POV Delis
Menggenggam kedua tangan, menaruh diatas pusar, tegangkan punggung, melangkah berirama dengan yang dibelakang, kepala tegak sedikit, lalu menundukkan pandangan. Pikirku saat menuntun bangsawan ini, berharap aku tidak mendapatkan penilaian buruk darinya.
Saat sebentar lagi sampai di depan gedung utama, terlihat pelayan wanita sedang berdiri di samping lorong. Aku pun menghampirinya.
"Tolong antarkan tuan ini ke ruangan pesta" Kataku, menunduk pelan.
"Baik" Balas pelayan wanita itu mengangguk pelan.
"Tuan, selanjutnya anda akan diantar olehnya" Kataku, memandang sepatunya yang hitam mengkilat itu.
"..... a..ap-"
"Mari tuan saya akan mengantar anda" Kata pelayan wanita.
Aku pun menunduk undur diri, lalu berbalik dan berjalan pelan.
Begitu aku mengambil jalan ke samping, Aku pun dengan cepat bersandar kedinding dan menghelang nafas legah.
ahhhhhhh..... Tadi itu perjalanan menegangkan dalam hidupku ini... batinku, sambil memegang dadaku yang tadi sesak.
****
Saat ini aku sedang mengangkat keranjang jemuran yang sudah aku cuci. Membawanya ke halaman belakang. Dimana banyak sekali tali-tali jemuran disana.
Memeras seprei putih tersebut, lalu menjemurnya.
Tampa sadar ada seorang pria yang dari tadi sedang menyamai posisiku berdiri. Jika aku bergeser ke kanan untuk merentangkan seprei. Tubuh pria itu juga akan ke kanan.
Aku tidak bisa mengetahui siapa pria tersebut. Karena dia berdiri dibalik seprei yang sudah aku jemur.
Aku segera menghentikan aktifitasku. Aku takut pria tersebut adalah seorang penyusup atau musuh kerajaan. Bisa saja dia akan membunuhku tanpa alasan. Aku tidak ingin mati yang kedua kalinya.
Aku pun mengambil langkah mundur perlahan, sambil memperhatikan tubuh dibalik seprei tersebut.
Lalu muncul tangan menyibak seprei putih itu,
"Delis, apa kamu sudah selesai menjemur?" Tanya Kak Rod.
Seketika aku menghelang nafas legah.
"Kakak membuatku ketakutan..." Kataku, lalu aku melanjutkan lagi menjemur seprei.
Tunggu dulu? Kenapa Kak Rod disini?! Ini masih pagi, apa dia tidak mengawal pangeran ke 5?
"Kenapa kakak bisa disini?" Tanyaku heran.
Kami ini jarang sekali bertemu. Paling cepat bertemu sebulan sekali. Tapi ini, baru beberapa hari, dari terakhir kita bertemu. Dan Kak Rod menemuiku lagi, apa ini tidak apa-apa?
"Aku kesini hanya sebentar, aku juga sudah minta ijin pada pangeran"
Lalu Kak Rod mengeluarkan sebuah buku dari balik punggungnya.
"Ini, buku yang kamu minta."
Aku mengelap tanganku yang basah ke celemekku. Lalu mengambil buku tipis itu.
Buku ini bersampul coklat polos, tidak ada tulisan judul buku atau nama pengarangnya.
"Itu buku yang dibuat oleh dokter terkenal di kota, jadi aku yakin metode pengobatannya sangat bagus"
"Terimakasih kak, aku tau kakak bisa mencarikanku buku yang bagus" Kataku memeluk buku itu dan tersenyum padanya.
Kak Rod tampak senang, ia memperlihatkan senyuman lembutnya, sangat manis dan meneduhkan hati.
"Tidak hanya itu, aku juga membeli obat untuk wajahmu" Katanya sambil mengambil tanganku lalu menyerahkan sebuah wadah kecil berbentuk bulat, terbuat dari kaleng.
"Oleslah di wajahmu setiap harinya, sebelum tidur, mungkin beberapa hari efeknya akan terlihat"
Obat di dunia ini terbilang sedikit mahal, makanya banyak yang membeli, meminjam ataupun mencatat buku kesehatan, agar mereka bisa membuatnya sendiri.
Apalagi obat untuk wajah, karena wajah adalah aset dan identitas. Maka obatnya sangat mahal.... dan pria ini...
Aku menjadi khawatir, ini seperti kehidupanku sebelumnya, dimana keluargaku membelikan apapun yang aku mau. Aku takut kejadian buruk dikehidupanku sebelumnya akan terulang lagi. Apalagi kami ini tidak ada ikatan darah,..
"..Kakak...." Kataku lirih,
Kenapa orang ini baik sekali padaku?... apa.. tidak apa? Kalau aku diperlakukan baik seperti ini? apa ini kasih sayang seorang kakak pada adiknya? Bisakah aku percaya padanya?
"Kamu kenapa? Kamu menangis?!"
"Ak..aku minta maaf ya, kamu bisa ganti uangku nanti, serius... Aku gak maksa kamu lagi nerima pemberianku,... jadi jangan menangis..." Lanjut Kak Rod.
Aku pun mengelap air mataku. Lalu tersenyum padanya.
"Makasih kak.... Aku akan menggunakannya sebaik mungkin.."
Lalu aku teringat akan saputangan yang sudah aku bikinkan untuknya.
"Ah!... kak, bisakah kakak menungguku sebentar disini? Aku ingin memberikan kakak saputa-"
"Benarkah sudah jadi?!" Tanyanya cepat, dia mendekatkan wajahnya ke wajahku, bahkan dia memegang kedua lenganku.
"Rod.." Panggil pengawal pria tak jauh dari kami. Menatap kami dengan gelisah.
"Sepertinya aku harus pergi, simpan lah saputangan itu, nanti aku akan menemuimu lagi untuk mengambilnya"
"Baiklah kak.."
Lalu Kak Rod mengelus kepalaku pelan lalu ia pergi menghampiri pengawal yang memanggilnya.
*****
Sudah hampir 1 bulan lebih Kak Rod tidak menemuiku lagi.
Aku sudah membaca habis buku kesehatan itu, membacanya berulang-ulang. Bahkan wajahku sudah mulus dan bersih dengan jerawat. Aku ingin bertemu dengan Kak Rod, ingin memperlihatkan hasil salepnya yang ia belikan padaku. Namun apa daya, aku harus sabar menunggunya.
Hari ini adalah hari penting bagi para pelayan yang bertugas di wilayah pekerja. Dimana banyaknya pelayan wanita dari gedung utama yang berhenti bekerja untuk menikah. Maka dari itu akan dipilih pelayan dari sini untuk ditugaskan di gedung utama. Lalu kerajaan juga akan merekrut atau membeli orang lagi, untuk bekerja di istana ini.
Tapi aku yang sudah bekerja seperti ini selama kurang lebih 5 tahun, tidak begitu banyak berharap. Mengingat mereka mencari pelayan yang berbakat, ulet, sigap dan juga berparas menarik.
Waktu hampir menunjukkan pukul 9 malam,
Para pelayan wanita berbaris rapi, berdiri di depan pintu kamar mereka. Menunggu Kepala Pelayan Myra memanggil nama kami. Ini sudah seperti pemilihan miss universe.
Kepala Pelayan Myra pun menyebut nama-nama yang akan bekerja di gedung utama.
"Dan terakhir Delis... bagi nama-nama yang saya sebutkan, segera kemasi dan bawa barang kalian lalu temui saya di depan gedung utama, 10 menit dari sekarang, jangan sampai telat... " Kata Kepala Pelayan Myra, lalu pergi meninggalkan kami.
Wajah para pelayan disini tampak legah, senang, ada juga yang sedikit kesal. Sedangkan aku hanya terdiam.
Tepatnya heran dan cemas, memikirkan kenapa aku bisa terpilih. Cemas bekerja di gedung utama, katanya disana pekerjaannya lebih susah dan salah sedikit saja bisa kena hukuman.
"Selamat Del!, Akhirnya kamu bisa bekerja di gedung utama!" Kata Rose menepuk punggungku. Membuatku sadar bahwa Kepala Pelayan memang memanggil namaku.
"Iya... Terimakasih Rose.." Kataku, tersenyum sedih padanya.
Lalu Wenndy dan Sara yang sekamar denganku mengucapkan selamat padaku.
Segera kami kembali ke kamar,
mengambil koper kotak berbahan kayu di bawah tempat tidurku. Lalu memasukkan pakaian-pakaian dan barang-barang pribadiku. Mereka juga ikut membantuku mengemasi barangku.
"Apa kalian tidak iri padaku?" Tanyaku pada mereka bertiga.
Mereka bertiga pun saling menatap satu sama lain.
"Tidak.. justru aku senang bahwa kamu akhirnya terpilih, bukankah kamu dari dulu ingin bekerja di gedung utama?" Kata Rose.
"Ya, dengan begitu kamu bisa sering bertemu dengan kakakmu" Kata Wenndy menimpal.
"Justru yang paling penting penghasilan bertambah, jadi kamu bisa menabung" Kali ini Sara berbicara.
"Benar! Apalagi kalau kamu bisa melayani pangeran atau tuan putri" Kata Rose, lalu Wenndy dan Sara mengangguk mengiyakan ucapan Rose.
"Tidak juga,.. memang benar aku ingin bekerja disana, tapi disatu sisi aku masih ingin bekerja disini bersama kalian" Kataku lirih.
Lalu Rose pun memelukku, Sara memelukku dari samping dan Wenndy memelukku dari belakang. Kehangatan mereka membuatku hampir menangis.
"Terimakasih Delis sudah menjaga kami" Kata Sara mewakili semuanya.
"Tapi kami pasti cepat atau lambat akan bekerja di gedung utama" Kata Rose.
"Iya jangan sedih ya, kamu bisa kunjungi kami kapanpun" Kata Sara menimpal.
"AH! Cepatlah Delis! Tinggal beberapa menit lagi!" Kata Rose, lalu buru-buru kami mengemasi barangku.
"Aku pergi!" Kataku berlari kecil menuju gedung utama.
"Sering-Sering kunjungi kami" Teriak Wenndy.
Aku berbalik, lalu melambaikan tangan pada mereka.
Begitu sampai di depan gedung utama. Kepala Pelayan Myra tampak berdiri tegap melihat jam kantong miliknya, menunggu pelayan lain yang belum datang.
Tak lama,.. datang 3 pelayan wanita dari arah gedung utama. Wanita tua yang berada di tengah pelayan wanita muda tampak berwibawa. Sepertinya ia adalah pelayan profesional. Lalu Kepala Pelayan Myra berbicara padanya.
"Perkenalkan nama saya adalah Anne Kenward, mulai sekarang saya adalah kepala pelayan kalian yang baru, besok kalian harus bangun sebelum matahari terbit, kami akan menjelaskan peraturan dan tugas di tempat kerja kalian yang baru. Sekarang kalian akan diantar oleh Galdy dan Marget untuk beristirahat ke kamar kalian"
Setelah itu kami masuk ke gedung utama. Para pelayan saat bertugas malam hari harus melangkah seperti kapas dan angin. Agar tidak mengganggu orang yang sedang beristirahat.
Luas dan megah itu kesan pertamaku saat masuk ke gedung utama. Banyak ukiran-ukiran dinding yang cantik, lukisan-lukisan besar, vas antik diisi bunga cantik dan harum.
Setelah itu kami melewati jalan setapak disamping taman yang luas. Tak lama sampailah kami di gedung pekerja wanita di area gedung utama ini. Gedung ini tampak bersih dan luas. Dari luar tidak terlihat bahwa ini tempat tinggal para pelayan. Satu persatu kami diantar ke kamar.
"Delis, ini kamarmu" Kata Pelayan Marget. Kamar 41, aku pun mengetok pintu, lalu masuk.
Terdapat gadis berambut ungu muda hampir mendekati putih. Sedang duduk di kursi meja belajar, melihatku dengan tajam. Wajahnya tampak angkuh lalu bentuk matanya yang sipit dan pupil berwarna merah seperti darah itu, membuatku kaget dan ketakutan.
"Tempat tidurmu disitu" Menunjuk tempat tidur dekat jendela. Lalu dia kembali membaca buku dimeja belajarnya.
Kamar ini tidak terlalu luas, karena perkamar hanya dihuni 2 orang. Sekarang wanita menyeramkan ini akan sekamar denganku. Jangan takut Delis, dia juga manusia...
"Kenalkan nama saya Delis" Kataku membungkuk.
"Shilva" Katanya sambil membaca bukunya.
Sepertinya aku telah mengganggunya...
Aku pun, membuka lemari di depan tempat tidur yang ditunjuknya. Lalu menyusun barang-barangku yang ada koper.
*****
Ternyata aku cukup terkenal di gedung utama ini, sebagai 'Adik Rod', tentu saja mereka masih mengingat rumor tentangku. Ditambah dengan kulitku yang sedikit beda dari para pelayan wanita kebanyakan, membuatku gampang dikenali.
Sudah beberapa hari ini aku bekerja di sini. Suasana disini lebih tegas, harus bisa menjaga sikap dan tata bicara setiap saat. Bisa saja kami para pelayan bertemu dengan salah satu keluarga kerajaan.
Pekerjaan ku sehari-hari tidak beda jauh dengan di lingkungan pekerja. Bedanya hanya suasana wilayah kerjaku yang tambah luas dan kamarku, terutama teman sekamarku, Shilva.
Dia gadis yang pendiam, jika dia selesai dengan pekerjaannya, dia akan membaca buku. Sehingga aku tidak bisa mengobrol dengannya.
Ada rumor tentangnya bahwa dia orang yang kasar, suka bergosip, dan menggoda para pria. Bahkan dia pernah membuat Karen menangis.
Aku belum mempercayai sepenuhnya karena aku belum berbicara padanya.
Siang ini aku sedang membersihkan kaca jendela bagian luar. Membersihkan sarang laba-laba yang luput dari pandangan orang. Karena bosan aku pun bernyanyi lagu 'I Will Fly'. Lagipula tidak ada orang di sekitarku.
"You know all the things I've said
You know all the things that we have done
And things I gave to you
If there's a chance for me to say
How precious you are in my life
And you know that is true
To be with you is all that I need
'cause with you my life seems brighter
And these are all the things I wanna say
I will fly into your aaaAAAAAAGH!...." Teriakku kaget melihat Shilva berada tepat di sampingku.
Dia melotot menatapku dengan mata merahnya. Membuat jantungku hampir saja lepas, kaget seperti melihat hantu.
"Sh..Shilva, Kamu membuatku kaget" Kataku, sambil memegang dadaku, berusaha menenangkan jantungku.
Shilva pun dengan cepat menggenggam tanganku yang memegang kemoceng. Menggenggam dengan kedua tangannya. Seperti memohon sesuatu padaku.
"Jawablah dengan jujur....."
Aku pun menelan ludah, takut apa yang ingin dia tanyakan. Apa lagi dengan mata merahnya itu.
"Kamu mendengar lagu itu darimana?" Tanyanya, menatapku dengan penuh curiga. Tatapannya sukses membuat tubuhku gemetaran.
"d..da..da..dari orang.."
"Aku tanya darimana?"
"It..itu.."
Aku tidak bisa memikirkan alasannya, aku fokus ke mata merahnya yang seperti warna darah itu.
"Ini mungkin terdengar aneh bagimu, maka dari itu aku hanya akan bilang sekali, dan kamu jawablah dengan mengangguk atau menggeleng, mengerti?" Tanya Shilva masih mengenggam tanganku.
Sepertinya dia tau, aku tidak bisa mengeluarkan suaraku.
Aku pun mengangguk mengerti.
"Apa kamu bereinkarnasi?"
Mendengar itu aku langsung kaget, kata 'reinkarnasi' itu tidak ada di dunia ini. Tidak ada di surat kabar ataupun buku yang membahas kata itu.
Berarti dia juga?
Aku pun mengangguk ragu.
Wajah Shilva tampak khawatir, tangannya menjadi tegang.
"Apa... Kamu juga?.." Tanyaku takut. Karena aku telah membongkar rahasia yang aku tutupi selama ini. Bahkan dengan orang yang baru saja berbicara denganku. Aku takut dikemudian hari akan berdampak buruk.
Dia pun melepas tanganku. Menatapku dengan serius.
"Iya, aku juga,... dan ini kehidupanku yang ke 3.." Katanya.
Membuatku sangat kaget tidak bisa berkata apa-apa.
Ke 3 katanya? Berarti dia sudah bereinkarnasi ke 2 kalinya?
"Kalau gitu! apa kamu tau, ini di ma-"
"Kita akan lanjukan lagi nanti," Katanya memotong perkataanku.
"Aku kesini untuk menggantikan tugasmu,.... kamu sekarang ditugaskan membersihkan kandang kuda pangeran ke 5" Katanya, lalu ia mengambil kemoceng yang ku pegang.
Shilva pun pergi ke jendela sebelah, melanjutkan pekerjaanku,.. menganggap semua pembicaraan kita, tidak pernah terjadi.