Chereads / Perjalanan Cinta KIRA / Chapter 32 - Memancing di Ruang Praktikum

Chapter 32 - Memancing di Ruang Praktikum

Kira mengetuk ruang praktikum

Klek

Pintu di buka dengan senyuman orang yang menbukanya, bak seorang malaikat.

"Huff.. Kenapa harus senyum semanis itu, sih! Bisa ribet kalau Aku disuruh pulang sama suamiku!" Kira menahan napasnya melihat Farid. Wajahnya sudah merah padam melihat senyum farid, apalagi mengingat sudah memeluk Farid di motor tadi pagi. Untungnya, Kira memakai niqob. Dia aman dari kecurigaan Ryan.

"Silahkan masuk!" Farid membuka pintu.

"Hmm.. Suamiku boleh masuk, Kak?"

Farid mengangguk. "Apa ada pilihan lain bagimu untuk mengikuti praktikum, kalau Dia ga masuk?" Farid bersandar di pintu. bicara dengan menatap Ryan dingin tanpa senyum, seakan menabuh genderang perang.

"Apa maumu?" Ryan menanggapi

"Menyelesaikan tugasku diruang praktikum ini, lalu pulang ke rumah, berendam air hangat, makan, dan tidur. Apa Kau mau mengirim seseorang untuk menemaniku tidur?" Farid mengalihkan pandangan dari Ryan, melirik ke Kira dengan senyum setelah menyelesaikan perkataannya.

"Kau!"

"Suamiku, biarkan Aku selesaikan praktikumku dulu, Aku mohon..." Kira memeluk Ryan.

"Kau lihatkan, Dia memelukku, Dia milikku!" Ryan merasa bangga dalam hatinya, karena bisa menunjukkan kepemilikannya atas Kira didepan Farid.

"Selesaikan cepat praktikummu! Aku tak suka menunggu, apa Kau ingat?" Ryan menjawab ketus.

"Baik!" Kira berjalan masuk, kali ini tak menggandeng Ryan. Menuju meja praktikumnya dan menyiapkan semua yang dibutuhkannya.

Ryan berjalan dibelakang Farid, lalu duduk di kursi di samping Kira. Sedangkan Farid mengamati cara kerja Kira.

"Aku harus mengerjakannya cepat!" begitu pikir Kira.

Kira menimbang asam sitrat, memasukkannya ke dalam gelas becker, menambahkan air. Dan menghitung suhu pelarut menggunakan termometer pada tiga variable samplenya. Setelah mendapatkan hasilnya, Kira mencatat pada buku kerjanya.

"Berapa hasilnya?" Tanya Farid.

"Dengan air nol koma lima mililiter. Hasilnya tiga puluh dua derajat celcius. Dengan air satu mililiter, tiga puluh satu derajat celcius. Dengan air dua mililiter, dua puluh sembilan derajat celcius." Kira menjawab.

"Oke, bagus.. Sekarang sample dua, dengan asam sitrat berbeda konsentrasi!" Pinta Farid.

Kira dengan cepat menyiapkan tiga gelas becker, memasukkan di masing-masing gelas, asam sitrat dengan konsentrasi berbeda, 0,001 mol - 0,002 mol dan 0,003 mol ke dalam gelas yang berbeda, tak lupa disertai label supaya tak tertukar. Lalu menambahkan air dengan volume yang sama, satu mililiter, dan mengukur suhunya dengan termometer. Setelah mendapatkan hasilnya, mencatat di buku kerjanya.

"Mana yang suhunya paling rendah?" Farid mengamati.

"Yang ini.. Pakai asam sitrat nol koma nol nol tiga mol. Suhunya cuma dua puluh enam derajat celcius." Kira memegang gelas becker ditangannya.

"Kamu tahu tugas Kamu apa?"

"Tahu, kak.. Buat reaksi endoterm." Jawab Kira.

"Tadi apa yang Kamu kerjakan?"

"Reaksi endoterm yang ini." Kira menunjukkan kerjaan pertamanya. "Yang ini reaksi eksoterm." Jawab Kira

"Kenapa Kamu kerjakan dua-duanya?" Fardi tersenyum, masih manis senyumnya.

"Soalnya tadi Kakak bilang, lanjut percobaan kedua. Yaudah, Aku kerjain!" Jawab Kira.

"Hahaha.." Farid geleng-geleng kepala. "Darimana Kamu belajar semua?"

"Dari buku" Jawab Kira.

"Temanmu belum ada yang belajar sampai sejauh yang Kamu pelajarin tadi di kelas, kenapa Kamu ngotot banget belajar?" Farid melipat tangannya didada dan serius menatap Kira.

"Aku.. Aku mau jadi scientist, kak.." Jawab Kira ragu, bahkan menundukkan kepalanya.

"Mungkin itu hanya mimpiku yang tak akan pernah terwujud.." Hati Kira menyesali menjawab pertanyaan Farid.

"Kamu ga yakin gitu, jawabnya.. Mau jadi scientist? Hah!" Farid menggelengkan kepalanya lagi.

"Aku yakin Aku bisa!" Jawab Kira tegas. Dia merasa direndahkan oleh Farid. Kalau Ryan merendahkan, Kira ga akan menjawab semarah dan setegas itu karena Kira tahu siapa posisinya di mata Ryan. Tapi, ini Farid. Kira ga harus merendah dihadapan Farid.

"Kamu yakin?" Tanya Farid dengan senyum khasnya.

Kira mengangguk.

Farid memberikan spidol. "Hitung pelarutan panas pelarut dan tulis reaksi kimianya."

Kira mengambil spidol ditangan Farid, membawa data yang dipegangnya tadi. Mengerjakan semua di whiteboard. Ga sampai tiga menit semua selesai. Kira juga menjelaskan kesimpulan dari praktikum kali ini, sesuai yang diminta Farid.

"Kamu tahu bagaimana kerja di lab besar?" Tanya Farid.

Kira menggeleng. "Tapi Aku akan sungguh-sungguh, Aku harus, harus bisa bekerja disana!"

"Kamu mau ke lab mana?" Tanya Farid lagi.

"Cern! Aku mau ke Cern di Meryn, West Jenewa, Switzerland." Jawab Kira pasti.

"Ah. Laboratorium nuklir?" Farid berjalan bolak balik, sambil tangannya memegang dagunya.

"Iya" Jawab Kira pasti.

"Kenapa?" Tanya Farid. Yang sekarang sudah diam menatap Kira.

"Karena Aku suka ilmu Kimia. Laboratorium itu paling tepat untuk tempatku bekerja. Selain Cern laboratorium yang terus berkembang, Aku bisa belajar banyak, karena ada lebih dari empat ribu peneliti dari seratus tiga belas negara bekerja disana. Misi dari laboratorium itu, untuk mengungkap sifat alam semesta membuatku sangat tertarik. Aku ingin mempelajari lebih dalam tentang itu. Aku ingin sukses, dan Aku yakin Aku bisa dengan kemampuanku. Aku akan terus belajar untuk memantaskan diriku, supaya Aku bisa bekerja disana." Jawab Kira sangat panjang, lugas, dan menggebu-gebu bagaikan seseorang yang menceritakan impian terdalamnya.

"Apa yang dikatakannya? Dia sungguh luar biasa. Dia sudah tahu apa tujuan yang ingin dicapainya dalam usiannya yang sangat muda. Bahkan Dia berusaha keras untuk memantaskan diri" Farid sejenak tertegun mendengar perkataan Kira. Dia belum pernah menemukan seorang wanita seusia Kira yang berpikir sejauh itu. Rata-rata, mahasiswa akan belajar sampai selesai kuliah dan bekerja dibidang lain yang cepat menghasilkan uang. Tapi Kira, memilih memperjuangkan mimpinya yang sulit. Cern Laboratorium.. Bukan sesuatu hal yang mudah diwujudkan..

"Dia memiliki mimpi sebesar itu? Aku masih bisa merasakan keinginannya untuk mewujudkan mimpi itu dari kata-katanya tadi. Apa itu cita-cita terbesar dalam hidupnya?" Ryan memandang Kira dengan pandangan sulit diartikan. Takjub dengan kegigihan Kira. Kagum dengan kemampuan Kira yang sangat berbeda dengan dirumah, Kira yang penurut padanya dirumah, ternyata mahasiswa yang luar biasa di kampus. Ryan juga merasa takut.. Ketakutan akan ditinggalkan oleh Kira suatu saat kelak, ketakutan dirinya akan menjadi penghalang terbesar semua impian Kira.

"Apa yang Aku katakan tadi? Semoga apa yang Aku katakan tak akan membuat masalah nanti dirumah!" Kira yang sudah sadar apa yang dikatakannya, mulai merasa takut.

"Kasihan Kira, Dia harus mengubur semua mimpinya.." Asisten Andi bergumam, merasa sangat prihatin dengan Kira.

Farid masih menatap Kira. Dia berjalan mundur mendekat ke Ryan, hingga dirinya berdiri disamping Ryan dengan posisi Ryan yang duduk dan Farid berdiri.

"Mau apa orang ini?" Ryan merasa risih menatap Farid dan berdiri.

"Kau dengar apa cita-cita dan impian terbesarnya?" Kali ini Farid menghadapkan tubuhnya ke Ryan dan menatap matanya.

"Kau pikir Aku tuli tak bisa mendengar itu?" Jawab Ryan tak ingin kalah.

"Kau.. Apa Kau bisa membantunya mendapatkan mimpinya? Atau Kau justru akan membuatnya mengubur impiannya?" Farid tersenyum lebar. "Aku akan membantu Kira mewujudkan impiannya. Aku tak pernah bertemu dengan seorang di usianya memiliki impian begitu besar sepertinya. Kalau Kau memang mencintainya, Kau harusnya tahu untuk tak mematahkan sayapnya!" Suara Farid yang setengah berbisik. Tak terdengar oleh orang lain kecuali Ryan. Farid tak menunggu Ryan menjawab. Dia memalingkan wajahnya dan berjalan ke arah Kira.

"Baiklah, mulai besok Kau bekerja di lab ini. Bantu Aku, akan Aku ajarkan sedikit demi sedikit bagaiman cara bekerja di lab. Kau cukup pandai, kalau Kau serius, bukan mustahil Kau bisa bekerja di Cern!" Farid berdiri didepan Kira dan tersenyum.

"Betulkah?" Tanya Kira, gugup tak percaya.

Farid mengangguk. "Kau juga bisa dapat tambahan pemasukan dengan menjadi asisten di lab!" Farid tersenyum. "Datanglah lebih pagi, jam delapan, Kau harus sudah ada di lab. Untuk membantu persiapan praktikum. Jam lima sore, Kau harus sudah sampai di lab, untuk mengecek bahan, membuat bahan yang harus didiamkan semalaman atau beberapa hari sebelum digunakan untuk praktikum."

"Aaaah.. Terima Kasiiih atas penawarannya.." Kira bertepuk tangan. "Tapi, tunggu sebentar, Aku harus izin dulu!" Jawab Kira, yang langsung berlari menuju Ryan.

"Apa.. Aku diizinkan?" Tanya Kira dengan kedua tangan kanan dan kirinya saling berpegangan, ujung sepatu kaki kanannya mengetuk-ngetuk di lantai menunjukkan bahwa Kira nervous.

"Apa Dia akan mengizinkanku? Apa Dia mau memberikanku kesempatan?" Tanya Kira dalam hati.

Untuk beberapa saat Ryan menatap Kira. Hingga akhirnya Ryan mengangguk.

"Kau mengizinkanku?"

Ryan mengangguk pasti.

"Aaaaah.. Terima Kasih suamiku!" Kira langsung berteriak dan memeluk Ryan dengan sangat erat. "Terima kasih.. Terima kasih.. Terima kasih sudah mengizinkanku.. Terima kasih." Masih terus mengucapkan kata terima kasih pada Ryan.

"Kau gadis bodoh! Aku bisa berikan Kau apapun tanpa dirimu harus bekerja. Tapi Kau begitu senang dengan bekerja untuk mencapai cita-citamu.. Aku akan lakukan apapun untuk membantumu, ShaKira Chairunisa! Kau menikahi lelaki yang punya banyak kuasa!" Ryan tersenyum dengan Kira dalam pelukannya. Menatap ke Farid seakan menunjukkan, bahwa dirinya mampu mewujudkan mimpi Kira.

"Ingat, ada timbal balik untuk ini semua dirumah!" Ryan berbisik pada Kira.

"Aku mengerti.. Terima kasih untuk semuanya!" Kira menatap Ryan. Matanya menunjukkan kebahagiaan.

"Anak muda ini hebat. Dia bisa mengarahkan Tuan Muda untuk membantu Kira!" Asisten Andi tersenyum simpul.

"Kau masuk dalam perangkapku! Akhirnya Kau mulai mengizinkan Kira bebas! Sedikit demi sedikit, Kau akan membebaskannya.. Aku bahagia untukmu, Kira!" Yah, Farid memang memberikan semua pertanyaan itu untuk menjebak Ryan. Dia ingin membuat Ryan tahu apa impian terbesar Kira sehingga tak akan menyusahkan Kira seperti kemarin.

Kira melepaskan pelukannya pada Ryan. Dan menengok ke Farid.

"Adalagi yang harus Aku selesaikan?" Tanya Kira.

"Cuci, rapihkan ke tempat semula!" Jawab Farid menunjuk ke alat praktikum yang digunakan Kira. Lalu dia duduk mengambil buku, dan menulis sesuatu disana, seperti laporan.

"Baik." Kira mengambil semua perlengkapan praktikumnya, mencuci, mengeringkan dan menaruh ditempatnya.

"Sudah selesai." Jawab Kira.

"Kau boleh pergi!" Farid menatap Kira dan tersenyum.

"Boleh Aku numpang solat?" Tanya Kira ke Farid. "Aku lihat ada sajadah diruangan sana, sekarang sudah hampir setengah enam, kalau Aku ke mushola, Aku kehabisan waktu Ashar."

Farid mengangguk.

"Aaah, terima kasiiiih!" Jawab Kira, dan melihat ke Ryan.. "Aku solat dulu, ya.. Lima menit aja!" Kira pergi setelah melihat anggukan Ryan.

Tak ada obrolan antara Ryan dan Farid saat menunggu Kira solat. Seseorang menelepon Farid, dan Farid mengangkat telepon, berbicara dengan Bahasa Jepang yang fasih melayani lawan bicaranya diujung telepon. Sedangkan Ryan, membuka handphonenya, mencari tahu apa itu Cern Laboratorium. Dia sangat fokus hingga tak memperdulikan panggilan Kira yang sudah didepannya.

Tuk Tuk Tuk

Jari Kira mengetuk-ngetuk layar handphone Ryan

"Haaaah.. Apa maumu?" Tanya Ryan gugup, ketahuan sedang mengamati Cern Laboratorium dan langsung menyimpan handphone dikantongnya.

"Mau apa Kau mencari tahu Cern Laboratorium? Jangan bilang Kau ingin menggagalkanku ke sana, ya!" Kira berspekulasi dalam hatinya.

"Ayok pulang, suamiku!" Jawab Kira agak kesal karena lama menunggu Ryan.

"Hmm.. Kak!" Kira melambaikan tangan. Karena Farid masih menelepon. Dan dibalas dengan lambaian tangan juga senyuman dari Farid. Orang yang diteleponnya seperti orang penting. Wajah dan sikap Farid menunjukkan sikap hormat kepada orang yang diteleponnya, walaupun orang itu tak melihatnya.

"Kenapa ga ditaruh di locker?" Tanya Ryan yang melihat Kira menaruh jas labnya di tas, dan tetap melangkah meninggalkan locker.

"Ga, ini kotor, mau Aku cuci!" Jawab Kira, yang sudah ditarik Ryan untuk kembali dalam rangkulannya.

Mereka turun tanpa ada yang berbicara satu sama lain. Kira memilih menghemat tenaganya, karena Kira juga sangat lelah untuk memulai pembicaraan. Tadi malam Kira tak tidur, hari ini, banyak sekali yang dilakukannya dikampus membuat energinya terkuras habis. Kira juga sangat lapar, karena Kira hanya makan beberapa suap tadi. Semua makan siangnya dihabiskan oleh Ryan, padahal Kira belum sarapan dari pagi.

"Tuan Muda, kemana tujuan Anda selanjutnya?" Tanya Asisten Andi yang memecah kesunyian.

"Lebih baik bertanya sekarang, supaya Aku bisa memastikan tempat yang akan dikunjungi steril dari wanita-wanita yang pernah bersama denganmu!" Pikir Asisten Andi sebagai antisipasi kejadian kemarin.

"Penjara!" Jawab Ryan.

"Apaaa?" Kira berhenti berjalan menatap Ryan.

"Kau merindukan Ayahmu, kan?" Tanya Ryan menatap mata Kira. "Hari ini Aku izinkan Kau bertemu dengannya selama lima belas menit."