"Kau tak akan bisa menghancurkanku, Ryan! Kau tahu seberapa besar kekuatanku!"
"Kau yakin, Cassey?" Ryan tersenyum sinis. "Kau tak akan datang padaku hari ini kalau mau tak sedang menjelang kehancuran. Kau butuh perusahaanku menyokongmu, kan? Kau bodoh, cassey! Kau seharusnya terus berpura-pura tak mengenalku kalau kau ingin menyelamatkan dirimu. Tapi sekarang sudah telat untuk mundur! Andi, bonekamu, yang selama ini kau gunakan untuk menutupi, memanipulasi data, membantu setiap kegiatanmu merongrong perusahaanku, sudah tak bisa membantumu! Aku yang menentukan kali ini.. Aku yang bermain.. Kau bersiaplah, Cassey!" Tangan Ryan memegang dua gundukan di dada Cassandra, tanpa memberikan jeda untuknCassandra mempersiapkan diri.
"Ckckckck.. Ini sudah tidak bagus Cassey.. Kau tak bisa mengurus dirimu sendiri, ya? Lembek, huuuh.. Bagaimana kau bisa jadi jalangku kalau seperti ini? Masuk nominasi saja tak mungkin bisa! Kau tahu, Milik istriku, jauh dibandingkan ini.. Dia begitu menggodaku, walau tanpa permak seperti yang kau lakukan. Kau tahu berapa kali dia kupuaskan tadi malam? Lima belas kali! Aku suka permainannya.. Kau? Apa kau dapat sebanyak itu dari ajudanmu? Hah.. Mereka Tak ada apa-apanya!" Ryan tersenyum dan melepaskan tangannya. "Huuh.. Aku harus cuci tangan sepertinya.. Pepaya busuk tak baik untuk tanganku!" Ryan menatap kedua tangannya.
"Ryan, kau kurang ajar... Aaaaakkhh.. Sakit Ryan!" Cassandra ingin menampar Ryan. Tapi Ryan sudah lebih dulu memelintir tangannya, sama seperti tenaga yang dikeluarkanya selama menyiksa Kira dulu.
"Kalau kau tak ingin dapat sakit yang lebih, tinggalkan ruangan ini, Cassey!" Ryan melepaskan tangannya, dan berjalan ke arah kamar mandi.
"Aaaargh.. Kau, aku pastikan kau akan menyesali perbuatanmu!" Cassandra meninggalkan Ryan dengan kesal
"Haaah.. Apa dia bilang? Lembek? Hah, kau benar-benar menghinaku, Ryan.. Lima belas kali? Hah.. Kau pasti di tipu olehnya.. Bagaimana dia bisa terpuaskan lima belas kali? Aarghhhh. Kau kurang ajar, membuatku membayangkannya!" Cassandra bahkan tak menyadari, akibat sentuhan Ryan di kedua gunungnya, berhasil membuatnya cukup basah
"Fuuuuh.. Baguslah kau pergi, Cassey.. Aku tak ingin mengingat apapun tentangmu lagi.. Aku tak ingin mencintaimu lagi.. Aku tak ingin mengingat memori kita dulu.. Saat aku masih mencintaimu.. Saat kau berkhianat di kala aku lemah dan tak mampu menjagamu. ShaKira Chairunisa, apa kau juga akan melakukan hal yang sama? Mengkhianatiku di saat aku tak bisa menjagamu seperti sekarang? Aku tak akan memaafkanmu, jika aku menemuimu dekat dengan pria lain.. Aku tak akan memaafkanmu, jika tubuhmu terlihat oleh pria lain.. Aku tak akan memaafkanmu, jika kau melanggar janjimu padaku.. Kau milikku.. Tak boleh ada yang melihatmu.. Sehelai rambutmu terlihat oleh pria lain, aku tak akan memaafkanmu! Kau tak ada beda dengan Cassey andai itu terjadi." Ryan mencuci wajahnya di wastafel, membersihkan. Ditatapnya bathtub dan shower, tapi tak ada diantaranya yang ingin digunakannya. Ryan memilih mengurungkan niatnya untuk mandi dan keluar, masih dengan pakaian lengkapnya tidur di tempat tidurnya. bahkan Ryan enggan membuka sepatunya.
Malam semakin larut, baik Kira maupun Ryan, tidur dengan kondisi gelisah.. Tak ada satupun dari mereka yang bisa terlelap tidur.
"Kenapa kau masih menggangguku? kenapa kau tak keluar juga dari kepalaku.. Aku tahu, kau sedang bersama wanita itu.. Menjamah tubuhnya.. Tapi kenapa aku masih memikirkanmu.. Bahkan tubuhku merindukan sentuhan tanganmu! Arrrrkh... Bisa gila aku ini... Besok aku harus cari kerja.. Bagaimana caranya aku bisa bangun dengan fit, kalau kau masih menggangguku seperti ini?" Kira berguling-guling di tempat tidur. Jam sudah menunjukkan jam dua malam, tapi Kira justru terjaga tanpa ada rasa kantuk sama sekali
"ShaKira Chairunisa.. Apa kau aman di luar sana? Huuufff.. Kemana aku harus mencarimu? Aku tak tahan lagi memikirkanmu seperti ini.. Kau membuatku bermimpi buruk.. Aku tak suka mimpiku.. Aku tak suka melihatmu terlihat oleh semua orang seperti itu. Apa kau melakukan itu untuk mengelabuiku? Hah... Bailkah..baiklah.. Kalau kau membuka seluruh penutup dirimu supaya aku bisa melupakanmu, kau salah besar! Aku akan bisa menemuimu walau kau melepaskan segala atributmu. Arrrrgghhh.. Kenapa aku harus bermimpi melihatmu seperti itu sih.. Andi.. Apa aku harus memberi tahu Andi untuk mencarimu tanpa penutup? Ahhh.. Tak boleh! Andi sudah mengkhiantiku... Lalu.. Siapa yang bisa aku suruh untuk mencarimu?" Ryan kebingunan sendiri. Tak satupun jawaban yang didapat Ryan. Dia hanya menatap langit-langit kamarnya.
"RYAN.. KAU SEDANG APA?" tanya Kira sambil menatap langit-langit di dalam kamar kostnya.. Air matanya mengalir.. Merasa sakit menyebut nama yang sudah membuatnya rindu ingin bertemu.
"Kau tahu, AKU SEDANG MENGAMATI LANGIT-LANGIT RUANGANKU.. Apa kau juga melakukan hal yang sama? Atau KAU SUDAH TIDUR? awas saja kalau kau enak-enakan tidur tapi kau membuatku begadang seperti ini!" Disaat yang sama, ketika Kira bertanya dan memandang langit-langit kamar kostnya, Ryan mengatakan kalimat ini.
"Aku merindukanmu.. MANA BISA AKU TIDUR.. Aku ingin memelukmu, Ryan.. Aku ingin kau disini juga memelukku.. Apa kau sedang memeluk wanita di video itu? APA KAU MENCINTAI WANITA ITU" Kira menangis semakin terisak setelah memikirkan apa yang sedang dilakukan Ryan.
"Fuuuh.. Kau sudah membuatku begadang seperti ini.. Apa kau masih bodoh dan tak menyadari, kalau KAU SATU-SATUNYA WANITA YANG AKU CINTAI? APA KAU BEGITU BODOH? Hah?" Ryan semakin kesal karena hanya bisa begadang menatap langit kamarnya, bicara seorang diri seperti orang gila.
"Hah.. apalah aku dibandingkan wanita di video itu.. AKU MEMANG WANITA BODOH.. Begitu bodoh berani mencintaimu.. Kau terlalu sempurna untuk jadi milikku.. tapi aku ga bisa berhenti mencintaimu.. Kenapa ini.. Arrghh... AKU HARUS BERHENTI MENCINTAIMU" Kira kesal dan merubah posisinya menjadi duduk
"Kau, wanita bodoh yang berhasil membuatku mencintaimu.. Awas saja.. SEKALI KAU BERANI BERHENTI MENCINTAIKU, AKU AKAN MENGHABISIMU.. Aku akan membuatmu menyesal pernah mengenalku.. Aku tak akan membiarkanmu mencintai orang lain..awas kalau kau berani berbuat seperti itu! Aaaarghhhh... Kau mengganggu pikiranku, ShaKira Chairunisa!" Ryan bangung dari posisi tidurnya, ke posisi duduk, membuka jas, kemeja, dasi, sepatu dan kaos kakinya. Lalu berjlan ke kamar mandi. "Hufff. Ini pasti karena aku ga mandi,aku ga bisa yidur!" Ryan masuk ke kamar mandi mengguyur tubuhnya di bawah pancuran shower.
"Huff.. Sebaiknya aku mandi.. Aku kan sudah bersih.. Setelah mandi,aku bisa solat tahajjud!" Kira masuk ke kamar mandi, mengguyur tubuhnya dengan air dari gayung, di wakyu yang sama Ryan berdiri di bawah oancuran shower.
"APA KAU MERINDUKANKU, ShaKira Chairunisa?" tanya Ryan di bawah pancuran shower.
"AKU SEMAKIN GILA KARENA MERINDUKANMU.. Suamiku.. Aku ga bisa berhenti memikirkanmu, bagaimana ini.." Kira menagis sesegukan sambil membasahi tubuhnya dengan air.
Malam ini.. Di tempat yang berbeda, keduanya saling berbagi rasa dan saling menyakiti. Tak peduli sejauh apa mereka berada.. Tak peduli dengan siapa dan apa yang sedang mereka lakukan.. Hati mereka masih terpaut satu sama lain.
Kira melaksanakan solat setelah mandi.. Ryan membaca kembali data perusahaan. keduanya fokus dengan kegiatan yang mereka lakukan masing-masing. Seperti biasa, Kira selalu mendoakan keberkahan rezeki, kesehatan, umur panjang, kemudahan dalam menyelesaikan setiap permasalahannya, dan keselamatan Ryan. Sedangkan Ryan,dia tak paham bagaimana harus berdoa, yang dilakukannya sekarang adalah bekerja sungguh-sungguh, dengan satu tujuan, bisa sukses menjadi yang nomor satu, membawa pulang Kira kembali, dan hidup bahagia dengan Kira. Mereka terus bekerja hingga pagi menjelang. Matahari pagi terlihat muncul di dalam kantor Ryan. Suara riuh orang berjalan kaki, motor, mobil, dan di depan kost Kira, menandakan pagi telah datang.
Keduanya mempersiapkan kegiatan mereka hari ini. Pak Bondan datang membawakan sarapan Ryan dan baju ganti pada jam enam pagi. Kira keluar dari kamarnya membeli nasi uduk di seberang kostnya sama jam enam pagi.
"SELAMAT MAKAN SUAMIKU.. Menumu hari ini sandwich dan omelet.. Menuku hari ini, nasi uduk. Bismillah.." Kira menyuap suapan pertamanya
"Aku akan makan sarapanku. Kau harus ingat.. MAKANLAH YANG BENAR.. Aku ingin kau masih hidup saat aku berhasil mencapai puncak. Karena AKU AKAN BEKERJA SEKARANG UNTUKMU!" Ryan menyuap suapan pertamanya, di saat yang sama, Kira menyuap suapan pertamanya.
"Habis makan, AKU AKAN BEKERJA Ryan.. Aku akan menghasilkan uang untuk kebutuhan hidupku.. Kau jangan khawatir.. Aku ingin kau bahagia.. Walaupun tanpa aku disampingmu sekarang, aku ingin kau tetap bahagia.. Aku hanya wanita bodoh yang bermimpi untuk selalu disampingmu.. Hahaha.. Aku tak akan mengganggumu lagi.. Aku akan bekerja keras untuk bisa hidup. Hufff.. Kau jangan khawatir, Ryan.. Kau tak akan tergantikan dalam hidupku, walaupun mungkin kita ga akan bertemu lagi." Kira terus saja memaki dan memuji Ryan selama makan. Rasa rindu sudah benar-benar membuatnya gila. Belum ada dua puluh empat jam mereka berpisah. Tapi rasa rindu bagaikan seabad tak berjumpa. Sakit menusuk di hatinya. Membuat Kira makan sambil menangis.
"Kau jangan berpikir macam-macam di sana saat aku bekerja di sini. Cukup tunggu aku! Biarkan aku bekerja dan aku akan menjemputmu dimanapun kau berada. Kau harus ingat, kau itu bodoh! jangan terlalu banyak berpikir. Hanya perbuatan bodoh yang kau hasilkan setiap kali kau berpikir.. Seperti sekarang, kau meninggalkanku karena pikiranmu kau begitu bodoh!" Ryan pun sama.. dia bergumam setiap kali menyuap makanannya. Memikirkan betapa bodoh Kira dan mengumpat Kira tiada henti, hingga makanannya habis.
TOK TOK TOK
"Tuan Muda!"
TOK TOK TOK
"Assalamu'alaikum Teh Icha!"
"Aku kerja dulu!" Ryan bergumam.
"Hmmm.. Sudah waktunya aku harus mencari kegiatan.. mungkin sekarang kau juga sedang sibuk" Kira berdiri ke arah pintu
Aktifitas pagi ini akan segera di mulai ditandai dengan bunyi ketuka pintu di ruang kerja Ryan dan kamar kost Kira. Mereka berdua, akan memulai kegiatan berbeda dari hari sebelumnya untuk hari ini.