sejak hubungannya dengan Revan terisi oleh perdebatan dan perdebatan, Laura memilih tak menemui Revan meski Revan selalu memaksa untuk bertemu.
Laura juga enggan menerima kontak dari Revan, Laura hanya ingin diam sendiri tanpa siapa pun.
"udahlah Laura, jangan terus-terusan seperti ini gak baik tahu"
Laura hanya menggeleng tak peduli dengan ucapan Fitri, Laura merasa pusing karena sejak datang ke warung Fitri terus saja menceramahinya tentang hubungannya dengan Revan.
"ya udah terserah kamu aja, aku cuma ingetin ya jangan sampai kamu menyesal hanya karena keras kepala kamu aja nanti kamu kehilangan cinta kamu"
"sssss....
Laura menatap Fitri dengan kesal, seperti tak ada pembahasan lain sampai harus membahas Revan terus menerus.
"Laura sebaiknya kamu hentikan kegiatan mu dan segera rapikan penampilan mu, Revan menunggu mu diluar"
"haah.....
"udahlah, setiap hari kan memang seperti itu, aku yakin sekarang pasti udah ada disana, udah sana temui dulu selesaikan masalahnya biar masakannya nanti tambah enak"
"emmm....
Laura mengangkat sendok dan hendak memukulkannya pada Fitri, tapi dengan berusaha tenang Laura menyimpannya kembali dan berlalu meninggalkan Fitri
"huuuh cinta tapi pura-pura, gimana bisa bersama kalau gitu terus"
Laura melihat dari pintu, sosok Revan memang berdiri di luar sana, Laura merasa begitu malas untuk menemui Revan.
Setiap hari Revan seperti itu, kenapa sampai seperti itu dia yang awal mencari masalah harusnya pergi saja.
"kamu masih akan menghindar"
Laura menghentikan niatnya untuk kembali ke dapur saat mendengar suara Revan, Laura enggan untuk berbalik sehingga Laura hanya diam tak bergeming.
"kamu menghalangi orang yang akan makan diwarung mu"
Laura berbalik dan tersenyum saat melihat pelanggannya yang diam dibelakangnya, Laura menunduk sekilas dan mempersilahkannya untuk masuk.
"sudah cukup untuk semuanya"
Laura mengernyit melihat Revan yang sudah berada tepat dihadapannya, Revan membawanya ke mobil untuk beberapa saat mereka sama-sama terdiam.
Jarak yang ada diantara mereka beberapa waktu belakangan mampu membuat mereka canggung saat bersama.
"aku mau tanya.....
Laura dengan cepat mengangkat tangannya meminta Revan untuk diam, Laura tahu apa yang akan ditanyakan Revan dan Laura sudah tak memperdulikan semua itu apa yang ada difikiran Revan tak kan lagi dipedulikannya.
"untuk terakhir kali beri tahu aku siapa lelaki itu yang sering kamu temui"
Laura mendelik kesal, Revan benar-benar berubah menjadi sangat memuakan.
Laura benar-benar tak ingin lagi berbicara dengannya.
"aku mohon Laura"
Laura mengeluarkan ponselnya dan memainkannya, beberapa saat kemudian memberikannya kepada Revan, layar ponsel Laura menunjukan foto dirinya bersama Ervan.
Revan menyipitkan matanya untuk meyakinkan apa yang dilihatnya.
"Ervan"
"haah....
Laura merebut kembali ponselnya dan menuliskan sesuatu disana untuk dibaca Revan.
"dia yang selalu datang menemui ku saat kamu gak ada, dia selalu makan disini setiap kali istirahat kantor, apa aku berselingkuh dengannya, apa alasannya aku harus melakukannya"
Revan terdiam menatap Laura setelah membaca tulisan yang Laura berikan.
"aku akan bertanya pada Ervan"
"emmm....
Laura mengangkat bahunya tak peduli dan merebut ponselnya, rasanya percuma bicara sama Revan karena sekarang tak ada lagi kepercayaan untuk dirinya.
"kamu mau kemana"
"aaahh....
Laura menunjuk warungnya dan membuka pintu mobil tapi Revan menahannya, Revan tak ingin lagi Laura menghindarinya.
Mungkin benar selama ini Revan terlalu berlebihan mengekspresikan rasa sayangnya pada Laura, sampai-sampai Revan mencurigai Laura karena rasa takutnya akan kehilangan untuk kesekian kalinya.
---
Ervan tersenyum melihat Revan membawa Laura ke rumahnya, setelah sekian lama akhirnya gadis itu kembali memasuki rumahnya tapi sayang Angga sang ayah tak ada di rumah.
"kalian sudah berbaikan"
Ervan sengaja menghampiri keduanya yang sedang berbincang diruang tengah, Revan bangkit dan sesaat menatap Laura yang diam tanpa ekspresi.
"kenapa, masih membisu"
"aku mau tanya, apa benar selama aku di Makassar kamu sering makan di warung Laura di jam istirahat"
Laura melirik Ervan yang terdiam menatapnya, Laura akan memberinya pelajaran jika saja berbicara diluar fakta.
"kenapa diam, itu benar atau tidak"
"ada masalah aku makan disana, lagian kan bayar juga"
"jadi benar"
"memang benar, terus kenapa"
"aku cuma memastikan saja"
"dia yang mengatakan pada mu"
Revan mengangguk, Ervan tersenyum ke arah Laura ingin sekali Ervan memberi tahu Revan tentang Laura bersama lelaki lain waktu itu.
"ada apa"
"oh tidak, tidak ada aku hanya ingin bertanya juga sama kamu"
"bertanya apa"
"berapa kali wanita ini menyebut nama mu"
Laura dan Revan mengernyit mendengar pertanyaan Ervan.
"apa maksudnya"
"tidak tidak, lupakan aku bersalah telah bertanya seperti itu, tapi aku cuma penasaran mungkin saja dia pernah keceplosan menyebut nama mu"
"apa ini Ervan, kau sendiri tahu Laura....
"dia tunawicara, aku tahu, tapi satu hal yang kamu gak tahu dari dia"
"apa"
"jika sebenarnya dia.....
Ervan terdiam saat Laura bangkit dari duduknya, tatapannya tajam pada Ervan.
Dua hal itu membuat Revan kembali berfikir diluar keharusan, masalah apa lagi yang akan datang pada hubungannya dengan Laura.
"sudahlah, aku buru-buru Riana sudah lama menunggu ku"
"selesaikan kalimat mu"
"aku akan meyakinkannya dulu setelah itu akan ku beri tahu pada mu"
Ervan berlalu meninggalkan keduanya, Laura tampak bernafas lega karena Ervan telah pergi tapi Revan benar-benar tak bisa menganggap itu sebuah candaan.
"apa yang dia maksud"
Laura menggeleng dan kembali duduk, Revan memejamkan matanya sesaat dan turut kembali duduk.
"kalian sudah makan, makan dulu sana ini udah lewat jam makan kalian cuma diam disini dari tadi"
Laura tersenyum dan menggangguk, Laura merasa lega Riska datang menghampirinya dengan begitu Revan tak akan lagi bertanya ini itu.
"gimana sekarang, lebih lega kan udah barengan lagi"
Laura dan Revan saling lirik untuk sesaat, Laura kembali tersenyum pada Riska.
"papah mana, masih belum pulang"
"belum, katanya masih banyak urusan"
"kenapa gak suruh Ervan aja"
"itu keinginan papah kamu, biar saja kan masih bisa lain waktu"
"tetap aja, bukannya lebih cepat lebih baik, lagian susah juga kan gak bisa dianggap enteng"
"berjuang kok kaya ga ikhlas gitu, sambil menunggu kesempatan sambil berdoa supaya nanti saat kesempatan datang semua berjalan dengan harapan"
Riska menggenggam tangan Revan dan Laura, Laura mampu memikat hati Riska dengan segala perhatian dan kelembutannya.
Ketiganya asyik mengobrol keakraban Laura dan Riska sangat memudahkan untuk mereka berkomunika dengan baik, Laura merasa nyaman dengan Riska begitu juga sebaliknya.
Revan lebih sering diam menyimak keduanya, Revan memperhatikan Laura yang begitu dekat dengan mamahnya, Revan senang dengan hal itu dan Revan berharap bisa membuat Laura sedekat itu dengan papahnya meski entah kapan waktunya.