Hai guys, nggak papa ya ceritanya diselipin yang horor sedikit biar nggak bosan baca cinta-cintaan melulu. Biar yang jomblo akut nggak terlalu baper akibat kisah cinta di tulisan ini.
⭐⭐⭐⭐
Happy reading❤
"Ciiiil... Cillaaaa, mandinya buruan dong. Maghrib-maghrib jangan kelamaan di kamar mandi. Digangguin jin lho. Jin kan senang sama bumil kayak elo. Buruan ya, gue mau mandi dan wudhu nih." teriak Ifa pada Cilla. Sambil meneriaki Cilla, Ifa asyik memainkan ponselnya. Akhir-akhir ini Ifa lagi senang bermain game balapan. Tidak ada reaksi dari Cilla, namun Ifa masih mendengar gemericik air di dalam kamar mandi. Setelah menunggu 15 menit dan Cilla tak juga keluar, akhirnya Ifa mengetuk pintu kamar mandi, lebih tepatnya menggedor. Selama 5 menit Ifa mengetuk tanpa ada jawaban dari dalam kamar mandi. Ifa mencoba membuka pintu kamar mandi namun pintu tak terbuka. Ifa mulai khawatir terjadi sesuatu pada Cilla.
"Al, Met.. kesini sebentar deh, bantuin gue. Gue khawatir nih." Meta dan Alana tergopoh-gopoh masuk ke kamar Cilla dan melihat Ifa masih mengetuk pintu kamar mandi.
"Ada apa, Pah?" tanya Alana ikutan cemas.
"Iya Pah, ada apaan sih? Maghrib-maghrib kok mbengak mbengok nggak karuan. Diomelin jin lho gara-gara elo berisik. Suara cempreng lo itu bahkan bisa bikin orang mati bangkit dari kubur." omel Meta.
"Ini lho, si Cilla lama banget di kamar mandi. Gue gedor-gedor dia nggak keluar juga."
"Sudah coba buka pintunya?"
"Sudah tapi kekunci. Gue takut si Cilla pingsan di dalam." Alana dan Meta langsung ikut mengetok pintu kamar mandi. Tetap tidak ada sahutan dari dalam.
"Kalian ngapain sih?"
"Ini lho Cilla dari tadi nggak keluar-keluar dari kamar mandi. Gue khawatir terjadi sesuatu sama ..... CILLA!! ELO KENAPA ADA DISINI?! BUKANNYA ELO DARI TADI DI KAMAR MANDI?!" Ifa sangat kaget melihat Cilla datang dari luar kamar sambil membawa sepiring singkong goreng.
"Nggak. Tadi habis mandi gue bantuin teh Rina di dapur. Gue mandi pas elo lagi telponan sama babang Chico di ruang tengah. Gue pikir elo liat gue keluar kamar." jelas Cilla polos tak mengerti apa yang terjadi. "Lagian kalian ngapain sih ngerubung di situ? Suara kalian kedengeran sampai dapur tau."
"Ini beneran elo kan Cil?" tanya Ifa masih tak percaya. "Kalau gitu yang dari tadi di dalam kamar mandi siapa? Pas gue masuk kamar ada suara kayak orang mandi."
"Pah, elo jangan bercanda, ah!! Maghrib nih." Omel Meta dengan suara bergetar.
"Gue nggak bercanda Met. Gue pikir si Cilla di kamar mandi. Gue mau mandi dan wudhu tapi ada orang di kamar mandi. Makanya gue nunggu. Tapi kok lama banget. Gue panggil nggak nyahut. Pintu diketok bahkan digedor juga nggak ada reaksi."
"Teh Rinaaaaaa ....!!!" Kompak mereka berteriak memanggil Teh Rina yang datang tergopoh-gopoh sambil membawa batu ulekan.
"Aya naon neng?" tanya Rina dengan nafas ngos-ngosan.
"Teh, coba ambil kunci pintu kamar mandi dan buka, lalu lihat ke dalamnya ya." pinta Ifa yang kini sudah berpelukan ramai-ramai. Rina mengikuti permintaan Ifa. Dibukanya pintu dan dia masuk ke dalam. Lalu dia keluar lagi.
"Nggak ada apa-apa neng."
"Yang benar teh? Keran air nyala nggak?"
"Beneran, Neng. Ngapain juga sih teteh bohongin kalian. Di dalam tuh kosong, nggak ada orang dan keran air tertutup rapat."
"Teh, jangan kemana-mana dulu ya. Teteh tungguin di depan pintu ya, aku mau mandi dan wudhu. Pintunya nggak aku tutup rapat." Ifa langsung buru-buru masuk ke kamar mandi untuk mandi dan wudhu. Semuanya dilakukan dengan cepat. Sementara itu ketiga sahabatnya duduk berdempetan di atas ranjang. Rina berdiri di depan kamar mandi seperti security. Walau nggak mengerti apa alasan Ifa melakukan hal tersebut, Rina menurutinya.
"Memangnya ada apa sih neng?" tanya teh Rina setelah Ifa keluar dari kamar mandi.
"Hmm.. nggak papa teh. Aku shalat maghrib dulu ya. Takut kelewat."
Setelah selesai shalat isya dan makan malam, mereka semua berkumpul di kamar utama, tempat Cilla dan Ifa tidur. Teh Rina masuk untuk mengantarkan susu hangat dan cemilan buat mereka. Saat hendak keluar, Ifa menahan teh Rina.
"Teh, selama ini ada kejadian aneh nggak sih di vila ini?"
"Hmm.. kejadian aneh kayak gimana neng?" Lalu Ifa pun menceritakan apa yang tadi terjadi tadi. Yang lain mendengarkan dengan serius. "Hmm.... kalau yang seperti tadi sih teteh belum pernah ngalamin neng. Tapi kadang kalau teteh mau shalat malam, teteh lihat ayunan yang di dekat kolam rrenang gerak-gerak sendiri. Sekali waktu teteh juga pernah dengar suara anak kecil menangis. Tapi teteh pikir itu cuma suara anaknya Ani, tetangga yag di depan situ."
"Teteh kenapa nggak bilang kalau ada kejadian kayak gitu? Kalau tau sekarang vila ini jadi serem, Cilla nggak akan mau kesini tanpa bang Athar." Omel Cilla. Semua langsung membujuk Cilla.
"Pah, gue tidur sama elo ya?" pinta Alana dengan wajah memelas.
"Kalau elo sama Ipah, gue sama siapa Al? Jangan ngadi-ngadi deh." Omel Meta dengan wajah cemas membayangkan akan tidur sendirian.
"Nggak usah takut neng, kan ada teteh. Lagipula tuh hantu nggak bakalan ganggu kita. Baca saja ayat kursi dan surat Qulhu, pasti hantunya kabur." celetuk teh Rina sambil cekikikan, tawa yang entah mengapa membuat yang lain merinding. "Neng, teteh ke rumah belakang dulu ya. Mau bersih-bersih biar tidurnya nyenyak."
Sepeninggal teh Rina, keempat sahabat itu saling berpandangan dengan bingung. Terlihat kecemasan di mata mereka setelah mendengar cerita teh Rina.
"Guys, perasaan gue aja atau kalian semua merasa aneh dengan ketawanya teh Rina? Kok gue tadi merinding ya," bisik Cilla. Yang lain langsung melotot mendengarnya. "Cilla nggak ngada-ngada, tapi tadi ketawa teh Rina nggak kayak biasanya. Tadi kayak ketawa kunti."
"Ciiiiil.... jangan gitu dong!!' Alana mulai menangis. Ifa langsung memeluk sahabat sekaligus calon kakak iparnya itu. "Pah, gue takut. Guys pulang yuk."
"Ini sudah malam Al, lagian kasian bang Eki. Dia pasti capek karena baru tadi siang kita sampai disiini setelah melewati kemacetan. Coba deh kalian tenang. Jangan sampai kita dikalahkan oleh ketakutan kita. Seperti kata teh Rina, mendingan kita berdoa."
"Eh, ada apa nih nama teteh disebut-sebut?" tiba-tiba teh Rina masuk ke dalam kamar. "Neng Cilla, susunya mau diminum .... eh sudah ambil sendiri tho. Kok nggak panggil teteh buat bawain kesini?" Semuanya saling berpandangan tak mengerti.
"Lho, tadi kan teteh yang bawain kesini."
"Nggak mungkin neng, tadi habis bikin susu teteh masuk kamar buat shalat sekaligus ganti baju siap-siap mau tidur nemenin neng Alana dan neng Meta," sahut teh Rina bingung.
"Teh, nggak lucu ah. Tadi kan teteh bawa susu terus ngobrol sama kita disini. Lalu teteh pamit mau ke kamar. Teh Rina dan bang Eki sengaja mau nge-prank kita ya? Mana bang Ekinya? Bang Eki, bercandanya nggak lucu tau,' omel Ifa kesal karena merasa dipermainkan.
"Beneran, Neng. Tadi teteh juga sempat telponan sama kang Ujang. Nih buktinya, liat jamnya." Teh Rina memperlihatkan call history di ponselnya. Benarlah, saat mereka tadi ngobrol dengan teh Rina, ternyata teh Rina yang sekarang ada di hadapan mereka disaat yang bersamaan sedang telponan dengan suaminya.
"Terus tadi siapa dong? Aaaah.....!!" mereka semua kompak berteriak sehingga menyebabkan bang Eki tergopoh-gopoh datang.
"Ada apa mbak? kok teriak-teriak. Saya yang lagi tidur jadi kaget." tanya bang Eki sambil mengucek matanya karena masih ngantuk.
"Eits.. jangan bergerak. Tetap disitu. Kamu beneran bang Eki atau hantu? Buruan jawab dan harus jujur!" bentak Ifa.
"Astaghfirullah, ini beneran saya, mbak. Nih kalau nggak percaya, mbak boleh periksa KTP saya." Dengan takut-akut bang Eki menyodorkan KTPnya kepada Ifa. Kayaknya dia memang beneran bang Eki bukan hantu, pikir Ifa. Hantu mana ada yang bawa-bawa KTP😁.
"Bang Eki tidurnya jangan jauh-jauh dari kamar kita. Kalau perlu bang Eki tidur depan pintu biar hantunya nggak bisa lewat." perintah Cilla.
"Cil, hantu kan bisa nembus dinding dan pintu. Percuma juga kan bang Eki jagain pintu kamar kita," ucap Meta.
"Oh iya ya. Terus gimana dong. Gue minta bang Athar kesini ya?"
"Apa mau pulang saja mbak?" tanya bang Eki dengan muka mengantuk. Cilla memandang Ifa meminta persetujuan.
"Nggak usah bang. Kasihan bang Eki pasti masih capek. Malam ini kita bertahan disini. Masa sih kita kalah sama hantu." ucap Ifa yakin. "Kita kan punya Allah, serahkan semua ke Allah. Minta penjagaan dariNya. Sebaik-baik penjagaan adalah penjagaan Allah."
"Benar apa kata Neng Ifa. Kita berdoa kepada gusti Allah. Insyaa Allah semua akan baik-baik saja." Baru selesai teh Rina bicara, tiba-tiba lampu mendadak padam.
"Aaaaaah..." Semua berteriak. Cilla dan Alana mulai menangis. Untunglah Ifa memegang Hp. Dia langsung menyalakan senter yang ada di hpnya. Setelah senter menyala semua agak tenang. Teh Rina yang kebetulan juga memegang hp ikut menyalakan senter. Suasana semakin mencekam saat tiba-tiba hujan deras turun diikuti petir yang menyambar. Alana, Meta dan Cilla saling berpelukan sambil terisak.
"Bang Eki dan teh Rina tolong periksa listriknya. Selesai periksa listriknya tolong bawakan lampu atau lilin ya. Semoga bukan pemadaman masal dan semoga nggak lama" Ifa sebagai ketua genk langsung memberi perintah. Ternyata bisa juga dia serius.
"Cil, kita tidur ramai-ramai disini ya? Gue nggak berani tidur di kamar sebelah. Kamar ini kan paling gede." pinta Alana sambil terisak.
"Iya Al. Kita tidur ramai-ramai disini. Gue juga nggak berani tidur berdua doang sama Ipah. Apalagi lampunya mati begini" Suara Cilla juga terdengar bergetar.
"Guys, jangan nangis dong. Tunjukin sama tuh hantu kalau kita nggak bisa ditakut-takutin." ucap Ifa kembali membangkitkan keberanian sahabat-sahabatnya. "Kita kesini kan bukan untuk mengganggu dia. Jadi sesama makhluk Allah, kita hidup berdampingan sajalah. Tidak saling mengganggu." Dua kalimat terakhir sengaja Ifa ucapkan dengan kencang, dengan harapan hantu itu bisa mendengar dan tidak mengganggu mereka.
Tak lama teh Rina dan bang Eki datang membawa beberapa lampu darurat. Mereka langsung menyalakan beberapa lampu agar suasana dalam kamar menjadi terang.
"Neng, anggap aja lagi kemping." Teh Rina mencoba bercanda. "Kalau kemping kan suasananya lebih mencekam daripada ini."
"Benar tuh apa kata teh Rina. Anggap aja kita lagi kemping dan ini lagi acara uji nyali atau jerit malam." Ifa menyahuti teh Rina agar para sahabatnya tidak terlalu ketakutan.
"Gue kan pingsan pas acara itu, Pah. Elo lupa ya? Ummi dan bang Zayyan sampai bela-belain datang ke bumi perkemahan karena dikasih tau kalau gue pingsan." ucap Alana perlahan. "Malam itu juga bang Zayyan maksa bawa gue pulang."
"Gimana kalau kita main kartu? Yang kalah kita coreng mukanya dengan bedak bayi. Si Cilla pasti punya. Sejak hamil kan dia suka banget pakai bedak bayi." Semuanya setuju. Jadilah akhirnya mereka bermain kartu. Untunglah Ifa mengusulkan hal tersebut sehingga suasana langsung ceria kembali dan mereka bisa melupakan sementara ketakutan mereka. Belum lama mereka main, listrik pun kembali menyala.
"Alhamdulillah." seru semuanya. Untungnya selama listrik padam tidak terjadi hal-hal aneh.
"Jadi mau tidur disini semua, Neng?" tanya teh Rina. "Kalau jadi biar teteh dan bang Eki ambilin ekstra bed dan selimut. Soalnya nggak mungkin kan semuanya tidur di atas." Semua menyetujui hal itu. Buat mereka tak masalah harus tidur pakai extra bed di bawah, daripada pisah-pisah kamar.
"Al, temenin gue ke kamar sebentar yuk. Gue mau bersih-bersih dan pake skincare sekalian ambil kaos kaki dan jaket." ajak Meta, tapi Alana hanya diam saja. Bahkan pandangannya tampak kosong. Setelah ditepuk bahunya barulah Alana menyahut.
"Eh, ayo Met. Sorry, gue mendadak ingat bang Zayyan. Gue hari ini belum telpon dia." sahut Alana masih dengan suara yang terdengar hampa.
Jam 11 malam semua sudah bersiap tidur. Teh Rina sekali lagi menengok mereka.
"Neng, beneran nggak perlu teteh temani?"
"Nggak perlu teh. Kita kan berempat. empat orang penakut bersama semoga menjadi pemberani semua." sahut Ifa tak ingin merepotkan teh Rina yang sejak tadi sibuk mengurus mereka.
"Teh, jangan pulang ke rumah belakang. Teteh tidur di kamar sebelah ya," pinta Cilla memelas.
"Siap, Neng. Kalau butuh apa-apa panggil teteh. Si Bang Eki juga tidur di ruang tengah kok."
"Makasih ya teh." balas semuanya.
"Jangan lupa baca doa sebelum tidur, terutama bumil." Ifa mengingatkan para sahabatnya. Tak lama yang terdengar hanya dengkuran halus dari keempatnya.
⭐⭐⭐⭐