Pagi itu juga saat Lita dan pandu masih duduk di kursi panjang yang berada di lorong ICU. Robby datang dengan wajah datarnya. Mengenakan kacamata hitam dan baju serta celana jeans hitam. Tampilan Robby sungguh mengagumkan. Samar samar Lita kembali mengais ingatan tentang wajah Robby.
Lita hanya diam dan terpaku melihat kedatangan Robby. Wajah Lita terlihat panik dan gugup membuat Pandu yang berada di hadapannya menjadi menoleh kebelakang. Pandu melihat Robby yang berjalan dengan angkuhnya dan berhenti tepat di hadapannya.
"Ayo, cepat. Kakek sudah menunggu di mobil." Kata Robby dengan wajah datarnya.
"Iya tuan." Jawab Lita perlahan dan mengangguk.
Lita berdiri dan berpamitan pada Pandu. Pandu yang terlihat bingung lalu berdiri dan memegang tangan Lita yang hendak beranjak pergi.
"Ini, siapa mbak?" Tanya pandu penasaran.
"Ini adalah majikanku Ndu. Aku akan bekerja dengan keluarganya. Mbak titip bude ya Ndu."Ucap Lita sambil menitikan air mata.
Lita merasa sangat sedih dan berat hati untuk meninggalkan ibunya dan juga pandu serta keluarga pak Joko. Namun Lita juga membutuhkan biaya banyak untuk pengobatan ibunya. Lita hanya bisa pasrah mengikuti alur hidupnya.
"Mbak, kalau aku mau menghubungi mbak gimana?" Tanya pandu yang kebingungan dan kaget bukan kepalang karena Lita akan pergi secepat itu.
Lita terdiam dan menunduk sambil menghela nafas panjang. Lita juga bingung karena dia juga tidak punya ponsel. Lita hanya diam dan menggigit bibir bawahnya.
"Ini kartu namaku, kalau kau ada perlu hubungi saja nomor ini." Kata Robby sambil memberikan kartu namanya.
Pandu menerima kartu nama itu dan membacanya.
*Robby Alfiansyah CEO dari PT. xxxxxx
ini kan perusahaan tempatku magang.* Batin Pandu sambil melongok keheranan melihat sosok pimpinan tempatnya magang yang berdiri di hadapannya.
Pandu mengusap usap membersihkan tangannya lalu mengulurkannya untuk menjabat tangan Robby.
"Perkenalkan pak, aku Pandu. Kebetulan aku sekarang sedang magang di perusahaan bapak." Kata pandu antusias sambil mengulurkan tangannya.
"Hem, ya." jawab Robby tanpa membalas uluran tangan Pandu dan pergi begitu saja.
"Kamu, cepatlah. Aku sibuk!" ujar Robby yang berjalan dengan sombongnya.
Pandu seperti kecewa dan murung dengan perlakuan Robby yang begitu sombongnya. Lita memeluk pandu lagi untuk berpamitan.
*Cih, sombongnya. Tapi wajar sih, dia orang kaya. Sedangkan aku hanya rakyat jelata.* Batin pandu sambil menatap kosong telapak tangannya.
"Ndu, mbak pamit ya. Doakan semoga mbak betah kerja disana." Ucap Lita sambil memeluk dan mengusap usap punggung pandu.
Pelukan Lita mampu melipur lara karena kecewa yang dialami Pandu barusan. Seketika senyum khasnya menyeringai.
"Iya mbak. Udah sana cepetan nanti kena marah lagi." Kata pandu sambil melepas pelukan dari Lita.
Pandu melihat Lita berlari mengekori Robby. Semakin lama semakin jauh, semakin menghilang juga sosok Lita dati pandanganya. Seperti ada ruang hampa di relung hati Pandu. Seperti ada yang hilang dan membuatnya murung seketika.
"kamu itu pakai sihir apa sih? sampai kakek sebegitu sayangnya sama kamu?" Tandas Robby tanpa basa basi sambil memainkan ponselnya.
Robby berjalan menuju parkiran mobil. Disana berjejer banyak mobil. Tapi, Robby tidak mendekati satu mobil pun. Robby hanya berdiri di bawah pohon sambil memainkan ponselnya. Sementara Lita hanya bisa mengekori setiap gerak Robby.
"Aku tidak memakai sihir atau apapun tuan. Itu tidak di perbolehkan dalam agama kita." Jawab Lita lirih sambil melirik Robby.
"Ah, sudahlah. terserah kalian. Protesku juga tidak ada gunanya." kata Robby sambil menelfon seseorang.
Datanglah mobil sedan berwarna merah menghampiri Robby. Robby langsung masuk kedalam mobil dan Lita juga mengekorinya.
"Kamu kenapa mengikutiku? ini kunci mobil, kamu bawa sendiri. Aku ada urusan lain!" Kata Robby dengan raut wajah masamnya.
Lita hanya berdiri mematung menerima kunci mobil yang sekarang ada di genggamnya. Lita bingung sekali harus berbuat apa. Sedangkan Robby sudah melesat secepat kilat. Lita masih berdiri menatap kepergian Robby. Lita menoleh kekanan dan kiri melihat sekeliling.
*Apa yang harus aku perbuat sekarang? Kunci mobil, jangankan mobil. Motor pun aku tidak bisa mengendarainya. Aku harus bagimana? aku ingin menghubungi kakek, tapi aku juga tidak punya ponsel. Sekarang aku harus gimana?*
*Mobil sebanyak ini? mana aku tahu yang mana mobil tuan Robby. Masuk kedalam lagi sudah tidak mungkin. Aku harus bagaimana? Minta tolong untuk menghubungi kakek pada resepsionis, aku rasa mereka tidak akan percaya melihat penampilanku yang seperti gembel ini.*
"Hiks hiks hiks." Lita menangis sambil berjongkok karena bingung dan tak tau harus berbuat apa.
"Nona Lita, Kakek mencari anda." Ucap seorang laki laki dengan setelan jas hitam dan sepatunya yang mengkilap.
Lita melihat dari bawah, dari sepasang sepatu yang mengkilap itu lalu naik hingga ke wajah laki laki itu. Perawakannya tegap dan tampan. Lita mengerjakan mata untuk meyakinkan pandangannya.
"Apa, kakek? kamu siapa?" Tanya Lita polos.
"Iya nona. Tuan Agus meminta saya untuk memanggil nona. Tuan Agus ada di mobil di seberang jalan." Ucap Leo lembut sambil menunjuk ke arah mobil kakek.
"Sebentar, lalu mobil tuan Robby?" Kata Lita sambil menunjukkan kuncinya kepada Leo.
"Serahkan kepada saya nona, biar saya yang mengurusnya." Kata Leo sambil meminta kunci mobil Robby.
Lita berjalan di depan Leo. Sampailah mereka di mobil kakek. Kakek tersenyum lalu membuka jendela mobilnya. Tatapan kakek sungguh hangat dan teduh membuat Lita merasa tenang dan nyaman. Lita membalas senyum kakek lalu mulai masuk dan duduk di sebelah kakek.
"Kenapa, Robby meninggalkanmu?" tanya kakek sambil menatap Lita yang terlihat berkeringat dan kepanasan.
"Iya kek, ada urusan penting katanya. Aku di suruh membawa mobilnya. Tapi aku tidak bisa bawa mobil." Jawab Lita polos.
*Anak ini dia terlalu baik dan selalu jujur. Semoga dia mampu mengubah Robby untuk jadi lebih bertanggung jawab dan bersikap baik.* Batin kakek sambil tersenyum membalas senyum Lita.
Sampailah mereka di sebuah apartemen. Lita keheranan memandang sekeliling terlihat indah dan mewah. Beberapa kali Lita menelan ludahnya. Lita sangat takjub dengan apa yang di lihatnya untuk pertama kalinya.
"Masuklah, nona." Kata Leo mempersilahkan Lita.
Lita melihat kakek dan kakek membalas dengan anggukan seperti memberi ijin dan mempersilakan Lita untuk masuk. Lita terlihat kikuk dan melepas sandal jepitnya di pintu luar apartemen. Kakek tertawa melihat tingkah Lita.
"Lita, bawa masuk saja sandalnya. Taruh di lemari ini, dan pakai sandal rumah ini." Kata kakek Agus sambil tertawa dan mengambilkan sendal rumah untuk Lita.
"Maaf kek, aku gugup sekali. Ini pertama kalinya aku memasuki rumah sebagus ini." Kata Lita dengan senyum gugupnya.
"Ini menjadi hunianmu sekarang dan selama kamu menjadi istri dari Robby. Baju, tas, sepatu, heels dan dapur beserta isinya sudah kakek lengkapi. Jadilah dirimu yang baru. Besok akan datang seorang guru yang akan mengajarkan attitude dan manner." Kata kakek.
"Dan untuk setiap sudut rumah ini. kamu tanyakan kepada Leo . Mulai sekarang Leo akan menjadi sopir pribadi dan sekaligus pengawal mu. Kamu juga harus belajar mengemudi motor dan mobil dari leo" Kata kakek sambil menepuk pundak Leo.
"Kakek pergi dulu ya. Sudah di tunggu rekan bisnis. Kamu beristirahatlah biar Leo disini menemanimu." Kata kakek Agus sambil tersenyum simpul pada Lita.
"Dan ini, uang sakumu." Kata kakek Agus sambil memberikan amplop coklat berisi sejumlah uang.
Lita hanya bisa diam pasrah menerima semua pemberian kakek Agus. Kakek Agus pergi di jemput oleh seseorang lagi. Leo mengantarkan kakek Agus hingga ke lobby apartemen. Lita masih saja terheran heran menyusuri setiap ruangan yang mewah itu.
"Leo, kamu jalankan tugasmu mulai hari ini. Aku percaya pada kemampuanmu menakhlukkan wanita. Jangan kecewakan aku. Buat Robby merasa tersisih akan kehadiranmu." Kata kakek Agus sambil naik mobil.
Leo hanya mengangguk penuh keyakinan.
"Ini awal perubahan baruku. ini perubahan besar, aku harus sebisa mungkin untuk tidak mengecewakan kakek Agus." Gumam Lita sambil menatap dirinya di cermin.