POV Delis
Aku sedang membersihan kandang kuda dengan secepat yang ku bisa.
Ingin secepatnya berbicara lagi dengan Shilva. Ingin mengetahui apa yang dia ketahui di dunia ini. Mengapa kami bisa bereinkarnasi ke dunia yang aneh ini.
Aku sadar bahwa ini bukan bumiyang aku tau. Mengingat nama kota, nama raja, nama ratu, serta nama kerajaan ini yang tidak pernah ku dengar di buku sejarah. Ditambah dengan warna mata dan warna rambut manusia disini tidak lazim.
"Tugas saya disini sudah selesai. Kalau gitu saya pamit undur diri" Kataku membungkuk dengan cepat, lalu pergi tampa pria yang bertugas mengurus kuda itu, belum sempat menjawabku.
Baru saja aku mencuci tangan di dapur, aku disuruh oleh asisten koki untuk mencuci piring. Segera aku melakukannya.
Sehabis itu menyapu kebun belakang kerajaan, malamnya mencuci piring, dan kembali ke gedung pelayan, untuk beristirahat.
Sungguh ini hari yang melelahkan...
*****
Saat aku masuk ke kamar untuk istirahat, Shilva sudah duduk di kursi belajarnya.. seperti biasa.
Lalu ia beranjak dari kursi, menutup jendela dan juga korden.
Aku pun mengunci pintu. Setelah itu ia duduk di tempat tidurnya. Aku pun duduk di ranjangku, mengahadap ke Shilva.
"Sh... Shilva.." panggilku ragu. Bersiap untuk menerima kebenaran yang akan aku dengar darinya.
"Tenanglah,... Aku akan memberitahumu semua yang aku tau.. jadi usahakan kita bicara dengan suara yang pelan,.. karena bisa saja ada orang yang mendengar pembicaraan kita.."
"Baik.."
"Bisakah aku bertanya duluan?" Tanya Shilva. Dan aku mengangguk.
"Kamu disini,.. lahir dari keluarga mana?"
"Aku... tidak punya keluarga disini,.."
"Bukannya kamu adiknya Rod?"
"Iya.. tapi kami tidak ada hubungan darah,... aku dan Kak Rod dibesarkan di panti asuhan yang sama,... lalu saat aku berumur 10 tahun, aku di beli kerajaan ini sebagai asisten pelayan"
"Jadi, saat kamu lahir.. kamu sudah berada di panti asuhan?"
"Iya.. katanya aku ditemukan di depan pintu.."
"Kapan ingatan kehidupan lamamu muncul?" Tanyanya.
"Umur 4 tahun..."
"Apa saat itu kepalamu terbentur sesuatu?"
Aku pun menggeleng,
Ingatanku muncul begitu saja, seperti hantaman keras, dan itu membuat kepalaku hampir pecah. Bahkan aku tidak bisa makan beberapa hari.
Wajah Shilva tampak berpikir keras, tapi dia tidak bertanya alasannya kenapa.
"Ingatanmu,... Kapan muncul?" Kali ini, aku yang bertanya.
"Umur 5 tahun, saat kepalaku terbentur pintu.." Dia pun menyibakkan poninya, terlihat bekas luka di dahi sebelah kanannya. Goresan luka lama, kecil tapi cukup dalam.
Wajar baginya mengingat karena ada nya benturan di kepala, sedangkan aku tidak tau kenapa, tiba-tiba muncul saja.
"Anuu.... Shilva... Kita ini sebenarnya bereinkarnasi dimana? Karena aku merasa ini bukan di bumi.."
"Menurutku ini masih di bumi.. hanya saja, ini dimensi berbeda.." Kata Shilva, masih membuatku bingung.
Dia pun menghelang nafas,.
"Ini dunia novel..."
"Novel?" Heranku, memastikan apa yang barusan ku dengar.
"Iya... novel yang berjudul Attractive Servant Become Queen"
"Apa kamu pernah membacanya?" Tanyanya.
Aku pun menggeleng, karena baru pertama kalinya aku mendengarnya.
"Novelnya memang tidak terlalu terkenal sih, tapi itu salah satu novel kesukaanku semasa hidupku dulu, makanya aku cukup hapal dengan isinya"
Aku hanya diam masih mencerna apa yang dikatakan Shilva.
"Ceritanya sendiri tentang seorang pelayan wanita yang sangat cantik, baik, ramah, dan berbakat, pokoknya tokoh utama pada umumnya,... Dan dia mampu memikat hampir semua pria yang di istana ini, bahkan para pangeran juga.."
Para pangeran? Pangeran disini itu ada 6, apa semua jatuh cinta padanya?.... Berarti tokoh utamanya benar-benar sangat cantik, dan dia seorang pelayan seperti kita,..
"Apa... novel ini sudah tamat?" Tanyaku penasaran.
"..... Iya"
"Bagaimana ending ceritanya?!"
"Aku tidak tau.... Aku meninggal duluan sebelum aku membacanya... Maaf.."
"Jangan minta maaf,.. itu bukan salahmu..... Tapi, bukankah kamu bilang kalau ini kehidupanmu yang ke 3?"
Shilva pun terdiam,
Wajahnya yang serius tampak menegang. Kulitnya yang putih itu, tampak pucat.
Apa aku sudah kelewatan bertanya?
Aku pun berdiri lalu membungkuk padanya,
"Aku minta maaf, membuatmu merasa tidak nyaman akan pertanyaanku.." Kataku.
"Tidak apa-apa... Duduklah lagi... Aku kan sudah bilang padamu akan memberitahumu yang aku tau, aku hanya teringat hal yang tidak mengenakkan.." Katanya yang sudah kembali tenang.
Aku dapat mengerti perasaannya, mengingat hal yang buruk itu memang mengerikan, contohnya kematian...
Aku pun duduk di sampingnya, lalu memegang kedua tanganya yang ia kepalkan.
Aku merasakan tangannya bergetar sedikit.
"Kamu bisa menceritakanku nanti jika sekarang merasa berat,.." Kataku untuk menenangkannya.
Shilva pun tersenyum tipis padaku,
"Memang,.. ini kehidupanku yang ke 3, tapi aku masih belum tau endingnya,.. yang jelas, dari judulnya, tokoh utama akan menjadi ratu.."
".... Novelnya sendiri.. terdiri dari 2 buku... aku hanya membaca buku pertamanya,.. sedangkan buku keduanya, aku hanya baca setengah.. setelah itu aku meninggal.."
Ia pun menatapku, matanya yang seperti darah itu, tidak membuatku takut. Entah kenapa warna matanya sedikit cerah.
Dia pun tersenyum sedih,
"Lalu disini....
aku akan mati 2 tahun dari sekarang.."
Aku merasa, tubuhku yang sekarang menegang.
"Ba..gaimana bisa?!" Tanyaku.
Dia hanya diam, menatap tangannya yang ku pegang.
Apa kamu tidak mau berusaha dulu? Apa kamu akan menerima takdirmu begitu saja?..
"Apa kamu mati karena sakit?" Dia hanya diam melihat lantai.
"Apa kamu mengalami kecelakaan?"
Shilva menatapku.., wajahnya tampak sedih. Tapi ia tidak mengiakan atau mentidakan pertanyaanku.
Aku pun menelan ludah untuk membasahi tenggorokanku.
"Apa.... Seseorang, mem..bu..nuhmu..?" Tanyaku hati-hati, lalu tubuhnya menjadi tegang.
"Apa jalan cerita disini kamu memang akan mati saat itu juga?" Tanyaku khawatir.
Matanya yang merah itu perlahan meneteskan air mata dipipinya.
Wajahnya yang selalu angkuh itu tidak terlihat malam ini. Dimataku sekarang dia seperti gadis yang sangat putus asa.
Ini memang kemungkinan yang buruk yang aku pikirkan. Kemungkinan takdirku dan Shilva sudah tertulis dalam dunia novel ini. Yang mungkin hanya untuk menompang takdir tokoh utama.
Dan masih ada kemungkinan yang paling terburuk yang terlintas dipikiranku, tapi aku segera membuang jauh-jauh hal itu.
Aku pun memeluknya, Mengelus-elus punggungnya, untuk menghentikan tangisannya.
Apa dia selama ini selalu seperti ini? Mungkin deritaku tidak bisa dibandingkan dengannya. Bahkan dia sudah menjalaninya sekali, dan sekarang mengulang lagi. Dia seperti terjebak dalam pusaran yang tidak ada ujungnya.
Apa aku juga akan seperti dia?..
"Kita pasti bisa melewatinya,.. kita pasti bisa merubah takdir kita di sini.." Kataku.. meski aku tidak yakin. Bahkan aku sendiri tidak tau takdirku yang di tulis di novel ini.
Dimana ada awal pasti ada akhir, tidak mungkin tidak ada ujungnya.
Dia pun melepas pelukanku, lalu menggeleng lemas.
"Ti..dak bisa,... Bagaimanapun aku berusaha, hasilnya akan sama saja... "
"Mungkin sebelumnya tidak bisa berubah, tapi apa kamu sekarang menjalanin kehidupanmu sama persis dengan sebelumnya?" Tanyaku pelan. Lalu memberikan Shilva saputangan yang ada dikantongku.
Shilva pun mengusap air matanya.
"Tapi.. Aku pemeran... antagonist.. "
Wajahnya itu, tidak cocok dengan ekspresi sedih seperti sekarang. Antagonist? Pemeran penjahat huh?
"Memangnya kenapa kalau kamu antagonist? Apa kamu memainkan peran itu seperti yang ditulis di novel? Apa kamu pernah jahat pada seseorang? Apa rumor tentangmu itu benar?" Tanyaku.
"Tidak! Aku tidak pernah jahat pada siapapun,.. tapi.. karena aku tidak jahat, jadinya ada orang yang menggantikanku..."
Jadi kalau pemerannya berubah haluan, nanti akan ada orang yang menggantikan?
"Apa... Apa itu juga berlaku kalau kita tidak mati, apa ada orang yang akan menggantikan kita?" Tanyaku blak-blakan.
"Ak... Aku belum tau..." Katanya ragu, dia terlihat sedikit takut untuk menjawab.
"Apa kamu pernah bertemu denganku sebelumnya?"
Dia pun sedikit terkejut, lalu alisnya berkerut, seperti memikirkan sesuatu.
Melihatnya seperti itu, aku jadi yakin bahwa sebelumnya dia tidak pernah bertemu denganku. Kalau pun pernah, atau aku pernah dekat dengannya. Dia tidak akan mungkin memberitahuku lagi tentang fakta bahwa ini dunia novel.
"Kalau dipikir, aku tidak pernah bertemu denganmu, aku hanya pernah mendengar bahwa Rod mempunyai seorang adik perempuan yang bekerja di istana. Dalam penggambaran di novel juga, Rod itu memang tipe seorang kakak, yang penyayang, baik dan dapat diandalkan. Makanya wajar bagi pembaca kalau dia punya adik di sini untuk sekedar menjaga sifat karakternya."
"Dan juga tokoh 'Adik Rod' itu tidak terlalu dijelaskan, dia hanya seperti tokoh sekedar lewat,.. atau bisa disebut tokoh figuran.."
Lalu Shilva pun berpikir keras lagi. Dan dia menatapku.
"Apa kamu yakin tidak pernah mendengar, membaca atau melihat novel ini?"
"Tidak pernah, aku baru ini mendengarnya,.. apa tadi judulnya?.. attractive?"
Lalu Shilva menuju meja belajarnya, dan membuka salah satu laci disana. Mengambil buku lumayan tebal, sampulnya berwarna merah tua. Lalu ia menyerahkan buku itu padaku.
"Ini novelnya, aku berusaha mengambar sampul depan yang masih aku ingat. Aku juga sudah menulis ulang ceritanya yang aku tau" Katanya sambil membuka halaman pertama.
Aku melihat seketsa gambar hitam putih. Seorang wanita berambut panjang mengenakan baju pelayan sepertiku, berdiri menundukkan kepala, layaknya sikap siagap bagi pelayan. Lalu disekelilingnya terdapat pria-pria yang berpakaian kerajaan. Seperti memperhatikan wanita itu.
Seketsa gambar ini memang tidak tampak asing bagiku. Tapi aku tidak yakin juga pernah melihatnya.
"Apa kamu mengingat sesuatu?" Tanya Shilva penasaran, karena aku memandang gambarnya cukup lama.
"Entahlah.." Kataku.
Gambar ini memang tampak tidak asing bagiku. Atau mungkin untuk novel romantis wajar cover depannya seperti ini. Dibuat semenarik mungkin dengan gambar para pria tampan.
"Begitu ya... Bagaimana kalau kamu baca isinya juga, mungkin kamu bisa mengingat sesuatu nantinya."
Kenapa dia seperti bersikeras untuk aku mengingat sesuatu tentang ini. Aku kan sudah bilang, kalau aku tidak pernah mendengar atau melihat novel ini. Tapi... Bukan ide yang buruk juga untuk membacanya. Lagipula aku harus tau apa yang akan terjadi kedepannya.
"Baiklah... Terimakasih Shilva.." Kataku tersenyum padanya.
"Jadi... Bisakah kamu memberitahuku, kamu meninggal karena apa?" Tanya Shilva.
"Karena di kehidupanku sebelumnya di jaman modern, aku meninggal karena sakit keras, aku ingin tau apa kamu juga meninggal sepertiku?"
Kilasan balik tentang kehidupan lamaku muncul seperti potongan-potongan scene movie. Membuatku sempat terhanyut sejenak. Aku pun menutup buku yang kupegang. Lalu tersenyum pada Shilva.
Saatnya bagiku untuk bercerita, akhirnya tiba juga aku bisa mendapatkan sandaran untuk keluh kesahku.
"Tidak...."
"Aku mati karena dibunuh ayahku.."