Chereads / You're My Serenade / Chapter 12 - Wounds of Past

Chapter 12 - Wounds of Past

- luka masa lalu -

Alana menangis dalam diam di rumah sakit. Ia tak tahu harus bagaimana lagi.

Sudah 12 tahun ayahnya tak kunjung sadarkan diri. Tidak ada satupun hari dimana Alana absen berdoa kepada Tuhan agar ayahnya sadar dari koma.

Namun sepertinya Tuhan belum menjawab doanya. Mungkin ini belum waktu yang tepat.

Ayahnya terbaring koma di rumah sakit, meninggalkan Alana dan mamanya sendirian. Kecelakaan 12 tahun lalu mengubah seluruh hidup Alana dan mamanya.

<< flashback 5 tahun lalu

ㅤㅤ

Gadis kecil berumur 10 tahun sedang asyik menikmati permainan di taman bermain. Ia mencoba berbagai macam wahana layaknya anak kecil pada umumnya.

Tangannya tak pernah lepas dari genggaman mamanya. Ia berlarian kesana kemari, penasaran terhadap segala sesuatu.

Ya, gadis itu adalah Alana.

"Ma, mau es krim!" ucap Alana kecil.

"Yaudah yuk, tapi jangan banyak banyak ya sayang" jawab mamanya.

"Oke!" ujar Alana kemudian berlari sesegera mungkin ke stan es krim.

"Jangan lari-lari, Alana!" teriak mamanya dari kejauhan untuk memperingatkan Alana.

Mamanya hanya bisa tersenyum melihat tingkah anaknya yang sangat aktif. Alana memang sudah penasaran akan banyak hal sejak kecil. Ia gemar mencoba berbagai hal baru.

Setelah membeli es krim, mereka melanjutkan jalan santainya di sekitar area taman bermain.

"Mama, mama! Itu apa?" tanya Alana kecil sembari menunjuk sebuah wahana.

"Itu kora-kora, sayang"

"Aku mau naik!"

"Kamu belum cukup besar untuk menaikki kora-kora Alana. Nanti kalo kamu udah lebih dewasa, baru kita balik kesini dan naik wahana itu ya? "

"Yah! Kalo itu apa ma? Aku mau naik yang terjun muter-muter itu aja!"

"Itu roller coaster, kamu juga belum boleh naik yang itu Alana"

"Ih! Semua ga boleh! Terus apa dong yang aku boleh naikin?"

"Naik itu aja yuk? Mau ga?" ujar mama Alana dengan sabar sembari menunjuk bianglala.

Untung, mamanya adalah wanita yang sangat penyabar. Ia justru senang melihat anaknya yang penasaran akan segala sesuatu. Mamanya tidak pernah memarahi Alana karena selalu banyak bertanya.

"Wahhh! Tinggi banget! Kira-kira aku bisa liat papa ga ya dari sana?"

"Ya engga lah sayang, papa kan lagi di mobil mau jemput kita. Mana bisa keliatan. Nanti kita pulang baru bisa liat papa ya sayang" ucap mamanya dengan sabar.

"Oke maa! Ayok naik itu!" ujar Alana sembari menarik lengan mamanya.

Namun, bukan bianglala namanya jika sepi peminat. Antrian wahana itu sangat panjang.

"Alana, liat deh! Itu rame banget. Kapan-kapan aja yuk mainnya? Sekarang udah sore. Nanti papa jadi harus nungguin kita loh!" ucap mamanya.

Memang, langit sudah mulai menampakkan warna jingganya. Matahari perlahan juga menuruni singgasananya.

"Huaaa! Gamau mama gamauu! Alana mau naik itu! Ayo naik itu mamaaa!" tangis Alana kecil.

Ia sudah terlanjur tertarik pada kincir putar itu.

"Sstt, ssttt! Jangan nangis, Alana. Malu loh diliatin orang-orang!"

"Hiks! Abisnya mama ga ijinin Alana naik itu. Ayo naik itu mamaa! Plis!" rengek Alana memohon agar diijinkan naik itu.

Mamanya menghela napas. Ia memaklumi keinginan anaknya.

"Oke, kita naik itu ya! Tapi Alana janji dulu sama mama, ini wahana terakhir ya yang kita naikin? Papa kan lagi jemput kita, emang kamu tega bikin papa nunggu?"

Papanya hari ini tak bisa menemani mereka. Karena ada pekerjaan mendadak yang mengharuskan papanya untuk bekerja di hari sabtu ini. Tapi ia sudah berjanji akan menjemput Alana dan mamanya sehabis bermain.

"Ga tega! Oke ma! Abis ini kita ke papa!"

"Bener ya sayang? Janji dulu dong!"

"Iya ma! Alana janji!" ucap Alana sembari mengaitkan kelingking ke mamanya.

Alana sangat bersemangat meski saat mengantri di antara sekian banyak orang untuk menaiki bianglala.

Ya, wajar saja. Itu wahana terakhir nya yang paling ia inginkan.

Namun sepertinya, keinginan Alana tak terwujudkan.

Dering telepon mamanya terdengar, menampilkan nomor telepon suaminya.

"Halo? Dengan istri pak Aditya?" ucap seorang pria di ujung sana.

"Iya saya sendiri, ada apa ya? Kenapa handphone suami saya bisa ada di tangan bapak?" tanya mama Alana menyelidik.

"Mohon maaf bu, telah terjadi kecelakaan pada pak Aditya sore ini. Ia sekarang sedang dirujuk ke Rumah Sakit Kasih Abadi. Apa ibu bisa kemari secepat mungkin? Karena kami membutuhkan sanak keluarga yang dapat mengisi data diri dari bapak Aditya" jawab pria itu.

Mamanya terdiam...

Ia berusaha mencerna hal yang baru saja terdengar olehnya.

"... ga.. ga mungkin! GA MUNGKIN! KAMU PASTI BOHONG!" Teriak mamanya sembari meneteskan air mata.

"Maa... Mama kenapa ma?" ujar Alana heran sembari menggoyang-goyangkan tangan mamanya.

"Maaf bu, sekali lagi saya tanyakan. Apakah ibu bisa datang kemari secepat mungkin? Karena kami harus memproses data diri pak Aditya secepat mungkin"

"Sa-saya kesana sekarang pak!" jawab mamanya dengan tersendat-sendat dan terburu-buru.

Mamanya langsung menggendong Alana dan menembus antrian bianglala. Ia tak sanggup menjawab pertanyaan anaknya. Yang ia pikirkan sekarang adalah pergi ke rumah sakit sesegera mungkin.

Dirinya panik dan kalap. Sementara Alana menangis melihat mamanya yang tak karuan.

~

Di rumah sakit...

Dok, saya istri pak Aditya. Suami saya dimana dok? SUAMI SAYA DIMANA!" ujar mamanya panik.

Alana yang melihat kejadian itu hanya bisa menangis. Ia tak tahu akan apa yang telah terjadi.

"Mohon ketenangannya ya bu. Disini rumah sakit. Pak Aditya sedang ada di ruang UGD. Kami membutuhkan data diri pak Aditya supaya bisa segera di operasi"ujar salah satu suster di meja resepsionis sembari menyodorkan kertas.

Mamanya mengisi dokumen itu dengan terburu-buru dan tangan gemetar. Ia hanya ingin melihat keadaan suaminya secepat mungkin.

Setelah seluruh data terisi, papanya langsung dioper menuju ruang operasi. Luka parah memenuhi tubuhnya. Kepalanya bocor, kakinya robek, tangannya patah.

Mamanya hanya bisa tercekat melihat keadaan suaminya itu. Sementara Alana menangis histeris melihat papanya yang terbaring penuh darah dan tak berdaya.

"Maaa! Papa kenapa maa? Papa kenapaaa?!!" rengek Alana.

"Papa... Papa kecelakaan sayang. Kita tunggu disini ya, tunggu papa sadar" ucap mamanya sembari membelai dan memeluk untuk menenangkan Alana.

Dalam hati mamanya, iapun hancur. Ia tak menyangka suaminya menjadi seperti itu. Mata mereka sembab akibat menangis terus-menerus.

8 jam menunggu, akhirnya dokter keluar dari ruang operasi. memberitahu operasinya berjalan dengan sukses. Namun, papanya masih dalam keadaan koma.

Satu sisi, mama Alana merasa lega mendengar operasinya berjalan dengan sukses. Namun saat tahu bahwa suaminya masih dalam keadaan koma, petir seakan menggelegar lagi dalam hatinya.

>> flashback end

Semenjak itu, mereka terus terlilit hutang. Mamanya meminta pinjaman kesana kemari guna untuk melanjutkan biaya perawatan ayahnya yang tak kunjung sadar. Padahal, dulu mereka hidup berkecukupan.

Namun biaya rumah sakit yang terus mengalir mengakibatkan harta benda mereka ikut terkuras.

Mereka harus menjual rumahnya dan mengontrak ke tempat yang lebih kecil. Mamanya harus bekerja siang malam tanpa kenal lelah. Alana juga harus bekerja part-time demi membiayai kuliahnya sendiri sekaligus membantu keuangan keluarganya sedikit demi sedikit.

Setelah semua kerja keras mereka pun, itu masih tak cukup untuk melunasi hutang yang semakin membesar.

Tak jarang debt collector mendatangi rumahnya untuk menagih hutang yang tak kunjung terbayarkan.

Karena suasana rumah yang tak kondusif, mama Alana menyuruhnya pindah ke asrama. Awalnya Alana tak mau karena harus menambah biaya, tapi mamanya bersikukuh agar Alana pindah.

Akhirnya, Alana menuruti mamanya dengan syarat ia sendiri yang akan membayar biaya asramanya.

Kemudian, disinilah Alana pada hari ini. Menjenguk papanya yang masih terbaring koma.

Ia sungguh berharap keluarganya bisa kembali utuh seperti dulu. Namun harapannya tak kunjung terkabulkan hingga sekarang.

Semenjak kecelakaan itu, Alana mulai mencurahkan perasaannya di buku harian. Lalu untuk pelarian akan segala permasalahannya, ia mulai menikmati senja.

Setidaknya, langit jingga membuat perasaan Alana membaik. Ia bisa merasakan sepercik kehangatan dari sinar mentari senja.

Ini, adalah luka masa lalu Alana yang cuma diketahui beberapa orang saja...

Luka yang selalu ditutup-tutupi Alana dengan senyuman manisnya...