Aksa masih duduk bengong di meja restoran saat Daniel datang mendekati. Awalnya Daniel datang ke dalam restoran hanya ingin melihat dari jauh pertemuan dua orang itu. Tapi setelah yang dilihat hanya Aksa duduk seorang dengan tatapan melankolis melihat piring kosong di depannya membuat Daniel menghampirinya.
"Kok dia udah pergi aja setelah menghabiskan satu menu pasta di sini?" oceh Daniel menyangka Hana sudah pergi setelah makan.
"Dia tidak datang," jawab Aksa lesu.
"Apa? Kenapa dia tidak datang. Terus yang makan barusan tadi di sini siapa?" tanya Daniel heran.
"Manajernya Hana yang datang."
"Manajer, hhmm - jangan bilang kalau wanita cantik seksi yang keluar barusan adalah manajernya Hana?"
"Iya, wanita berambut sebahu dan memakai gaun hitam tadi adalah manajernya."
"Pantas saja aku pernah bertemu dengannya di lokasi syuting dulu."
"Kau pernah bertemu dengannya?" tanya Aksa pada Daniel.
"Ya waktu kita pertama datang ke lokasi syuting. Aku bertemu dengannya."
Aksa kemudian terlihat memikirkan sesuatu.
"Apa yang terjadi. Apa dia mengatakan sesuatu tentang Hana?" Daniel menjadi penasaran.
"Entahlah, aku rasa aku tidak paham maksudnya apa. Hanya saja sepertinya memang Hana berniat untuk menghindari sampai saat ini."
"Berarti liburan satu mingguku gagal dong." Daniel menjadi ikutan melankolis. Padahal dia sudah membuat daftar hal-hal yang ingin dia lakukan selama satu minggu.
"Maaf kalau batal. Dan aku malah mau memberimu tugas baru."
Aksa kemudian beranjak dari tempat duduknya lalu melangkah pergi dari restoran itu dengan segala macam perasaan dan pikiran.
Sementara Daniel buru-buru menyusul setelah sebelumnya dia membayar semua makanan dan minuman tadi.
Di mobil, Aksa nampak termenung seolah dia sedang bersemedi mencari wangsit. Daniel tidak mau menganggu suasana hati Aksa yang sedang melow itu. Tanpa banyak bicara dia pun menyuruh supir untuk segera berangkat kembali ke hotel mereka menginap.
****
Sampai di depan pintu hotel Aksa kemudian memandang Daniel yang sedang sama juga melamun karena gagal liburan.
"Kenapa kamu melihatku seperti itu?" tanya Daniel heran.
"Apa kau mau menemaniku malam ini di kamar?" tanya Aksa.
"What. Ka-kau ... jangan bilang kalau kau sudah berubah haluan Pak?" tanya Daniel sambil menyilangkan tangan di depan tubuhnya seolah sedang melindungi tubuhnya dari serigala yang lapar. Dia takut karena gara-gara penolakan Hana, pikiran Aksa jadi mulai melantur.
"Apa yang kau pikirkan Daniel?" tanya Aksa sedikit melotot melihat tingkah Daniel yang berlebihan.
"Kenapa aku harus menemanimu tidur?" tanya Daniel gelagapan sedikit takut sekaligus cemas dengan kondisi mental Aksa yang terlihat Daniel sedang labil itu.
"Jangan aneh-aneh, aku hanya meminta kau temani aku mengobrol karena aku pasti tidak bisa tidur. Dan aku paling tidak bisa kalau sedang tidak bisa tidur sendirian. Dan ... astaga ... apa tadi kau bilang? Berubah haluan. Aku masih normal dan kalaupun harus, aku ini orangnya pilih-pilih, tidak mungkin kau lah." Aksa mencak-mencak karena disalahartikan oleh Daniel.
"Aku kan cemas kalau kau jadi ...."
"Aku tidak sedepresi itu kali Niel. Aku masih suka dengan dua lingkaran dan satu segitiga. Dan sudahlah tolong carikan aku obat tidur saja kalau kau tidak mau menemaniku." Aksa kemudian membuka pintu kamarnya dan menutupnya dengan bantingan keras.
"Astaga, dia marah. Dan apa tadi lingkaran, segitiga. Apa-apaan. Apa dia sekarang jadi terobsesi dengan Geometri Matematika?" sungut Daniel polos yang tak tahu lingkaran dan segitiga itu apa.
***
Intan memandang wajah Hana yang sedang menunggu penjelasan dan ceritanya setelah menemui Aksa tadi.
"Apa kau penasaran. Kau terlihat tidak tenang?" kata Intan dengan tatapan dinginnya.
"Cepat katakan Kak. Apa yang dia katakan?" tanya Hana penasaran.
"Dia tidak mengatakan apa-apa. Tapi dia terlihat kecewa."
"Kau jangan khawatir, dia tidak akan muncul lagi dan menganggumu."
"Benarkah?" Hana malah terlihat sedih alih-alih tenang mendengar kabar itu.
"Kau sedih?"
"Ah tidak Kak. Aku tenang karena dia tidak akan muncul lagi saat aku syuting. Dan sepertinya dia juga bukan berniat menemuiku. Dia hanya ingin bertemu dengan mantan pacarnya itu."
"Sudahlah. Fokuslah pada film itu. Kau kan ingin membuktikan sesuatu kan pada Aksa, Arabella dan Sarah. Berjuanglah!"
Hana mengangguk dan tersenyum meski senyumannya hanya dibalas dengan tatapan dingin Intan.
"Oh ya Kak. Kakak tahu banyak tentang aku. Tapi aku tidak tahu banyak hal tentang Kakak. Dan tak pernah menceritakannya. Padahal kita sudah bertahun-tahun tinggal bersama."
"Tidak ada yang menarik yang harus diceritakan. Aku malah punya cerita pahit dan buruk. Kalau diceritakan itu malah menambah suasana kelam di rumah ini. Aku mau tidur dulu." Intan kemudian beranjak dari sofa dan menuju kamarnya.
Hana hanya menatap penasaran punggung Intan yang sedang berjalan menuju kamarnya. Dia ingin tahu banyak, kenapa wajah Intan selalu terlihat dingin dan tanpa ekspresi. Apakah dia tidak punya emosi di hatinya. Lazimnya, orang memiliki beberapa emosi; bahagia, sedih, marah, takut, cemas, dan lain sebagainya. Namun selama ini Hana hanya melihat dua ekspresi emosi di wajah Intan. Yaitu ekspresi dingin dan datar.
Intan tidak pernah menceritakan siapa dan darimana dirinya. Dan setahu Hana, Intan hanya Asisten Ibu Rika yang ditugaskan untuk menjaga dan menemaninya.
Dan Hana merasa beruntung karena Intan banyak membantu dirinnya. Menjadi guru les Bahasa Inggris dan Mandarin, mengajarinya sedikit tentang fashion. Bahkan mengajarinya menyetir mobil. Keterampilan Intan yang banyak membuat Hana berpikir kalau Intan bukan orang biasa.
Karena terlihat dari penampilan dan gaya hidup Intan, Hana berpikir kalau dia itu adalah seorang keturunan konglomerat. Bahkan Intan melihat koleksi baju dan tas Intan yang Hana tahu beberapa diantaranya adalah barang branded semua. Kadang Hana penasaran memangnya Ibu Rika menggaji Intan seberapa besar sampai-sampai Intan mempunyai barang-barang mahal seperti itu.
Tapi setiap dia hendak ingin tahu tentang banyak hal Intan, dia selalu pintar mengalihkan pembicaraan. Dan Hana pun kadang berhenti sendiri rasa penasarannya karena yang terpenting baginya sekarang adalah ada Intan yang selalu setia setiap saat menjaga dan melindunginya.
***
Meski sedih karena rupanya Aksa tak akan muncul lagi, Hana harus kembali fokus dengan tujuannya menjadi aktris.
Sebenarnya dia juga ingin menemui Aksa, tapi hatinya takut goyah kembali dan akan membuat perasaaannya bersemi kembali. Dan itu akan menganggunya di saat dia ingin membuat hidupnya lebih baik.
Sudah malam dan Hana tidak bisa tidur, dia terus saja memikirkan Aksa. Sebuah melodi kerinduan mengalir lembut di hatinya. Hana perlahan menabungnya di celengan rindu yang sudah dia siapkan. Suatu saat dia yakin akan memecahkannya bersama nanti dengan Aksa.
Bersambung ...