Happy reading
"Ky, makan malam yu. Nih gue baru selesai masak spagheti?" tanya Ifa pada Rizky yang baru saja keluar kamar. Wajah Rizky yang baru selesai mandi terlihat segar dan wangi sabun yang dipakainya mulai menggelitik indera penciuman Ifa. Apalagi saat sepasang tangan itu memeluk pinggangnya dari belakang.
"Makan elo boleh?" Rizky meletakkan kepalanya di bahu Ifa. Ya memang sejak ulang tahun Rizky, Ifa membolehkan suaminya untuk memeluk dan menciumnya. Hanya sebatas itu, tidak lebih.
"Apaan sih? Nggak usah aneh-aneh deh," Omel Ifa sambil berusaha mengatur debaran jantungnya yang mulai berdetak seperti irama dangdut.
"Gue nggak aneh-aneh kok, nyonya Rizky. Malam ini gue pengen makan elo." bisik Rizky mesra di telinga Ifa.
Rizky mulai menciumi leher jenjang sang istri. Ifa mulai gelisah. Untunglah tiba-tiba hp Ifa yang terletak di atas kulkas berbunyi. Fiuh, save by the bell, batin Ifa. Entahlah apa yang akan terjadi bila hpnya tidak berbunyi. Ifa melepaskan diri dari pelukan Rizky dan mengambil hp kemudian keluar dari paviliun untuk menerima telpon. Rizky membiarkan istrinya, namun matanya tak pernah lepas dari sang istri.
"Assalaamu'alaikum"
"..."
"Nggak usah jemput gue. Biar gue berangkat sendiri."
"..."
"Kalau tau kayak begitu gue nggak terima hadiah dari elo. Gue mau kita tetap berteman baik."
"....."
"Tapi gue kan nggak pernah..." Telpon diputuskan mendadak dari seberang. Ifa menghela nafas panjang. Ia tak menyangka akan serumit ini jadinya.
Saat sibuk dengan pikirannya, tiba-tiba Rizky menarik tangannya dengan keras sehingga tubuh Ifa berputar ke arahnya dan jatuh dalam pelukannya. Dengan kasar Rizky melumat bibir sang istri. Ifa tergagap mendapat serangan tiba-tiba. Ia tak menyangka Rizky akan menciumnya seperti itu. Namun entah mengapa ciuman Rizky kali ini membangkitkan sebuah rasa primitif dalam diri Ifa. Ia yang awalnya terkejut, lama-lama menikmati ciuman Rizky. Bahkan kini lengannya sudah mengalungi leher Rizky. Merasa mendapat respon dari Ifa, Rizky memperlembut ciumannya. Ia mendorong tubuh Ifa ke dinding yang ada di belakangnya. Rizky terus menempelkan tubuhnya dengan tubuh Ifa sehingga menempel sempurna. Dengan berani lidah Rizky menerobos masuk ke dalam mulut Ifa. Mereka saling bertukar saliva dan lidah mereka saling membelit. Tanpa sadar Ifa mengerang sehingga membuat tubuh Rizky bereaksi.
Ifa menghentikan ciumannya saat merasakan ada yang keras dibawah sana. Ia lepaskan bibirnya dari bibir Rizky yang langsung mendesah kesal karena Ifa menghentikan kenikmatan yang baru sesaat itu.
"Yang.... "protes Rizky.
Ifa terkekeh melihat wajah Rizky yang memelas. "Apa gue bilang. Yakin kuat kalo diijinin peluk dan cium gue tiap hari?"
"Tadi elo juga nggak nolak kan?"
Ifa langsung terdiam. Memang sih gue nggak nolak. Tapi tetap saja apa yang gue harapkan belum terjadi. Pokoknya gue nggak akan menyerah sebelum dia menyatakan perasaan cintanya.
"Pah, boleh gue tanya sesuatu?"
"Tadi Fadhil yang telepon?" Ifa mengangguk
"Cincin itu dari dia?" Ifa kembali mengangguk
"Dia naksir elo?"
"Mungkin."
"Kok mungkin?"
"Kata teman-teman sekelas sih gitu."
"Sejak kapan?"
"Kayaknya sejak semester 3 deh." Jawab Ifa sambil memainkan jemarinya di dada Rizky.
"Elonya gimana?"
"Apanya yang gimana?" Ifa balik bertanya. "Ya nggak gimana-gimana. Biasa aja."
"Kok elo mau terima cincin dari dia? Itu artinya elo ada rasa juga dong sama dia." Terdengar nada cemburu pada suara Rizky.
"Tadinya nggak mau terima, tapi dia cerita perjuangan dia buat beli tuh cincin, ya gue nggak tegalah nolaknya. Apalagi dia bilang itu cuma sekedar hadiah, bukan sebagai ikatan apapun. Kalo elo nggak percaya tanya aja sama Alana. Dia yang nanya soal itu di depan yang lainnya."
"Ipah my wife yang sok polos... elo tuh bego ya. Masa percaya gitu aja sama omongan si Fadhil." Rizky geleng kepala kemudian mencium pucuk hidung Ifa. "Tadi dia telpon elo kenapa?"
"Besok dia mau jemput, mau barengan ke kampus. Tapi gue tolak kok. Terus dia marah. Katanya gue milik dia karena gue pake cincin dari dia. Padahal dari awal gue sudah bilang kalau gue cuma anggap dia teman biasa."
"Dia pikir lama-lama elo bakal terima cinta dia. Tapi dia mulai posesif waktu gue datang jemput elo. Makanya dia nekat bilang elo milik dia."
"Iya kali ya."
"Makanya pakai dong cincin kawinnya biar nggak ada yang gangguin lagi."
"Idih malu tauuu. Nanti disangkain gue kawin muda gara-gara tekdung. Padahal....."
"Padahal sudah 3 bulan jebol juga belum ya, Pah." Ledek Rizky. "Gue belah duren malam ini ya?"
"Kiiiiy... apa-apaan sih lo. Pikiran lo nggak pernah jauh dari urusan belah duren ya." Ifa menoyor kepala Rizky.
"Ya wajar lah Pah, namanya juga laki-laki normal. Pikirannya nggak jauh-jauh dari situ." Rizky membela diri. "Coba praktekkan apa yang elo baca di novel."
"Yang gue baca nggak ada adegan itunya."
"Masa sih? Kalau gitu mulai sekarang bacanya yang ada adegan 21++ ya, biar bisa langsung praktek."
"Ogaaaah... " Ifa berusaha melepaskan diri. "Yang sekarang aja sudah melanggar perjanjian."
"Tapi suka kan?"
"Tau ah... ayo kita makan. Dingin deh tuh spaghetinya."
"Nggak papa spagheti dingin asal ranjangnya panas." Kali ini Rizky mendapat hadiah cubitan di lengan.
⭐⭐⭐
Siang itu Ifa dan anak-anak GCK sedang menikmati makan siang di kantin kampus.
"Pah, tumben lo pake tuh cincin." komentar Meta.
"Disuruh sama sodara lo tuh."
"Tumben dia posesif."
"Gara-gara kejadian waktu itu Met. Waktu elo ninggalin gue dan Fadhil di perpus."
"Emang ada kejadian apa?" Tanya Alana penasaran.
"Fadhil cemburu. Dia bilang kalo gue milik dia karena mau pakai cincin dari dia. Bahkan dia mau jemput gue buat berangkat ke kampus. Babang chico curiga dan gue diinterogasi. Sebagai istri yang baik gue ceritain semuanya. Makanya sejak itu dia nggak pernah lupa ngingetin gue untuk selalu pake cincin ini." Ifa mengelus cincin yang tersemat di jari manisnya. Ia tersenyum teringat bagaimana Rizky memaksanya memakai cincin ini.
"Laki lo cemburu sama Fadil?" Tanya Cilla sambil menyendok kuah bakso yang warnanya saingan dengan sambal.
"Ah, kenapa juga dia cemburu. Dia kan nggak ada rasa sama gue. Dia kan terpaksa aja kawin sama gue. Menurut emak gue, cuma dia yang bisa menerima kekoplakan gue.
"Emang iya sih Pah. Gue nggak yakin ada cowok lain yang bisa nerima elo apa adanya, seperti babang Chico. Koplak mendarah daging. Saban ada yang dekat sama elo, pasti minta elo berubah. Ujung-ujungnya kalian putus." Ujar Cilla sambil menambahkan lagi 3 sendok sambal ke kuah baksonya.
"Cuma dia yang nggak melarang elo berteman sama kita-kita." Ucap Onit serius. "Padahal kita ini tadinya anak baik-baik lho. Kita koplak gara-gara berteman sama elo."
"Sialan lo pada," Ifa melempar tissu ke arah Onit. "Kalian emang sudah punya bibit-bibit koplak dari orok. Kebetulan aja ketemu gue, sehingga jiwa koplak kalian tersalurkan."
Kelimanya tertawa keras sehingga membuat mahasiswa lain menengok ke arah mereka.
"Pah, ada Fadil. Dari tadi dia ngeliatin elo terus. Kasian, mukanya melas banget."
"Nggak usah diliatin, nanti dia malah kesini." Bisik Ifa.
"Pah, dia kesini." Onit pasang muka panik.
"Tuh kan.. sudah gue bilang jangan diliatin elo pada bandel sih."
Tiba-tiba sepasang tangan mendarat manis di bahu Ifa. Deg.. deg...deg... aduuuh kok nekat sih nih anak pake ngedatengin gue, bisik Ifa panik. Sementara teman-temannya hanya senyum-senyum. Dih nih bocah ngapain sih pake senyum-senyum bukan nolongin gue. But wait, gue kenal bau ini. Bau maskulin yang selalu diciumnya setiap pagi. Ifa menoleh untuk melihat siapa yang memegang bahunya, dan... Cup... Cup... Kecupan manis menyentuh pipi dan bibirnya sekilas.
"Hai sayang," sapa Rizky sambil duduk disamping Ifa.
"Kok siang-siang kesini?" Tanya Ifa heran. "Ada apa?"
"Kangen."
"Ow ow ow... hamba tak sanggup menghadapi keuwuan kalian," jerit Cilla. "Dasar manusia lucknuts tak berperasaan. Ngapain sih begitu di depan gue yang masih jomblo ini. Sungguh teganya.. teganya.. teganyaa..."
"Sudah Cil, nggak usah dangdutan gitu. Tuh ada babang Athar lagi jajan cilok." Goda Onit.
"Ya kali orang ganteng doyan cilok. Mendingan doyan Cilla daripada doyan cilok."
"Tapi saya memang suka cilok," tiba-tiba terdengar suara asdos ganteng calon imamnya Cilla (harapan cilla), Athar.
"Lho, elo kok ada disini Thar?" Tanya Rizky yang ternyata mengenal Athar.
"Kalian saling kenal?" Tanya Ifa.
"Iyalah, Athar ini teman kelas 10 gue. Tapi pas kelas 11 dia pindah ke KL ikut ortunya dinas."
"Lo ngapain kesini bro? Kampus lo bukan disini kan?" Athar mengambil tempat di sisi Cilla yang kebetulan kosong. Sontak Cilla salah tingkah, nggak menyangka calon imamnya duduk disebelahnya.
"Gue jemput bidadari."
"Serius? Yang mana bidadari lo di antara 5 cewek koplak ini."
"Yang di samping gue lah. Ya masa yang di samping lo." Jawab Rizky sambil mengambil tangan Ifa dan mencium punggung tangannya. Muka Ifa memerah karena sikap mesra Rizky.
"Ky, malu tau."
"Biar aja. Biar semua orang tau kalau kamu sudah ada yang punya." Bisik Rizky mesra di telinga Ifa.
"Oh, dia bidadari lo. Eh tunggu dulu, coba gue liat tangan lo berdua. Kalian sudah..... ?" Tanya Athar tidak percaya. "Wah selamat ya bro. Gue jadi ngiri sama elo. Kapan ya gue bisa punya bidadari halal."
"Ehem... ehem.. ada Cilla di sampingmu Bang Athar ganteng. Cilla siap jadi bidadari bang Athar."
"Tapi abang lebih senang cilok daripada Cilla," sahut Athar. "Soalnya kamu nggak bisa abang makan."
"Kata siapa nggak bisa. Makanya halalin dulu, nanti abang boleh makan Cilla kapan aja abang mau. Cilla rela."
"Cillaaaa... somplaaaaaak." Serentak para sahabatnya meneriaki Cilla yang kumat somplaknya.
"Kan saya sudah bilang ke kamu, lulus dulu mata kuliah bu Bertha dengan nilai A, baru nanti saya halalin kamu." Balas Athar sambil tersenyum manis yang membuat Cilla hampir kena serangan jantung "Untuk sekarang saya lebih pilih cilok daripada Cilla."
Yang lain terbahak mendengar ucapan Athar. Sementara Cilla hanya bisa tersenyum kecut. Yaelah bang, kenapa statistika sih matkulnya. Gue kan paling bego sama matkul yang satu itu, rutuk Cilla dalam hati.
"Gimana kuliah lo Ky? Gue dengar tinggal nunggu wisuda aja ya." Tanya Athar.
"Alhamdulillah karena ada yang selalu nemenin gue setiap malam, gue berhasil lulus." Sekali lagi Rizky pamer kemesraan sambil memeluk bahu Ifa dengan posesif.
"Tuh dengar kata bang Chico, harus ditemenin setiap malam dulu baru deh bisa lulus." Sambar Cilla. "Jadi mending halalin dulu, baru deh Cilla bisa lulus dengan nilai A."
"Kamu kalau saya halalin malah nggak akan bisa lulus."
"Kok gitu? Kan enak ada yang ngajarin tiap malam."
"Kalau sudah halal kamu malah nggak akan bisa belajar statistika, karena saya akan ngajarin hal lain setiap malam." Kali ini Athar berbisik di telinga Cilla, namun masih bisa didengar oleh yang lain.
"Waduuuuh... belajar apa nih?"
"Aih maaak....."
"Co cwiiiiiit....."
"Beraaaaaaaat..."
'"Panaaassss..."
Berbagai komen muncul saat mereka mendengar ucapan Athar yang berhasil membuat Cilla bungkam dengan muka merah. Oh my god, babang ganteng ini ternyata bisa bikin gue melting, batin Cilla.
⭐⭐⭐
Hmm.. sudah mulai lebih open nih...
Kira-kira apakah Rizky bisa memperoleh haknya sebagai suami?
⭐⭐⭐