggu" Katanya.
Dengan cepat aku menunduk sedikit, mengisyaratkan untuk undur diri. Lalu segera aku memacu langkahku menuju kamarku. Menaruh nampan tersebut di meja Rose yang sedang tertidur. Lalu keluar,
"..Del..is.." Panggil Zoe padaku di depan pintu kamarnya. Wajahnya tampak pucat, aku takut dia akan pingsan. Segera aku mendekatinya,
"Iya Zoe? Kamu ingin apa?" Tanyaku, lalu menompangnya masuk ke dalam kamarnya lagi, merebahkannya di tempat tidurnya.
"Bisakah kamu ambilkan aku kain hangat? Perutku sakit sekali..." Katanya lirih padaku.
"Berbaringlah dulu,.. sebentar aku akan kembali membawakannya,..." Kataku sambil menyelimutinya. Setelah itu aku menutup pintu, lalu aku melihat Sara keluar dari kamar lain. Dia juga ditugaskan untuk merawat pelayan yang sedang sakit. Aku segera menghampirinya meminta tolong untuk memintanya menyediakan kain hangat untuk mengompress perut Zoe.
"Tolong ya Sara.." Kataku sambil berlari.
"Del, kamu mau kemana?" Tanyanya tapi aku sudah agak jauh, sehingga aku tidak bisa menjawabnya.
Akupun berlari menemui bangsawan tadi.
Aku harap dia tidak marah dan tidak mengadukanku kepada kepala pelayan..
Saat aku sudah sampai di tempat tadi. Aku tidak menemukan bangsawan tersebut.
Celaka! Bagaimana ini???
Aku benar-benar takut aku akan dihukum akan kelalaianku.
Aku pun ke taman, berharap dia ada disana.
Syukurlah.. batinku. Saat melihat bangsawan tadi berada di depan gazebo.
Memandangi gazebo putih itu.
Aku merapikan pakaianku, melangkah pelan, berjalan layaknya pelayan professional. Aku ingin menegurnya tapi tidak berani. Sepertinya akan tidak sopan menganggunya sedang mengamati pemandangan gazebo itu.
"Apa kamu tau sejarah gazebo ini?" Tanyanya padaku.
Aku sedikit terkejut bahwa dia tau aku sedang berdiri di belakangnya.
"Iya tuan, saya mengetahuinya..." Kataku yang sudah tidak panik lagi.
Karena dia diam aku pun bicara lagi.
"Gazebo ini dibuat 20 tahun lalu, untuk mendiang Ratu Venessia... Semasa hidupnya,... beliau sering berkunjung ke tempat ini hanya untuk menyapa dan memperhatikan kami.."
Lalu pria bangsawan itu, menoleh padaku.
"Tunjukkan saya jalannya" Katanya, aku pun menunduk pelan.
"Lewat sini tuan" Kataku, lalu aku berjalan di depannya.