Chereads / You're My Serenade / Chapter 9 - The Same Feelings That Start to Grow Between Them

Chapter 9 - The Same Feelings That Start to Grow Between Them

- perasaan sama yang mulai bertumbuh diantara mereka -

"AAAAAA" teriak gadis itu dari roller coaster.

Sementara pria disampingnya hanya diam membeku. Ia tak tahu harus bereaksi seperti apa. Ini pengalaman pertamanya pergi ke taman bermain dan mencoba berbagai macam wahana.

<< 2 hari yang lalu

Alana sedang mendiskusikan pertemuannya dengan Gavin untuk waktu yang selanjutnya.

Karena kemarin Gavin yang sudah membantu Alana merevisi tesisnya, maka kali ini giliran Alana yg membantu Gavin menulis lagu dengan perasaan yang sesungguhnya.

Sejujurnya, ia bingung. Alana tak tahu harus bagaimana caranya membantu Gavin. Karena, ia juga tak mengerti banyak tentang lagu.

"Selama ini kamu bikin lagu gimana?" tanya Alana lewat sambungan telepon.

"Saya... dengan otak, mungkin?" ucap Gavin tak yakin.

"Ih! Bukan itu maksudnya! Maksud aku, selama ini kamu dapet ide dan inspirasi dari mana?" tanya Alana lagi.

"Biasa saya pergi ke tempat-tempat yang damai, disitu saya bisa memikirkan lirik" jawab Gavin lagi.

"Hmm, emang kali ini kamu dapet tugas tentang apa?" Alana mencari tahu lebih lengkap. Mungkin, ia bisa menemukan hal yang dapat membantu Gavin.

"Eh? Itu... Saya diberikan topik tentang pria yang baru mengeksplorasi emosinya" ucap Gavin.

"Uhm, jadi maksudnya kamu disuruh buat lagu yang ngisahin tentang seorang pria yg mencoba untuk mencari tau lebih dalam tentang perasaan?" tanya Alana memastikan.

"Iya" jawab Gavin

"Oke. Sebelumnya, aku mau tanya,"

"Iya?"

"Pernah jatuh cinta?"

"Tidak"

"Takut?"

"Ya, saya takut ulat bulu"

"BUKAN ITU MAKSUDNYAA! Maksud aku, kamu pernah ngerasa takut kehilangan seseorang ga?"

Gavin terdiam sebentar... ragu untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan Alana.

"Iya... pernah" jawab Gavin pada akhirnya.

Seakan tau perubahan intonasi suara dari Gavin di sebrang sana, Alana cepat-cepat mengubah topiknya.

"Kalo gitu, pernah merasa semangat melakukan sesuatu?"

"Saya... ga tau"

Sungguh, ini pekerjaan yang sulit untuk Alana. Bagaimana bisa Gavin tak mengetahui hal apa yg membuatnya semangat. Alana menarik napasnya, kemudian bertanya

"Oke, pertanyaan terakhir. Pernah pergi ke taman bermain?"

"Eh? Ah, tidak. Saya belum pernah"

"Ehm. Kalo gitu, aku punya satu ide"

"Hm?"

"Menurut aku, kamu harus nyoba hal-hal baru, nemuin sesuatu yang bisa bikin kamu semangat"

"Maksud kamu?"

"Ayo ke taman bermain minggu ini"

"... Bagaimana bisa itu membantu tugas saya?"

"Jadi, topik tugas kamu kan membuat lagu tentang seorang pria yang mengeksplorasi emosinya, sementara kamu yang sekarang tuh kayak raga tanpa jiwa. Kamu ga punya apapun yg bikin kamu semangat dan belajar hal-hal baru. Terus kalo kamu aja gatau macam-macam emosi, gimana bisa kamu nulis lagu tentang itu? Katanya kamu mau nulis lagu sesuai dengan perasaan kamu yang sesungguhnya?"

Seakan tercerahkan dengan maksud dan tujuan Alana mengajaknya ke taman bermain, Gavin akhirnya menyetujuinya.

// flashback end //

Kemudian, tibalah mereka di taman bermain. Namun anehnya, hanya Alana satu-satunya yang merasa sangat bersemangat.

Sementara Gavin? Bisa dibilang ia bingung akan apa yang terjadi. Ini pengalaman pertamanya pergi ke taman bermain.

Sejujurnya, ia tak mengerti kenapa banyak orang ingin pergi kesini. Memang apa yang menyenangkan dari taman bermain?

Namun, Gavin tetap mengikuti Alana yang sudah berlarian ke loket pembelian tiket masuk.

~

Sehabis membeli tiket, mereka memasuki area wahana. Ada banyak sekali permainan yang ingin Alana coba. Contohnya kora-kora, tornado, rollercoaster, ontang anting, dan... yang paling penting dan wajib dicoba adalah BIANGLALA.

Namun, tentu saja itu adalah wahana terakhir yang ingin Alana naiki. Ia ingin melihat kerlap kerlip bangunan dan langit malam dari ketinggian.

Jadi, mereka coba menikmati wahana lain dulu.

Wahana pertama yang mereka coba adalah ontang anting. Alana memang sangat merindukan rasanya pergi ke taman bermain. Jadi ia memilih wahana yang cenderung santai dulu.

Di lain sisi, Gavin hanya membiarkan Alana menikmati waktunya. Sejujurnya, tak buruk juga bepergian seperti ini.

Hingga kemudian, setelah menaiki beberapa wahana lainnya, Alana memutuskan untuk naik roller coaster.

"Kamu yakin, Alana?" tanya Gavin memastikan keputusan Alana.

"Yakin lah! Aku tuh lebih berani tau dari keliatannya. Hayoo ngaku ajaa, pasti kamu yg takut kan?" ucap Alana mengejek.

Gavin yg mendengarnya hanya menghela napas. Sejujurnya, ia tak yakin Alana benar-benar berani menaiki wahana itu.

Namun, ucapan Gavin seakan sama sekali tak mengubah keputusan Alana. Ia tetap ingin menaikinya.

Maka, jadilah mereka duduk disini. Wahana roller coaster yang katanya Alana sama sekali tak takut ia naiki.

Awalnya, semua berjalan lancar. Alana masih tersenyum ceria dan tertawa riang. Hingga kemudian, roller coasternya mulai beranjak naik ke titik tertinggi.

Seakan menyadari perubahan wajah Alana yang menjadi tegang, Gavin berkata,

"Kan sudah saya bilang..."

"I-ihh, enak aja! Aku ga takut kok! Liat aja ni-- AAAAAA" ucap Alana terpotong saat keretanya meluncur tajam ke bawah.

Alana teriak sekencang-kencangnya. Jantungnya seakan hampir keluar dari badannya. Wahana ini benar-benar memacu adrenalinnya.

Di lain sisi, bahkan Gavin tak tahu harus bagaimana. Wahana ini tidak menakutkan untuknya.

Hingga kemudian, Alana tanpa sadar menggenggam erat tangannya. Jantung Gavin berdetak kencang. Bukan karena wahananya, tapi karena genggaman Alana yang sangat erat.

Tangannya lembut, jemarinya mungil, terlihat sangat rapuh sampai Gavin ingin terus menjaga dan menggenggamnya.

Sadar akan perasaan anehnya, Gavin mulai bertanya-tanya. Perasaan apakah yang ia rasakan saat bersama Alana?

Ia tak pernah merasakan itu sebelumnya. Perasaan ingin menjaga, perasaan ingin melihat senyum dan tawanya, perasaan tak rela melepasnya.

Semua masih baru untuk Gavin. Memang, bersama Alana membuatnya merasakan emosi yang mungkin sudah lama terkubur jauh dalam dirinya.

Hanya saat bersama Alana, Gavin mampu membuka dirinya perlahan.

Hanya saat bersama Alana, Gavin merasa waktu berjalan lebih cepat dari biasanya. Padahal, ia kira waktu hanya akan berjalan cepat saat ia menyibukkan diri dengan segala peralatan musik dan buku liriknya.

Namun Alana, membuatnya mampu menjalani hari tanpa terasa.

Sejujurnya, Gavin mungkin terlalu menyibukkan diri dengan kehidupan musiknya. Ia terlalu sibuk hingga tak sempat mencoba hal baru.

Namun Alana, memberikan segala hal baru untuknya.

Gavin jadi semakin penasaran pada Alana. Tentangnya yang mampu membuka diri Gavin, tentangnya yang mampu mengajarkan emosi pada Gavin, tentangnya yang mampu membuat waktu berjalan secepat kilat.

Gavin...

Ingin mengetahui semua tentang Alana.

Segala hal tentang Alana,

Kisah hidupnya,

Baik masa lalu maupun masa sekarang,

Gavin ingin mengetahuinya.

Baru kali ini ia benar-benar menginginkan sesuatu. Padahal, orang tuanya pernah berkata...

"Jangan pernah terlalu menginginkan sesuatu, karena kamu akan hancur saat kehilangannya"

Namun, entah kenapa Gavin tak mampu menampik bahwa ia ingin mengenal sosok Alana lebih dalam lagi.

Untuk pertama kalinya, ia melepas emosi terpendamnya.

Alana, benar-benar mampu mengajarkannya banyak hal.

Hal yang tak bisa ia pelajari hanya dengan membaca,

Hal yang hanya bisa ia pelajari dengan merasakannya.

Warna-warna baru mulai bermunculan satu-persatu dalam kehidupan monokromnya.

Sejujurnya, Alana jadi orang pertama yang cukup mengetahui banyak hal tentang Gavin.

Namun sebaliknya, yang Gavin tahu tentang Alana hanyalah bahwa ia adalah gadis manis dan lugu yang hampir selalu ceria.

Tapi sepertinya, bukan hanya Gavin yang ingin mengenal Alana. Karena tanpa ia ketahui, Alana pun juga ingin mengenalnya.

Entah apa yang akan terjadi kedepannya, tapi yang bisa kita pastikan adalah...

Bahwa mereka, mempunyai perasaan yang sama...