Kamu serius?" Tanya Kira tak percaya.
Ryan mengangguk.
"Tetap ada konsekuensinya dirumah, jangan lupakan itu.." Ryan berbisik di telinga Kira, menunjukkan senyum penuh makna.
"Terima kasih.. Terima kasih.. Kau baik sekali padaku.. Terima kasiiih.. Hikshiks..." Kira sudah memangis terharu dalam pelukan Ryan..
"Wanita ini.. Kenapa sangat mudah baginya bahagia? Aku tak memberikannya apapun.. Tak ada satu rupiah pun Aku berikan, tapi Dia sangat bahagia. Apa memang Dia tak menyukai uang?" Ryan belum paham dengan Kira. Wanita yang tak meminta uang padanya. Tapi sangat senang dengan sedikit perhatiannya. Ryan belum mengerti wanita macam apa yang ada disampingnya. Rasa penasarannya membuat Ryan semakin tergila-gila dengan Kira, walaupun Dia masih enggan mengakuinya.
"Ehmm.. Kalau Kau memelukku begini terus, Kita ga jalan-jalan, dan Kau ga akan bisa bertemu ayahmu! Penjara sudah tutup!" Ryan mencoba senatural mungkin menutupi perasaannya.
"Baiklah, ayo cepat.." Pinta Kira, yang sudah keluar dari pelukan Ryan.
Mereka berjalan ke arah parkiran. Kira yang antusias, telah melupakan rasa lelahnya. Kira menjadi lebih energik dan seperti memiliki tenaga tambahan untuk pergi menemui ayahnya.
"Silahkan masuk, Tuan Muda!" Asisten Andi membukakan pintu untuk Ryan, dan Pak Man membukakan pintu untuk Kira.
"Haaah.. Buku dan handphoneku masih disini! Alhamdulillah.." Kira bersorak dalam hatinya. Segera memasukkan barang yang berserakkan dilantai ke dalam tasnya.
"Hmm.. Sudah mati!" Kira mengecek handphonenya, dan menaruh ke dalam tas.
"Apakah buku-buku itu lebih penting daripada Aku, sampai Dia lebih fokus memungut buku-buku itu, daripada berusaha mendekat kepadaku?" Ryan yang sedari tadi memperhatikan Kira, masih merasa sikap Kira sangat aneh dan berbeda dengan perempuan yang selalu bersamanya.
"Apa sudah selesai?" Ryan duduk dengan tangan dilipat didepan dada, kaki kanan bertumpu diatas kaki Kiri, dengan kepalanya sedikit miring memperhatikan kira yang hampir selesai memasukkan barangnya.
"Ah, iya udah.." Kira tersenyum. "Kau mengizinkan Aku mendekat padamu?" Tanya Kira menatap Ryan. yah, Kira berani menatap Ryan sekarang.
"Ya Rob.. Kali ini Aku tulus ingin mendekat ke Ryan.. Aku.. Aku tahu kalau Aku tak boleh mencintainya.. Tapi izinkanlah Aku merasakan sedikit kenyamanan berada disisinya sebentar, Dia masih halalkan, untukku.. Dia masih suamiku." Kira sungguh berharap untuk kali ini, Dia ingin memeluk Ryan..
"Mendekatlah!" Ryan membuka tangannya. Kira mendekat, dan bersender di dadanya.
"Terima kasih." Jawab Kira, langsung mendekat.
"Ada apa? Kau.. Sangat berbeda!"
"Huffff.. Kenapa Aku bertanya seperti itu? Sungguh merendahkan harga diriku!" Ryan sangat malu dengan kata-katanya tadi.
"Hmm.. Aku lelah, Aku cape, Aku juga lapar.." Jawab Kira yang hampir memejamkan mata, karena ngantuk.
"An.."
"Ssssst..." Kira sudah menutup mulut Ryan dengan telapak tangannya, supaya Ryan ga jadi memanggil asisten Andi. "Izinkan Aku tidur dulu, ya.. Mataku ga kuat untuk melek lagi." Jawab Kira semakin mengantuk.
"Kau... Bodoh! Mana enak tidur seperti ini!" Ryan menurunkan kepala Kira di pahanya, "Naikkan kakimu ke jok mobil!" Pinta Ryan lagi yang langsung dituruti Kira.
"Tidurlah!" Suara Ryan sangat merdu terdengar ditelinga Kira.
Kira yang sudah sangat mengantuk, akhirnya tertidur dengan pulas. Hati Ryan sangat senang melihat Kira yang tertidur sangat pulas dipangkuannya. Perasaannya berbeda jauh dari tadi pagi, Ryan masih ingat betapa paniknya Dia tadi pagi saat mendengar laporan Kira hilang."
Flashback On
"Tuan Muda, Apa Anda mau berangkat sekarang bertemu Dokter Farida?" Tanya Asisten Andi yang melihat Ryan turun masih memakai pakaian casual, bukan pakaian yang biasa dipakainya untuk bertemu Dokter Farida.
"Nanti dulu, tadi ada yang terlupa olehku!" Jawab Ryan, sambil merebahkan dirinya duduk di sofa.
"Apa yang Tuan Muda perlukan?" Tanya Asisten Andi
"Hmm.. Apalagi yang dilupakannya? Apa Dia punya otak untuk mengingat barang tertinggal?" Asisten Andi mencoba mencerna dalam otaknya. Karena biasanya Asisten Andi yang mengingat ini, bukan Tuan Mudanya.
"CCTV! Aku mau cek CCTV dari tadi malam!"
"Baik, Tuan Muda!" Andi segera naik ke ruang kerja, mengambil laptop disana yang terhubung dengan CCTV diruangan ini.
"Hwaaaaa.. Mati Aku.. Tadi Kira menyentuhku lagi.. Tapi, Aku kan sudah berusaha menghindar.. Tak ada waktu untuk mengedit, hufff." Walau dengan berat hati dan bertolak belakang dengan kata hatinya, Asisiten Andi tetap turun memberikan laptop yang terhubung dengan CCTV kepada Tuannya.
"Tuan Muda, silahkan."
Ryan mengambil laptop yang ada ditangan Asisten Andi. Lalu, mengamati apa yang terjadi tadi malam disana.
Dimulai dengan Stella masuk dan Kira segera bersembunyi
"Andi, kenapa Dia bersembunyi saat Stella datang, bukan justru mendekat dan menggapai tanganku?" Ryan mempause Videonya dan menatap marah ke Asisten Andi.
"Nyonya Muda mungkin takut dengan Stella, Tuan Muda.. Nyonya Muda masih anak-anak.. Usianya masih sembilan belas tahun" Asisten Andi menjawab pertanyaan Ryan, berusaha untuk tak menyakiti Tuannya.
"Mana Aku tahu.. Kenapa Dia bersembunyi.. Harusnya Kau tanya padanya langsung bukan menyusahkan Aku beginiiii." Dalam hati Asisten Andi sudah ingin mencubit Tuan Mudanya.
Kira duduk di pinggir kolam renang, cukup lama.. Diam.. Menangis, lalu menghapus air mata dengan tangannya, memeluk lututnya, menangis lagi, terus saja seperti itu hingga lebih dari tiga jam.
"Andi, kenapa Dia duduk di sana malam-malam selama tiga jam lebih? Kenapa duduk dilantai? Kenapa Dia ga tidur?" Ryan mempause laptopnya dan kali ini sudah berdiri, kedua tangannya ada di pinggangnya dan sudah sangat marah memandang Asisten Andi.
"Tuan Muda, mungkin Nyonya Muda cemburu, makanya menangis dan duduk disana sendirian, Tuan muda kan sedang bersama dengan Stella dikamar.." Jawab Asisten Andi agak ragu diujung kalimatnya.
"Andi.. Jadi Kau menyalahkanku?" Ryan sudah memegang kerah baju Andi.
"Bukan, Tuan Muda, Aku hanya ingin bilang, Nyonya Muda cemburu padamu, Dia mencintaimu!"
"Cemburu? Dia mencintaiku?" Seutas senyum muncul di wajah Ryan, mengulangi perkataan Asisten Andi dan melepaskan tangannya dari kerah baju Asisten Andi.
"Betul, Tuan Muda.. Nyonya cemburu dan mencintaimu!" Jawab Asisten Andi penuh penekanan.
"Hah, Aku mengerti.. Tekankan cemburu dan cinta.. Hidupku pasti aman.." Asisten Andi sudah mulai bisa menerka cara otak Tuan Mudanya bekerja sekarang.
Ryan tak menjawab, dan langsung kembali duduk, melanjutkan videonya.
"Andi, ruangan apa dibelakang dapur? Kenapa Dia masuk ke sana sangat lama?" Ryan masih menunjukkan wajah tak suka, tapi masih melihat laptopnya. "Kenapa ruangan itu ga ada CCTVnyaaaa?" Ryan berteriak, lalu berdiri dan frustasi berjalan mondar-mandir.
"Itu ruang kamar tidur pembantu, Tuan Muda! Di dalam sana tak dipasang CCTV." Jawab asisten Andi masih ngos-ngosan, karena tadi Dia langsung berlari mengecek ruang apa dibelakang sana, saat Ryan bertanya.