Happy reading❤
Ifa dan anak-anak GCK saat ini berkumpul di ruang tengah vila milik Cilla. Setelah melalui perjuangan merayu Rizky yang masih saja mengkhawatirkan istrinya, akhirnya Ifa berhasil diijinkan berlibur bersama para sahabatnya. Itupun karena Athar meyakinkan Rizky bahwa sepulang seminar Athar akan langsung menyusul ke villa.
"Girls, ingat nggak terakhir kita berlibur disini? Waktu itu Cilla baru mau nikah sama bang Athar." tanya Meta.
"Gue ingat banget. Waktu itu Onit lagi galau tentang Reza. Untung juga ya Onit akhirnya putus sama Reza. Sekarang dia dapat calon suami dokter dan lumayan mapan." sahut Ifa.
"Itulah yang namanya jodoh, rejeki dan maut rahasia Allah. Yang sudah pacaran lama bisa nggak jadi. Yang baru ketemu, eh langsung jadi." ucap Cilla. "Contohnya gue dan bang Athar. Nggak nunggu lulus langsung diajak kawin dan lihat nih hasilnya. Gue sudah bunting. Qiqiqiqi😁"
"Makanya Met, elo, Alana jangan lama-lama pacaran. Apalagi elo Met, nungguin Guntur beres mah lama. Pilihannya buruan lo ajak kawin atau cari yang baru." ledek Ifa pada Meta yang sedang asyik makan cemilan. Heran deh, anak yang satu itu walau rajin ngemil tapi badannya nggak pernah gemuk. Bikin author ngiri ajah😡.
"Sebenarnya minggu lalu Guntur sempat ngebahas soal pernikahan, mengingat kita sudah pacaran sejak SMA. Tapi begitu gue bilang kalau gue mau kerja dulu dan dia juga belum selesai ko-as akhirnya kita sepakat menunda setidaknya sampai dia selesai ko-as. Yaa.. kira-kira setahun lagi, deh." jawab Meta,
"Lo yakin Guntur nggak akan berpindah hati, Met? Atau bukan mustahil elo yang berpindah hati saat elo mulai kerja. Yang namanya kerja kantoran sering lho kejadian cinlok. Buktinya tuh adiknya bokap gue batal nikah sama ceweknya gara-gara di kantor ketemu cewek yang lebih perhatian sama dia. Padahal om gue itu sudah 5 tahun pacaran sama ceweknya." cerita Cilla.
"Kalian jangan nakut-nakutin gue dong." Meta mulai resah.
"Makanya buruan ikat tuh si Guntur. Yang sudah diikat aja bisa lepas, apalagi yang nggak diikat model si Guntur. Lo tau kan kalo suster tuh cantik-cantik? Gue tau sih Guntur nggak seganteng laki gue, tapi tetap aja dia dokter. Banyak cewek yang kerja jadi suster dengan harapan dapat suami dokter."
"Pah, sudah ah. Jangan nakutin Meta terus. Tuh lihat dia sudah mau nangis. Lo tau kan dia kalau nangis makannya banyak." Alana membujuk Ifa untuk tidak lagi membahas masalah Guntur.
"Al, elo mau belain atau mau ngejatuhin gue sih? elo juga Pah seenaknya aja bilang Guntur kalah ganteng sama bang Chico," Omel Meta, namun mulutnya tidak berhenti mengunyah. "Cil, kita makan malam pake apa? Gue lapar nih."
"Tuh kan, benar apa kata gue." ucap Alana, "Met, elo kan baru selesai makan mie instan dua bungkus plus telor dan keju."
"Hehehe... kalian sih ngomongnya kayak gitu. Kan bikin gue jadi lapar. Intinya adalah gue dan Guntur berencana tahun depan akan menikah. Lumayan kan kita bisa kumpulin uang dulu." sahut Meta. "Lagipula bokap gue juga nggak mau gue nikah, sebelum gue belajar cari duit. Lo tau kan Pah, bokap gue tuh kayak apa. Beliau nggak suka anak-anaknya mengandalkan orang tuanya."
"Ya, semoga rencana kalian bisa berjalan lancar dan nggak ada halangan apapun. Cukup Onit yang bubar di tengah jalan."
"Aamiin..." jawab semuanya.
"Mbak Cilla, tadi manggil saya?" Tiba-tiba bang Eki masuk ke tempat mereka ngobrol. Bang Eki adalah supir keluarga Cilla yang kebetulan ditugasi papi untuk mengantar mereka ke villa.
"Nggak, bang." jawab Cilla bingung. Itu memang benar, karena sejak tadi mereka semua ngobrol di ruangan tersebut. "Memangnya kenapa bang?"
Bang Eky menggaruk kepalanya, sepertinya dia bingung harus ngomong apa.
"Kenapa sih, bang?" tanya Ifa penasaran.
"Hmm... gimana ya.. Gini lho mbak, tadi waktu saya lagi cuci mobil saya lihat mbak Cilla di pintu depan melambai-lambai ke arah saya. Kayak manggil-manggil gitu mbak. Terus saya lihat mbak Cilla masuk lagi ke dalam. Setelah mematikan air dan mengunci mobil saya masuk kesini." Semuanya saling berpandangan saat mendengar penjelasan bang Eki. Tiba-tiba bulu kuduk mereka merinding.
"Bang, jangan nakut-nakutin ah." Cilla langsung mendekat ke arah Ifa. Sementara itu mulut Meta mulai komat kamit, entah apa yang dibacanya.
"Neng Cilla manggil teteh?" Kali ini teh Rina yang masuk ke dalam ruangan. Teh Rina adalah istri mang Ujang, yang bertugas sebagai juru masak di vila. Kembali semua berpandangan satu sama lain. Demikian juga bang Eki dan teh Rina. "Kenapa pada liat-liatan neng? Bang Eki ngapain disini? Bukannya lagi cuci mobil?Tadi sebelum kesini sempat liat bang Eki lagi ngelap mobil."
"Ngelap mobil? Nyuci aja belum selesai ngapain dilap. Tadi saya buru-buru kesini karena dipanggil sama mbak Cilla. Lah, teh Rina ngapain kemari?" Bang Eki balik bertanya dengan nada heran. "Bukannya teh Rina tadi lagi di dapur?""
"Teteh kemari karena tadi dengar neng Cilla manggil." jawab teh Rina. "Memangnya ada apa neng Cilla manggil teteh? Neng Cilla sudah lapar?"
"Teh, jangan bercanda deh. Teteh salah dengar kali. Dari tadi kita semua disini kok, nggak ada yang ke dapur dan nggak ada yang panggil teh Rina maupun bang Eki. Pada halu nih."
"Iya nih, teh Rina salah kali lihat dan salah dengar kali." celetuk bang Eki. Yang lain mengangguk.
"Aduh neeeeng... mata dan telinga teteh masih sehat kok. Tadi sebelum kesini teteh beneran lihat bang Eki lagi ngelap mobil. Teteh juga yakin tadi neng Cilla yang manggil. Kebetulan tadi teteh lagi nyiangin sayuran lalu dengar suara neng Cilla."
"Bukan Cilla, teh." ucap Cilla yang sekarang duduknya semakin mepet ke Ifa. Sementara itu Alana dan Meta entah sejak kapan duduk saling berdempetan. Kali ini bukan hanya Meta yang komat kamit, Alana pun sudah sibuk komat kamit sambil menutup mata dan telinganya.
"Teteh yakin itu suara neng Cilla, karena hanya neng Cilla yang manggil teteh dengan sebutan teteh bohay." Teh Rina bersikeras.
"Ah, bang Eki, teh Rina jangan nakut-nakutin kita deh. Mungkin yang tadi teh Rina lihat tuh mang Ujang atau si Andi." Ifa berusaha mematahkan ucapan teh Rina, walau di sudut hatinya ia juga merasa sedikit takut dan tak nyaman. Rasa yang sedari tadi mengganggu sejak masuk ke dalam vila. Beda sekali dengan saat terakhir mereka datang berkunjung.
"Nggak mungkin kang Ujang, neng Ifa. Kang Ujang kan lagi ke Jakarta dipanggil tuan papi dan baru balik besok pagi. Si Andi juga lagi nggak di rumah karena dia lagi menginap di rumah temannya sejak kemarin. Memangnya neng Cilla beneran nggak panggil teteh?" Teh Rina terlihat mulai tak yakin. "Kalau bukan neng Cilla atau bang Eki, terus siapa dong?"
Yang lain mulai melihat ke kanan dan ke kiri. Bahkan kini bang Eki berdiri di belakang teh Rina. Raut wajahnya terlihat ketakutan. Ifa langsung berpikir cepat supaya sahabat-sahabatnya tidak ketakutan. "Ah mungkin bang Eki dan teh Rina lagi kecapekan makanya jadi halusinasi." Teh Rina baru mau protes saat dilihatnya tatapan Ifa yang menyuruhnya diam.
"Tapi neng, memang sejak beberapa bulan ini ada gosip mengenai wilayah ini. Tepatnya tentang vila di ujung jalan" bisik teh Rina. "Saya mah nggak takut, karena saya kan sudah biasa tinggal disini. Bulan lalu waktu den Alvin kemari bersama teman-temannya, mereka sempat nanya sama teteh tentang wanita cantik yang tinggal di vila yang di ujung jalan sana. Teteh pikir den Alvin bercanda, karena sepengetahuan teteh vila itu sudah lama kosong sejak pemiliknya mendadak pindah ke luar negeri sepuluh tahun lalu."
"Memangnya siapa pemiliknya teh? Bukannya dulu yang punya vila itu om Dion dan tante Aiko?" tanya Cilla mulai penasaran mendengar cerita teh Rina. Demikian juga dengan yang lainnya.
"Pak Dion dan istrinya mah sudah lama menjual vila itu ke tuan Frederick, orang bule yang kawin sama si Yuni, janda bahenol yang berasal Cianjur sana. Kebetulan Yuni itu masih saudara jauhnya pak Lurah. Tapi dari berita yang teteh dengar si bule mendadak pulang ke kampungnya di Eropa. Kabarnya si Yuni tuh cuma dikawin kontrak sama si tuan bule. Sepeninggal tuan bule, warga masih sesekali melihat Yuni sore-sore duduk di ayunan yang ada di halaman vila. Setelah sebulan mereka nggak pernah lihat lagi. Ada yang bilang Yuni pulang kampung, ada yang bilang Yuni kawin kontrak sama orang Arab terus diboyong ke sana tapi ada juga yang bilang si Yuni ikut sama selingkuhannya yang orang seberang pulau. Tapi gosip yang paling serem, katanya Yuni dibunuh. Teteh nggak tau mana yang benar." Cerita teh Rina dengan berapi-api. "Neng Cilla tau kan kalau kang Ujang paling nggak suka teteh ikutan ngegosip sama ibu-ibu."
"Jadi siapa dong yang dilihat sama bang Alvin dan teman-temannya?" tanya Cilla penasaran sekaligus ketakutan.
"Katanya warga beberapa kali melihat Yuni berdiri di teras vila itu menjelang maghrib. Tapi anehnya ya neng, saat warga menegur Yuni tuh kayak nggak dengar dan jalan begitu saja ke halaman belakang vila. Warga juga nggak pernah lihat kedatangan ataupun kepergian Yuni. Tau-tau ada, tau-tau nggak ada. Aneh kan."
"Mungkin yang dilihat mas Alvin itu hantunya Yuni, teh." Celetuk bang Eki yang sukses menuai pelototan dari semuanya.
"Bang Eki jangan sembarangan ngomong ah." sergah Alana antara takut dan kesal.
"Eh, tapi nggak tau juga neng Alana. Ada selentingan si Yuni dibunuh sama si Ojak, preman pasar yang sering bantuin tuan bule urus taman. Karena sejak Yuni menghilang, si Ojak masuk penjara gara-gara mencuri di rumahnya pak Gandi. Menurut info si Prana, anak pak Desta yang jadi polisi, di penjara Ojak suka teriak-teriak kayak orang gila. Selain itu dia juga nangis-nangis sendiri sambil manggil-manggil Yuni. Sebelum Ojak masuk penjara, Bu Septi cerita pernah lihat si Ojak ngomong sendirian di depan vila itu. Pas ditanya katanya dia lagi bercanda sama Yuni dan anaknya. Mungkin Yuni hamil terus dibunuh ya. Iih teteh jadi merinding kalau ingat itu. Tapi seingat teteh, selama ini di vila neng Cilla nggak pernah ada kejadian aneh. Apakah hantu Yuni tertarik kesini karena ada yang hamil?"
"Astagaaa... ngeri banget sih ceritanya. Cilla jadi takut nih. Apa Cilla telpon bang Athar buat menginap disini ya?"
"Tapi suami lo itu kan lagi kerja Cil, bukan liburan. Kasian juga kan kalau dia harus bolak balik. Lo tau kan kalau acara kantor tuh biasanya padat agendanya. Sudah nggak usah khawatir, nanti malam gue nemenin elo tidur," ucap Ifa menenangkan bumil yang mulai terlihat cemas.
"Terus gue gimana, Pah? Elo tau kan gue dan Alana penakut." tanya Meta
"Dua orang penakut bersama menjadi setengah orang pemberani, Met." jawab Ifa tenang. Padahal dalam hati ia juga merasa cemas.
"Iya sih, tapi kan..."
"Kalau neng Meta takut, biar nanti malam teteh yang menemani neng Meta dan neng Alana. Kebetulan mang Ujang nggak ada. Nanti bang Eki biar tidur di ruang tengah."
"Beneran ya teh? Soalnya aku tuh paling takut sama hantu-hantu gitu." sahut Alana.
"Al, masa takut sama hantu. Takut tuh sama Allah." ledek Ifa.
"Ya, tapi kebayang nggak sih lo lagi tidur, tiba-tiba melek dan ada cewek cantik tapi mukanya pucat ngeliatin elo?" tanya Alana sambil bergidik ngeri.
"Pernah tuh gue ngalamin kayak gitu, pas gue liat-liat lagi taunya itu Meta yang belum dandan lagi ngeliatin gue. Hahahaha..." sahut Cilla sambil terkikik.
"Cil, jangan ketawa kayak gitu ah. Kayak mbak kunti ketawa lo." omel Alana. Untuk urusan hantu-hantuan, di antara mereka Alana memang terkenal paling penakut. "Aduh gue jadi pengen nyuruh bang Zayyan datang. Sayang dia lagi dinas ke Solo."
"Emang lo pikir abang gue bisa berantem lawan mbak Kunti?" tanya Ifa.
"Minimal kalau ada abang lo, gue kan bisa minta di...."
"Ditemenin tidur maksud lo? Waah ternyata Alana mesum juga ya."
"Aaah.. bukan itu maksud gue."
Mentang-mentang dua bulan lagi mau kawin, pikirannya mulai mesum ya."
"Bukan gitu... maksud gue bisa minta dipeluk." Alana membela diri sementara wajahnya mulai merona. Yang lain langsung meledek Alana. Suasana jadi ramai dan mereka bisa sejenak melupakan masalah hantu.
⭐⭐⭐⭐