Mia tersenyum mendudukkan diri di samping Nathalie yang tengah mengamati Adyatma bersaudara di ruang tengah, "Nathalie ya?"
"Eh iya kak,"
"Kenalin Mia, semester 4 kedokteran," pacar Mas Yudhis itu tersenyum cantik.
"Nathalie masih kelas 11 hehe,"
"Aduh cantik banget," Mia nyaris memekik, Nathalie begitu cantik di matanya, "Itu kamu ada keturunan bule apa gimana Nath?"
"Waduh enggak kak. Mama asli Cirebon. Papa asli Bandung,"
"Tapi kok bisa kaya bule gini sih. Cantik banget, insecure aku,"
"Insecure insecure," dari jauh Manda menyahut, lengkap dengan wajahnya yang mengesalkan, "Hai kenalin Manda kedokteran semester 4,"
"Salam kenal Nathalie ya kak," Nathalie tersenyum ramah, menjabat tangan Amanda tanpa ragu.
"Pantesan Abim sering cerita adeknya bucin parah, yang di bucinin Nathalie Agnesia," Manda bergumam namun masih dapat di dengar oleh dua gadis di sampingnya.
"Kakak tau aku?"
"Ya taulah kamu beauty vlogger itu kan? Selebgram juga. Siapa yang nggak kenal sih?" pacar Mas Abim itu terkekeh, "Anak anak jurusanku banyak yang mau deketin kamu loh,"
Nathalie meringis canggung, gadis itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Rencana mau masuk univ mana Nath?" Mia segera membelokkan topik menyadari kecanggungan yang melanda ketiganya.
"Belum tau kak. Tapi pengennya sih masuk kedokteran juga,"
Manda segera menoleh, "Loh kamu nggak mau lanjut jadi model?"
"Model cuma sampingan sih kak. Tapi emang dari dulu pengennya masuk kedokteran. Tapi nggak tau juga, aku nggak sepinter itu soalnya,"
"Aku nggak sepinter itu loh," Mia tersenyum, "Tapi beruntung aja masuk kedokteran. Saranku sih ambil yang sesuai passion aja Nath. Kalo di paksain bisa ribet nanti waktu skripsian,"
"Iya kak. Mama juga nggak masalah kok aku mau masuk jurusan apa aja. Kalau aku seneng mama pasti dukung,"
"Iya seharusnya kaya gitu. Tapi masih nggak habis pikir sama Mas Yudhis sih," Mia bergumam, "Masa dia anak akutansi tiba tiba kuliah ambil Arsitektur,"
Nathalie melongo sesaat, perpaduan macam apa itu.
"Abim juga iya sih, dia lulusan STM sekarang malah masuk hukum,"
"Hah?" Nathalie semakin di buat melongo oleh ucapan Amanda, "Kok bisa?"
Mia segera mengangguk, "Nggak tau, paling parah sih si Juna, dia lulusan IPS sekarang jadi kedokteran,"
"Kata Abim Aksara mau masuk kedinasan,"
Nathalie total melongo, tidak habis pikir, "Kalo mau masuk kedinasan kenapa SMA nya masuk MIPA?"
"Mereka emang gitu sih," balas Manda sembari mengangguk-angguk, "Kalo nggak nanti Aksa malah masuk tata boga,"
Nathalie terkesiap, menatap perempuan yang beberapa tahun lebih tua darinya itu horor. Ia masih ingat betul ketika saat ia dan Aksara masih duduk di tingkat pertama sekolah menengah atas. Saat pelajaran wirausaha yang mengharuskan setiap siswa memasak makanan untuk dipasarkan. Saat itu Aksara hendak membuat kentang goreng, menggunakan bahan instan tentu saja.
Namun bahkan sebelum mulai menggoreng kentangnya, pemuda itu berhasil meledakkan kompor beserta wajan dan minyak di atasnya. Mengingatnya cukup membuat Nathalie bergidik, "Jangan sampe Aksa masuk tata boga deh kak. Yang ada gedungnya meledak tiap praktek," lirih gadis itu.
"Nath,"
Sang empunya nama menoleh, mendapati Aksara dengan pakaiannya yang berantakan berjalan mendekati mereka, "Kenapa? Kok kaya gelandangan gitu?"
"Mas Abim sama Arjuna tuh," decaknya di lengkapi dengan wajah suram khas Aksara.
Nathalie terkekeh kecil melihat itu, "Kasian,"
***
Ibuk duduk di sofa ruang tengah dengan Nathalie di sampingnya, masih setia menduduki kursi roda.
"Sarah itu manja," ibuk membuka percakapan, membuka album foto di pangkuannya, "Ini waktu dia masih belajar jalan," wanita itu menunjuk sebuah foto di mana seorang balita tengah tertunduk dengan wajah sembabnya. Menggemaskan, Nathalie tidak bisa untuk tidak menggigit bibir bawahnya.
"Aksa dari kecil mukanya nggak berubah ya buk,"
"Iya, masih kaya bayi," ibuk tersenyum tulus, "Tapi sebenernya, Sarah yang paling dewasa diantara kakak kakaknya,"
Nathalie menatap wajah ayu milik ibuk yang masih bersinar di usianya yang tidak bisa lagi di bilang muda. Pantas saja Adyatma bersaudara mempunyai visual yang tidak di ragukan, rupanya orang tua mereka pula mempunyai wajah yang tidak main main. Terlebih ibuk dengan wajah asianya yang khas.
"Sarah itu bungsu. Tugas anak bungsu itu mengamati. Dan Sarah itu pengamat yang baik. Dia nggak hanya mengamati, tapi menyaring, mengevaluasi dan mengambil kesimpulan. Terlepas dari otaknya yang kadang lemot kalau di suruh mikir,"
Nathalie terkekeh mendengar kalimat terakhir ibuk, gadis itu menunduk untuk menatap foto yang lain. Matanya terpaku pada sosok bayi yang masih tampak kemerahan, dengan warna pink yang mendominasi pakaian yang dikenakannya.
Mata Nathalie mengerjab, "Aksa punya kakak perempuan buk?" tanyanya hati hati.
Tawa ibuk lepas saat itu juga, "Anak ibuk dan abah cuma 4, laki-laki semua. Dia Sarah. Dulu keluarga besar ngiranya Aksa itu cewek sesuai sama USG terakhir. Eh lahirnya cowok ternyata. Ya udah pink semua. Nggak sempet mau ganti,"
Gadis itu tampak menahan tawanya agar tidak menyembur, "Tapi kenapa Aksa sekarang manly banget ya buk,"
"Namanya juga anak laki-laki. Sok sokan mau manly biar di kata idaman," ibuk berdecak kecil, "Tapi ya gitu anaknya diem diem doang. Kalo ada apa apa nggak pernah bilang. Terlebih kalau lagi sakit tuh, kalau nggak pingsan juga nggak ada orang yang tau,"
"Aksa emang setertutup itu ya buk?"
"Nggak tertutup sebenernya. Cuma dia tuh overthinking aja bawaannya. Takut ngerepotin katanya. Tapi kadang kepedan juga anaknya,"
Nathalie tersenyum lembut, kembali menunduk untuk menatap jajaran potret dalam album foto di pangkuan ibuk, "Aksa sama kakak-kakaknya selisihnya sedikit ya buk?"
"Iya, jaman dulu juga nggak masalah loh kalo anaknya banyak selisihnya setahun dua tahun,"
"Kalau sekarang nggak boleh ya buk?"
"Iya kalo sekarang nggak boleh. Masa masa ibuk hamil dulu juga kayanya nggak boleh, tapi ya gimana udah terlanjur hamil,"
Gadis itu tertawa jenaka, matanya melengkung cantik seperti bulan sabit dan bibirnya tersenyum lebar menampakkan deretan giginya yang rapi.
"Kamu sendiri gimana? Punya saudara ndak?"
"Enggak buk. Nath anak tunggal, di rumah sama mama doang soalnya papa sama mama udah cerai hehe,"
Ibuk tersenyum penuh simpatik, mengusap sayang rambut panjang Nathalie, "Setiap masalah pasti ada hikmahnya nduk. Yang sabar ya,"
"Iya buk,"
"Di saat kamu punya alasan buat bersedih, ingat masih ada ribuan alasan buat kamu tersenyum,"
"Iya buk. Nathalie sekarang udah sadar, hidup bukan cuma berputar dalan kesehidan. Ada saatnya kita bangkit, mencari kebahagiaan tuhan,"
Ibuk masih setia tersenyum, tangannya menggenggam tangan Nathalie dengan ibu jarinya mengusap punggung tangan gadis itu, "Kamu tau sesuatu yang lebih menyakitkan dari apapun?" Nathalie menggeleng pelan sebagai jawaban, "Takdir, takdir yang paling menyakitkan. Kejam, dan tak terbantahkan,"
Yang lebih muda menunduk, meremat pakaiannya yang ia gunakan, air matanya menetes tanpa sadar, "Musuh terbesarnya adalah takdir. Nathalie benci takdir,"
"Menangis bukan alasan untuk seseorang menjadi lemah, kadang menangis itu memang perlu nduk. Keluarkan saja,"