Seorang gadis manis berumur 15 tahun, Mawaru Yoshioka yang baru saja keluar dari bandara sibuk mencari kendaraan di depan area sekitaran bandara.
Kemudian Ia menemukan sebuah taksi yang sudi berhenti di depannya dan sopir taksi itu bertanya "Ke mana nona akan pergi?"
"Higashiyodogawa-ku, Chome xx-xx-xxx Aikawa." Ia sibuk mendikte alamat sementara pak sopir taksi mendengarkan dengan seksama, tapi ....
"Maaf, alamat ini terlalu jauh untuk di tempuh." Jawaban pak sopir taksi membuat dirinya begitu kecewa.
"Eh." Sepatah kata lesu yang ia ucapkan di hadapan pak taksi itu dengan raut muka putus asa seakan-akan dirinya merasa "Apa ini modus penipuan?" terus berpikir mungkin hanya akal-akalan pria misterius itu meski dirinya ingin menyangkalnya karena orang itu begitu baik padanya.
"Saat ini nona berada di Ikeda, sementara alamat yang nona tuju ada di Kota Osaka." Jelasnya.
"Bukannya di sini juga Osaka?" Mawaru menyangkalnya layaknya seperti turis asing yang baru saja bepergian ke negara ini.
"Begini nona, ini adalah Ikeda, memang benar berada di Osaka tapi bukan kota Osaka melainkan berada di kota Toyonaka yang letaknya di prefektur Osaka.
"...." Seketika Mawaru terdiam.
"Tidak mungkin!" gumamnya pelan sambil memalingkan pandangan, kemudian dia melangkah menjauhi taksi lalu duduk di bangku yang disediakan di sudut teras bandara layaknya menanti seseorang.
Kemudian Ia mengeluarkan ponselnya hendak ingin mengirim pesan dan menatap layar ponsel itu dengan muka penuh kesedihan dihatinya.
Pak sopir taksi tak tega melihatnya, gadis manis yang duduk resah sendirian yang tak tahu arah tujuannya. Kemudian pak sopir membuka pintu taksi, beranjak dari mobil dan berjalan menghampirinya.
"Nona, maukah Anda menumpangi taksi saya?" Tawarnya.
"Ta-tapi!?" Mawaru memandangnya dengan penuh keraguan karena alamat yang dituju dirasa cukup jauh.
"Tenang saja, saya hanya akan mengantarkan Anda ke stasiun terdekat."
"...." Mawaru masih berpikir dan menimbang perkataannya dengan begitu ragu, pasalnya ia merasa sudah dibohongi oleh orang yang menolongnya.
"Anda tidak sedang berbohong, kan?"
Seketika pak taksi itu memandang Mawaru dengan tatapan sinis, kemudian menghela napas "Hah~ untuk apa aku melakukan hal itu? Kalau aku berbohong, mana mungkin aku mengantar orang ke tempat yang ingin mereka tuju." Bualnya di hadapan Mawaru sambil melepas topi taksi yang ia gunakan karena sedikit gerah lalu mengipas-ngipaskan ke depan dadanya.
Wajah Mawaru tersipu dan memerah begitu melihat sopir taksi itu tanpa topi. Ia memandangnya tercengang dan berpikir "Cukup ganteng juga orang ini."
Mawaru beranjak dari bangku, memasukkan ponselnya ke saku bajunya. "Ba-baiklah, aku bersedia ...." Sambil mengedipkan mata melirik kanan kiri dan memainkan jarinya, gadis manis ini menjadi gugup karena melihat ketampanan sopir taksi di depannya.
Kemudian sopir taksi itu mengulurkan tangan di hadapannya "Ayo!" berharap sang gadis membalas uluran tangan itu.
Karena dirasa kedua tangannya mulai kaku yang sedari tadi menggeret koper besarnya, Mawaru mengulurkan tangan secara gugup dan gemetaran.
Namun, yang sopir taksi raih bukan tangan Mawaru melainkan koper yang ia pegang.
Seketika Ia memasang muka kaku melihat pak sopir taksi mengangkat kopernya ke bagasi taksi.
"Semua ikemen selalu tak peka," pikirnya.
*ikemen: cowok ganteng.
Lalu Mawaru masuk ke taksi tersebut.
****
Di dalam taksi:
"Nona sepertinya masih sangat muda, ya." Melihat Mawaru yang tengah membenarkan riasan di dalam mobil yang duduk di bagian belakang. "Tidak takut naik pesawat sendirian?"
"Ya, begitulah." Jawabnya singkat.
"Hm ...." Gumam pak sopir taksi itu.
"Anu!" Mawaru mencoba memulai topik pembicaraan namun tidak dapat melanjutkan kata-katanya.
"Ya?" Jawab cepat pak sopir taksi itu.
"Ah~ enggak jadi." Mawaru menundukkan mukanya.
"Kalau boleh tahu, nona dari mana asalnya?"
"Shibuya, Tokyo."
"Eh~ Tokyo, ya. Cukup jauh juga, ya."
"...."
Seketika suasana menjadi canggung.
"Apa gadis Tokyo semuanya seperti ini?" Pikir pak sopir taksi itu sambil melihat gaya busana yang dikenakan Mawaru saat melepas mantelnya dari cermin depan kemudi. "Kawaaiiiii~"
....
"Anu, berapa lagi sampai stasiun?" Tanya Mawaru untuk mengkonfirmasi.
"Sebentar lagi."
....
"Anu," Mawaru mencoba memulai pembicaraan lagi.
"Ya?"
"Apa yang harus saya lakukan ketika tiba di stasiun?" Mawaru memberanikan diri untuk bertanya meski dengan gugupnya.
"Oh, ah~ itu ...," sulit untuk dijelaskan, dalam pikiran pak sopir "Apa dia tidak pernah bepergian, ya?" pak sopir taksi mencoba menjelaskan dengan cara yang simpel tapi, mengurungkan niatnya untuk menjelaskan sekarang "Nanti aku kasih tahu saat sampai di lokasi."
"O-oh, baiklah."
....
"Nona terbang dari Tokyo sendirian?"
"Tidak juga, aku ditemani ... ditemani ...." Mawaru bingung harus bilang apa pada pak sopir taksi itu "Temanku." Tentu tidak mungkin jika bilang pria misterius atau rekan kerja.
"Oh, begitu, ya." Pak sopir itu sedikit mengkhawatirkan Mawaru "Mengingat betapa masih mudanya Anda sepertinya mustahil untuk bepergian sendirian."
"Ya, temanku lebih tua dariku dan pengalaman tapi, dia pergi ke kota lain."
"Oh, begitu, ya." Dilihat dari perkataannya, sang sopir taksi tahu kalau temannya gadis muda ini seorang cowok.
"Ya."
****
Sesampainya di stasiun, sang sopir taksi memberikan banyak penjelasan terkait hal yang harus Mawaru lakukan sebelum dan sesudahnya tiba di stasiun berikutnya.
"Terima kasih banyak, Pak." Ucapnya lirih dengan penuh syukur menatap pak sopir itu.
"Sama-sama." Pak supir tengah sibuk menghitung uang pemberian Mawaru untuk tarif numpang taksinya tapi, ... "Anu! Uang Anda kelebihan nona!!"
Mawaru perlahan menjauh melangkah memasuki stasiun. "Ah, tidak apa-apa kembaliannya buat bapak saja." Mawaru tersenyum dengan sangat manis.
"Terima kasih."
"Aku juga sangat berterima kasih, karena ada orang sebaik Anda."
"Hahaha, padahal tadi Anda menuduhku berbohong."
"A~ah ... so-soal itu ...." Lalu Mawaru menundukkan kepalanya "Saya benar-benar minta maaf."
"Eh, tidak apa-apa, hehe." Sang sopir taksi itu tersenyum tipis, "Yang penting Anda sampai tujuan dengan selamat."
"Te-terima kasih."
"Sama-sama."
Mereka berdua saling menatap dan tersenyum lega.
....
"Oh, ya, barangkali nona ingin ke bandara lagi ...." Pak sopir taksi itu mencari sesuatu di saku celananya, dompet berisikan kartu nama "Tolong terima ini, mungkin saja kita bisa bertemu lagi dan saya bisa mengantarkan Anda." Kemudian menyodorkan kartu namanya pada Mawaru.
"Kuruma ... eh—"
"Ya, itulah—"
'kriiiiing kriiiiiing' tiba-tiba ponsel milik pak sopir itu berbunyi [Panggilan dari sang istri]
Pandangan Mawaru masih tertuju dengan kartu namanya "Eh masih 27 tahun, ternyata ...." gumamnya kemudian melihat sopir taksi tengah mengobrol di telepon "A-anu—"
"Ssssstttt!!" Pak Sopir itu menyuruhnya diam dengan mengangkat jari telunjuknya di bibirnya kemudian menjauhkan ponsel dari pipinya sejenak.
"Oh." Mawaru melihat pak sopir mengucapkan isyarat 'da-ri-is-tri-ku!' seketika ia memahami situasi ini "Begitu ya."
"Mereka sudah menikah di usia muda." Pikirnya sambil tersenyum tipis melihat pak sopir taksi itu.
Ketika dirasa cukup lama teleponan, kemudian pak sopir menutup panggilan lalu berpamitan pada Mawaru. "Maaf, tadi istriku—"
"Ah, tidak apa-apa." Mawaru agak tidak enak hati dengan orang ini ... "Baiklah, terima kasih sudah mengantarkan saya sampai sini dan memberi banyak petunjuk ... saya pamit, dah."
Akhirnya malah Mawaru pamit duluan.
"A-ah, ya, hati-hati, ya."
"Iya, Anda juga."
Keduanya saling melambaikan tangan untuk berpisah.
....
Sekarang, nasib apa yang menanti Mawaru di Higashiyodogawa!?
****