"Raeka-ssi, ada apa dengan matamu?" Bagai angin lalu saat Raeka mendengar komentar teman kerjanya pada pagi itu. Ia terlalu lelah untuk sekedar menjawab pertanyaan mereka. Bayangkan saja, jam 03.00 subuh ia baru bisa menyelesaikan laporan yang diberikan direktur Lee padanya. Hanya dua jam saja ia istirahat.
"Yaa, apa lagi ulah Direktur kesayanganmu itu?? Apa ia yang membuat kantung matamu jadi menghitam begitu?" Baru saja Raeka duduk di kursi meja kerjanya.
Teman kantornya, Park Chaerin. Sudah menimpali dirinya dengan pertanyaan yang malas untuk dijawab. "Aku sedang tak ingin membicarakan manusia tak berhati itu." Jawab Raeka malas. Ia lebih memilih tidur sebentar di meja kerjanya, yang ia perlukan sekarang adalah membuat matanya terpejam untuk sementara.
"Nona Kim!"
"Nona Kim!"
Senggolan keras di siku Raeka membuatnya kembali pada alam sadar. Hanya sebentar saja. Raeka hanya ingin memanjakan mata agar tak menghitam parah.
Tapi, dunia seakan ingin menyiksanya terus-menerus."Ada apa sih?" Tanya Raeka kearah orang yang menyenggolnya, Mata gadis itu masih kurang fokus karena baru bangun tidur. Raeka mendapatkan Chaerin yang menatapnya was-was.
Dagu Chaerin seperti mengarahkannya untuk menatap ke belakang. Raeka yang bingung hanya menurut saja untuk mengikuti arah yang ditunjuk Chaerin.
Dan Taraaaaa... Deriktur Lee sudah berdiri dengan tangan yang ia singkap di dada. Mata tajam seperti biasa dan raut wajah seakan ingin memakan Raeka bulat-bulat.
"Nona Kim, apa aku menggajimu untuk tidur di sana?" Suara khas seorang pemimpin kejam begitu jelas terdengar.
Raeka pun menutup mata pasrah dan mengutuk siapa saja yang tidak membangunkannya sebelum orang ini datang. "Keruanganku sekarang, Dan bawa pekerjaanmu!" Perintah Direktur Lee pada Raeka.
Raeka menyesali kesalahannya kemarin. Karena terlalu lelah, ia lupa untuk mengirimkan laporan itu pada atasannya. Mungkin sekarang ia akan diberi surat peringatan karena melalaikan tugasnya atau mungkin ia langsung dipecat. Walapun ia tak ingin membayangkan hal-hal seperti itu namun otaknya ternyata tak sinkron dengan hatinya.
Donghae Pov-
"Mwoya!! Gadis itu belum mengirim laporannya!!" Seruku pagi-pagi buta, padahal aku sengaja bangun pagi-pagi begini agar aku bisa cepat-cepat mengirimkan laporan itu kepada Abeoji..
Gadis itu sudah membuat pagi indahku menjadi berantakan. Bagaimana aku bisa menjelaskannya pada Abeoji nanti. Tidak mungkinkan aku hanya mengirim laporan yang sudah kukerjakan setengah. Aku pasti akan digantung!! Aku memang sengaja membagikan setengah pekerjaanku pada gadis itu.
Alasannya hanya satu, Yaitu hanya dia yang sanggup menyelesaikan laporan-laporan pemasukan dan pengeluaran tiap bulannya dalam waktu cepat. Aku tak tahu dari mana Abeoji menemukan gadis seperti itu. Umurnya masih dua puluh enam tahun tapi ia sudah mampu mengerjakan pekerjaan seorang Direktur. Jika ayahnya tidak mempunyai sebuah perusahaan, tidak mungkin ia mampu melakukan pekerjaan berat itu. Tapi aku tidak mempermasalahkan hal itu, hanya saja sikap teledor dan pelupanya benar-benar membuat urat-urat di kepalaku ini menengang. Dan kejadian inilah salah satu kelemahan gadis itu.
Tok...Tok...Tok...
Aku mendengar ketukan pintu dari luar. "Aku akan turun tiga puluh menit lagi!!" Seruku dengan santai, Aku tak usah repot-repot membuka pintu karena orang diluar sana pasti pelayan yang ingin membangunkanku.
Kulupakan laporan sialan ini dan bergegas menuju kamar mandi sebelum aku telat ke kantor. Aku sudah siap untuk menegur gadis ceroboh itu.
****
"Donghae-ya, Kau tahu Choi Siwon akan menikah?" Pertanyaan itu sanggup menghentikan kunyahan dimulutku. Aku menatap ibuku singkat sebelum kembali melanjutkan makan. "Aku tahu." Ucapku singkat.
"Abeoji, menyuruhmu datang ke pesta pernikahannya." Aku tak sadar telah membanting sumpit setelah mendengar perkataan ibuku.
"Waeyo? Setelah apa yang telah keluarganya lakukan kepada Abeoji, kenapa aku harus datang ke tempat itu?"
"Donghae-ya..."
"Aku tak akan pergi. Eommoni tenang saja, nanti aku akan telpon dan bilang pada Abeoji." Lanjutku sebelum beranjak dari kursi, karena sudah tak bernafsu lagi.
Choi Siwon, Aku sudah muak dengan nama itu. Keluarganya sudah mengambil alih perusahaan yang dulu sudah Ayahku capai dengan kerja kerasnya sendiri. Memang waktu itu umurku masih lima belas tahun dan aku tak mengerti bahwa keluarga temanku sendirilah yang telah mengambil perusahaan dan membuat Ayahku harus membangun sebuah perusahaan baru dari nol lagi. Tapi dengan bangganya ia pamerkan padaku. Ayahku sempat frustasi. Namun beliau lebih memilih tegar dan bertahan untuk keluarganya.
Aku tak ingin menyia-nyiakan keringat yang sudah Ayahku keluarkan untuk perusahaan ini. Aku akan membuat perusahaan ini maju dan mengalahkan SC company.
****
Setelah sampai kantor, dengan cepat kakiku melangkah menuju ruangan ADM menagih pekerjaan gadis pelupa itu. Saat kubuka pintu ruangan itu. Aku melihat dua pegawai langsung berdiri memberi hormat padaku. Dan aku melihatnya, gadis itu sedang duduk dengan menopang wajahnya ditelapak tangan. Cih..Tidur?!!
Aku merasa ada api yang sedang menyulut-nyulut di atas kepalaku.
"Nona Kim!!"
"Nona Kim!" Aku sungguh sedang menahan diri untuk tidak menggebrak mejanya. Pegawai wanita yang sedang berada disamping gadis teledor ini cepat-cepat membangunkannya dengan cara menyenggol sikut gadis itu.
"Ada apa sih?" Gadis itu mulai terbangun dan memilih menyandar, masih dengan mata tertutup. Aish... Kalau dia ini adikku, sudah kujitak kepalanya sekarang juga.
Pegawai wanita itu dengan wajah was-was menyuruh gadis itu untuk menoleh ke belakang. Tepatnya di mana aku sedang berdiri sekarang. Ia menoleh dan dua detik kemudian matanya terbelalak dan langsung beranjak dari tempat duduknya. Cih... Kau itu melihat atasanmu apa melihat hantu, Hah!!!
"Nona Kim, apa aku menggajimu untuk tidur di sana?" Emosiku sudah sampai di ubun-ubun.
Apa yang sebenarnya Ayah banggakan dari gadis ini, aku akui kerjanya memang bagus. Tapi apa kita memerlukan pegawai yang ceroboh begini??
"Keruanganku sekarang dan bawa pekerjaanmu!!" Bentakku akhirnya sebelum aku melangkah meninggalkan ruangan itu.
****
"Apa kau tahu kesalahanmu, Nona Kim?" Aku menatap tajam gadis itu setelah ia masuk keruanganku.
"Ne,Joesonghamnida(Saya minta maaf)..." Suaranya terdengar sangat menyesal.
"Tidak kah kau mengerti seberapa pentingnya pekerjaan ini untuk perusahaan kita!!"ku bentak gadis itu sekali lagi, namun kali ini ia tak bergeming dan hanya bisa menatap lantai yang mungkin menurutnya lebih menarik.
"Aku tak ingin membuang waktuku untuk memarahimu. Lebih baik cepat serahkan laporanmu sekarang agar aku bisa mengirimnya pada dewan direksi." Sentakku dengan nada sedikit memaksa, Kulihat wajahnya berubah menjadi tegang. Setelah itu, aku tak mau membuang waktuku dan menyuruhnya segera pergi.
Aku segera memeriksa laporan yang ia kerjakan, dan aku terkesan ia dapat mengerjakannya dengan baik. Ayahku memang tidak pernah salah mencari orang yang mampu bekerja namun Ayahku benar-benar tidak bisa melihat kepribadian seseorang. Lihatlah gadis ini sebagai contohnya. Tidak menyangka dengan kepribadian parah seperti itu, ia mampu mengerjakan pekerjaan seperti ini.
****
Raeka POV
Aish...
"Apa-apaan pria itu? Seharusnya ia berterima kasih padaku karena membantunya mengerjakan pekerjaan yang semestinya menjadi tanggung jawabnya?!!" Aku menggerutu sendiri di sepanjang lorong menuju ruangan kerjaku. Orang itu memang tidak tahu diri. Apa sulit baginya untuk mengucapkan 'terima kasih' padaku.
"Raeka-ssi, Bagaimana dengan pertemuanmu dengan atasan kesayanganmu?" Sambut Chaerin yang terdengar seperti subuah ledekan bagiku. Aku langsung melirik sinis pada gadis itu namun ia malah tertawa lebih keras. Aku menghela nafas berat sebelum duduk di kursiku. "Aku sungguh ingin mengutuk laki-laki itu agar ia tunduk padaku."
"Raeka-ssi, Ada apa denganmu?" Tanya Chaerin sambil melirik takut padaku. "Lebih baik kau menjauh dulu dariku, sekarang aku benar-benar ingin mencekik seseorang." Ucapku dengan suara suram membuat Chaerin semakin ngeri menatapku.
Ingin sekali kuhancurkan perusahaan ini dalam waktu sekejap. Bagiku itu tak masalah karena perusahaan Ayah 2 kali lipat lebih besar dari pada perusahaan ini namun Tuan Lee Dongwook memintaku untuk membantu anaknya yang menyebalkan itu—yang sekarang menjadi Direktur di perusahaan ini. Ia tak tahu apa-apa tentang latar belakangku karena aku meminta Tuan Lee untuk merahasiakannya dari siapapun yang bekerja di sini. Aku mulai menatap layar komputer yang sudah menyala di hadapanku, memeriksa E-mail yang masuk.
Ternyata dari si Direktur menyebalkan itu lagi. Aigoo...tidak bisakah sehari saja ia tak menggangguku???
Padahal aku masih harus memeriksa laporan pengeluaran dua bulan yang lalu dan orang ini bisa-bisanya menyuruhku memeriksa pemasukan selama dua belas bulan dan harus selesai sebelum makan siang. Cih..Apa tidak salah?!!!!
****
"Yaa, Kau lama sekali! Tokonya kan tutup dua jam lagi..." Jaekyung sudah mengomel setelah aku muncul di café Milan. "Mianhae, Pekerjaanku akhir-akhir ini banyak sekali dan aku tidak ingin menumpuknya." Kataku menyesal, aku terlalu bosan untuk mengatakan kalau semua pekerjaan merepotkan itu aku dapat dari atasanku yang super kejam. Namun tak usah aku mengatakannya pun wajah Jaekyung sudah menunjukkan bahwa ia paham dengan penderitaanku. Yah, ia adalah teman yang pengertian.
Langkah kami terhenti di sebuah butik yang berada di Jalan Garosu-gil, sebuah daerah yang cukup terkenal untuk berbelanja dengan harga yang cukup terjangkau. Yah, mungkin ini tempat yang tepat untuk keadaan kantongku yang sudah menipis. Jaraknya tidak jauh dengan café yang baru saja kami kunjungi hanya berjarak mungkin kurang lebih lima ratus meter. "Ini butik kenalanku, dulu kami sempat bekerja sama dalam proyek pembangunan butiknya di Apgujeong." Ucap Jaekyung. "Mwoya...Apakah ini cabangnya??" Tanyaku, Jaekyung hanya mengangkat bahu sembari tersenyum. Aish, jawaban apa itu?
Mataku terpaku pada sebuah dress merah darah tanpa lengan, aku menghampiri dress itu. "Aku tahu, kau akan memilih gaun itu." Ungkap Jaekyung sembari menghampiriku.
Aku menoleh kearahnya dengan pandangan bertanya. "Aku memang memesan gaun ini untukmu. Kau akan terlihat lebih berani menghadapinya nanti." Jelas Jaekyung sambil menepuk-nepuk pundakku. Ternyata ia sudah memesan sebelumnya, kalau begitu kenapa tidak langsung dibeli saja.
Yah, akhirnya keputusanku jatuh pada gaun itu. sebenarnya bukan hanya keputusanku tapi keputusan kami lebih tepatnya.
"Aku pulang!" Seruku sembari memasuki rumah.
Terdengar sautan Jaekwon dari dalam. "Eomma, noona sudah pulang!"
"Noona belanja lagi? Katanya sudah tidak ada uang??" Tanya Jaekwon menghampiriku. "Aku memang tidak punya uang." Jawabku tak bersemangat, Jaekwon melirikku sembari melirik tas belanjaanku secara bergantian. "Aku pinjam uang, kau puas?? Sekarang jangan ganggu aku." Aku berlalu sembari memasang muka sebal.
"Apa Abeoji tahu?" Ledek Jaekwon sambil memasang tampang menyebalkan. Memang bisa gawat jika ayah sampai tahu kalau aku meminjam uang dari orang lain. Ayah pasti akan menyuruhku untuk segera mengundurkan diri dan bergabung dengan perusahaannya. Gajiku memang terbilang standar di sana, dan untuk berfoya-foya saja belum tentu bisa. Makanya walaupun ayah membiarkanku bekerja di tempat orang tapi sebenarnya ia juga menentang keras.
"Setidaknya jika Abeoji tahu, aku tidak usah repot-repot untuk mencari pelakunya." Balasku sembari menoleh tajam kearahnya membuat ia bergidik ngeri. "Noona, kau lebih menakutkan dari Jaejoong hyung." Katanya takut. "Yah, itulah point terpenting yang harus kau tahu adikku."
Aku termenung kembali di depan meja kerjaku, menatap pantulan sinar bulan yang menerangi kamarku yang sudah padam. Aku kembali teringat akan sosoknya yang berdiri di belakang tembok di luar pagar rumahku menunggu sosokku yang akan keluar menghampirinya. Ia sempat melamarku waktu itu, hanya saja saat itu aku belum tamat kuliah. Katanya ia akan menungguku, empat tahun yang lalu ia bilang ia akan menungguku.
Namun, sekarang aku menyadari bahwa yang ia katakan hanya sebuah ilusi. Ilusi yang membuat ku bahagia dan berharap walaupun itu hanya sesaat. Hatiku sakit, dadaku terasa sesak. Membayangkannya sedang bersanding dengan wanita lain di altar membuat hatiku pedih. Aku harus bagaimana? Untuk menyembuhkan luka ini, aku harus bagaimana??
Airmata yang tak seharusnya keluar, malah sudah mengalir melewati pipiku...
****
Aku melihat pantulanku di cermin, aku sudah siap. Apapun yang terjadi aku sudah siap menghadapi apapun yang akan terjadi. "Noona, Jaekyung noona sudah datang..." Seru Jaekwon sembari menghampiriku.
"Arraseo.." Balasku.
"Ada apa dengan wajah noona? Seperti mau dikorbankan saja." Jaekwon berkomentar sambil menatapku heran, aku balas meliriknya sinis kemudian terdiam sejenak. Di dalam keluargaku. Hanya Jaekwon saja yang tidak bisa aku bohongi. Walaupun kami sering bertengkar, kami tidak bisa membohongi satu sama lain.
"Kalau noona tidak ingin pergi seharusnya tidak usah memaksakan diri. Daripada di sana noona pingsan saat mereka sedang berikrar. Kau malah akan menyusahkan orang banyak di sana." Celetuk Jaekwon sambil menyandar di pintu kamarku, anak ini benar-benar tak pernah bisa mengatakan hal yang bagus ya...
"Berikrar ya..." Ku ulangi kata kerja itu. mungkin memang ben... tunggu dulu, bagaimana bocah itu tahu.
"Yaa, bagaimana kau bisa tahu?" Aku menatap Jaekwon bingung.
Ia tersenyum seolah tidak ada yang ia tak tahu di dunia ini. "Memang noona pikir siapa yang kau pacari dulu? Seorang pegawai biasa?? Dia kan calon CEO di SC company. Bahkan perusahaannya sangat berpengaruh terhadap Negeri ini seperti perusahaan Abeoji, mana mungkin pernikahan mereka tidak akan menjadi berita. Walaupun ada yang bilang perusahaan mereka sedang tidak stabil sekarang." Bocah ini pintar juga.
"Tidak akan, aku tidak akan pingsan di depan mereka." Aku meyakini Jaekwon meski dalam diriku tak ada sedikitpun keyakinan seperti itu. Jaekwon memandangku ragu, namun sedetik kemudian ia menepuk pundakku pelan. "Noona harus kuat." Aku menatapnya yang sedang berlalu. Bocah itu kadang bisa bersikap lebih dewasa dari pada aku. Dan setelah semua ini selesai, tak ada alasan lagi bagiku untuk menunggunya kembali.
****
"Jika kau ingin lari sekarang, belum terlambat." Jaekyung menatapku simpati, ia melihat wajahku yang sudah pucat pasi. "Sudah tiga tahun aku tak melihat orang itu, setidaknya untuk terakhir kali. Aku ingin melihat wajah Siwon oppa yang bahagia." Aku memaksakan diri untuk tersenyum. "Aku tidak akan lari."
Kami melangkah memasuki gedung resepsi yang megah dan mewah. Kulihat banyak sekali kolega-kolega yang kukenal karena mereka juga merupakan rekan bisnis ayahku. Banyak reporter yang sedang sibuk meliput acara pernikahan yang sebentar lagi akan segera dimulai.
"Apa ini pernikahan Presiden? Kenapa banyak sekali orang-orang terkenal." Komen Jaekyung takjub. Memang ini pertama kalinya Jaekyung datang ke pernikahan yang super megah seperti ini. Kami dapat undangan karena kami adalah teman satu sekolah Siwon oppa. Bisa dibilang kami sedang mengadakan reonian, dan sudah jelas bahwa teman-teman satu angkatan kami juga pasti datang ke acara ini.
"Yaa, bukankah itu Hyukjae sanbae?" Jaekyung menunjuk seorang pria yang sedang asik mengobrol di dekat buffet. Hyukjae sanbae adalah teman Siwon oppa saat berada di Sekolah Menengah dulu. Aku tak terlalu dekat dengannya, hanya sekedar tahu saja. Dan untuk Jaekyung, mereka dulu satu klub basket. Makanya mereka punya hubungan yang baik.
Kami mulai berjalan mendekat kearahnya yang sedang asik mengobrol dengan seseorang. "Hyukjae sanbae!!" Seru Jaekyung memanggilnya. Hyukjae sanbae pun menoleh bersama teman obrolnya itu. tapi sedetik kemudian mataku terbuka lebar. Kaget dengan apa yang kulihat sekarang.
Lee Donghae? Apa yang dilakukan atasanku di sini?? Dan sepertinya bukan aku saja yang terlihat kaget, diapun sama kagetnya denganku. "Oh, Song Jaekyung...sudah lama sekali ya?" Hyukjae sanbae mulai tersenyum kearah kami sedangkan Lee Donghae masih menatapku dengan pandangan tajam bercampur heran. "Mereka ini junior kita dulu." Kata Hyukjae sanbae yang mulai memperkenalkan kami padanya.
'junior kita'?Apa?!! Maksudnya Lee Donghae dulu satu sekolah denganku???
"Benarkah? Aku tak menyangka Seoul begitu sempit seperti ini. Bukan begitu Nona Kim?" Donghae bertanya dengan nada sedikit mencela kearahku. Bahkan di luar kantorpun ia tak bisa bersikap sedikit lembut padaku.
"Saya juga tidak menyangka bisa bertemu dengan anda di sini." Balasku sedikit merendah. Aish... sebenarnya aku tak perlu harus seperti ini di depannya. Ah, Ya Tuhan bagaimana mungkin dia adalah senior di sekolahku dulu. Jaekyung yang melihat tingkahku mulai menarikku menjauh dari mereka dan berbisik. "Yaa, kenapa kata-katamu formal begitu??" Tanya Jaekyung penasaran.
"Dia bosku yang super kejam itu!!" Balasku sedikit mengumpat. "Mwo?!!" Jaekyung tak kalah kaget, dengan reflek ia menoleh kearah Lee Donghae sebentar lalu kembali berbisik. "Orang setampan dan berkarisma seperti itu bisa berbuat sejahat itu padamu??" Tanya Jaekyung tak percaya.
Cih, berkarisma apanya. Aku memang tidak bisa mencela kata 'tampan' itu karena itu adalah sebuah kenyataan. Tapi berkarisma?? Yang benar saja.
"Apa yang sedang kalian obrolkan berdua?" Tanya Hyukjae sanbae yang mulai mendekat kearah kami. Di sebelahnya masih ada Lee Donghae yang masih menatap tajam padaku. "Ah, Donghae bilang kau adalah karyawan di perusahaannya ya?" Tanya Hyukjae sanbae padaku. "Ne.." Aku menjawab dengan suara kecil. Kenapa ia terus saja menatapku seperti itu?
"Jaekyung-ah...berhubung kau ada di sini, bisa temani aku sebentar? Ada yang ingin aku obrolkan denganmu." Pinta Hyukjae sanbae.
"Ke mana?" Tanya Jaekyung.
"Kau akan tahu nanti." Jawab Hyukjae sanbae yang langsung menarik tangan Jaekyung untuk ikut dengannya dan meninggalkan aku beserta orang ini di sini.
ini adalah hari terburukku, aku punya firasat buruk setelah ini. "Aku dengar dari Hyukjae, kau itu mantannya Siwon? Wah, benar-benar sempit sekali kota ini." Ah, aku sungguh tak suka topik pembicaraannya.
"Dan saya tak menyangka anda adalah senior di sekolah saya dulu." Kataku mulai mengalihkan pembicaraan.
"Kenapa kau putus dengannya? Kau di tinggalkan ya??"
Mwo?? Aku menoleh tajam kearahnya yang sedang meminum sampanye dengan santai seolah apa yang barusan ia katakan tidak menyakiti siapapun. "Sepertinya obrolan kita tidak pantas." Jawabku sambil menahan amarah. Aku melangkah menjauh, namun sedetik kemudian aku kaget karena ia menarik tanganku.
"Kau mau ke mana?" Tanyanya sambil menatapku tapi aku hanya diam karena aku sudah tidak ada mood lagi untuk dekat-dekat dengannya. "Untuk saat ini, kau bukan bawahanku. Jadi sebaiknya kau bisa bersikap lebih wajar padaku. Kau bisa panggil aku 'sanbae' bila di luar jam kantor." Kali ini aku tercengang dengan permintaannya itu. "Aku..."
Belum sempat membalas perkataannya, suaraku sudah tenggelam dengan riuh tepuk tangan yang ada di ruangan megah ini. Tatapan mereka semua terarah pada pintu yang terbuka lebar, seketika dadaku terasa nyeri bersamaan dengan pasangan pengantin yang memasuki ruangan. Aku melangkah mendekati altar.
Suara piano yang mengiringi mereka bagai sebuah nada kematian bagiku. Kulihat senyuman terpampang jelas di wajah pengantin wanita itu, sedangkan ia..
Wajahnya tanpa ekspresi, aku tak bisa membaca pikirannya dengan wajah yang seperti itu. Namun, kelegaan seolah menghampiriku karena bisa melihat wajah orang itu dari dekat.
Tapi hatiku begitu pedih saat melihat pengantin wanita itu dengan erat menggenggam tangannya. Aku... Seharusnya aku yang berada di sana, Aku yang seharusnya ada di sampingmu...
Kakiku seolah lumpuh, aku butuh sebuah pondasi agar kakiku bisa tetap berdiri kokoh . Di mana Jaekyung sekarang? Aku sungguh ingin pulang.
Aku mundur secara perlahan, baru saja aku membalikkan badan. Sebuah tangan besar mencengkram lenganku. "Seharusnya kau tetap berada di sini, kan?" Kuangkat kepalaku dan menoleh pada orang yang ada di sampingku.Tatapan itu tak bergeming dan masih lurus menatap pemandangan yang membuat dadaku sesak."Waeyo? Ini bukanlah kantor. Anda mungkin bisa memerintahku jika ini adalah urusan perusahaan. Tapi..." Aku menggantungkan kalimatku, tak ingin menatap orang ini lama-lama.
"Karena ini adalah urusan pribadi, tolong anda tidak ikut campur." Lanjutku sembari melepaskan cengkramannya dan beranjak pergi dari sini sebelum oksigen di paru-paruku habis dan aku juga harus menghapus airmata yang sudah menetes sejak ia menahanku.
Donghae POV-
Gadis ini menangis walaupun aku tak melihat wajahnya namun suara itu terdengar serak di telingaku. "Karena ini urusan pribadi, tolong anda tidak ikut campur." Aku cukup terkejut mendengar perkataan yang keluar dari mulutnya.
Sikapnya benar-benar berbeda. Kurasakan jemarinya yang kecil berusaha melepas cengkramanku. Aku menoleh kebelakang melihat ia berjalan dengan perlahan sedangkan Mereka semua sedang menyaksikan kedua pengantin yang mengucapkan sumpah sehidup semati.
Sejujurnya, aku tak begitu tertarik dengan acara pernikahan ini dan tak berminat. Ku yakin pernikahan bisnis seperti ini akan menyakiti beberapa pihak seperti gadis yang sedang berjalan memunggungi para tamu itu.
Dengan sendirinya tubuhku perlahan mengikuti langkah gadis yang mulai keluar dari ruangan ini. Bagiku gadis ini lebih menarik dibanding acara yang memang dari awal tak kuminati. Seakan semua rahasia yang ia punya terbongkar satu persatu.
Kenyataan yang kutahu setelah datang ke pernikahan ini, bahwa Kim Raeka ialah junior di Sekolahku dulu.
Satu yang sungguh membuatku semakin tertarik bahwa dia adalah mantan pacar Choi Siwon. Berarti gadis ini juga cinta pertama sekaligus pacar pertama Choi Siwon.
Kenapa aku begitu yakin?
Tentu saja. Dulu aku adalah teman sepermainannya, tidak seperti anak laki-laki yang mengejar perempuan. Siwon tak pernah sedikitpun memalingkan matanya untuk perempuan, sampai aku mengira bahwa ia itu guy. Tapi kerena masalah yang ayahnya lakukan kepada ayahku, yang membuat ayahku bangkrut dan harus membangun sebuah perusahaan lagi dari nol.
Hubungan pertemanan kami menjadi merenggang bahkan semakin parah, aku menganggap ia pengkhianat karena dalam kenyataan ia ikut membantu ayahnya dan tak mempedulikan aku yang sudah menjadi sahabatnya. Hyukjae yang juga menjadi sahabat kami sekarang menjadi perantara diantara aku dan si pengkhianat itu.
Hyukjae sempat bercerita bahwa Siwon sedang berkencan dengan adik kelas kami, aku yang sudah tidak mempedulikannya lagi tak pernah mencari tahu dan penasaran.
Dan ternyata gadis ini orangnya. Yang menjadi anak buahku di perusahaan. Hebat juga dia bisa menaklukkan Choi Siwon yang kaku terhadap wanita.
Aku berhenti pada sebuah anak tangga paling bawah, kulihat gadis itu sedang duduk termenung. "Kau tidak ingin mengucapkan selamat padanya?" Tanyaku namun ia hanya menoleh tanpa memberi jawaban padaku.
"Atasanmu sedang bertanya padamu sekarang..." tegurku dengan menyelipkan perintah padanya. "Bukankah kau yang bilang sendiri jika di luar kantor, kau ini bukan atasanku." Balasnya masih tidak menoleh padaku. oh iya..aku lupa.
Tapi semakin kudengar perkataan gadis ini semakin membuatku kesal. Aku berdehem sebentar sambil memikirkan kata-kata yang ingin kukeluarkan. "Aku akan membantumu." Kalimat itu lepas begitu saja dari mulutku. Ia pun menoleh dengan tatapan bingung.
"Ehm...Aku tidak melakukannya untukmu, tapi setidaknya dengan membantumu membuatku merasa puas." Sekali lagi perkataan yang aku lontarkan membuatnya menatapku dengan pandangan sama.
Aku tak mengerti dia ini lugu atau memang bodoh. "Aku akan membantumu membalasnya karena sudah menyakitimu." Jelasku, dan sekarang matanya membulat sempurna lalu detik kemudian ia tertawa sinis. Benar-benar gadis ini...
Ia beranjak dari tempatnya duduk, dan berjalan tanpa menghiraukan aku yang ada di hadapannya. "Yaa...Kau pikir aku bercanda." Teriakku berusaha mengejarnya, aku berhasil menangkap tangannya dan menariknya agar ia menghadap kearahku.
Sekarang aku bisa melihat wajahnya yang terlihat kesal. "Apa kau membencinya?" Tanyanya dengan bahasa yang tidak sesopan tadi tapi itu tak masalah bagiku karena ini bukanlah kantor.
"Gaere(iya)..." Jawabku singkat. ":Waeyo?" Tanyanya lagi. "Itu bukan urusanmu." Jawabku lagi. "Kalau begitu jangan pakai aku untuk alat balas dendammu atau apapun yang bisa menyakitinya." Ucapnya tajam sembari menepis kasar tangannya dari genggamanku.
Raeka Pov
Apa-apaan laki-laki itu... Membalas?
Cih... Tidak ada sedikitpun bayangan aku ingin membalas Siwon oppa. Ini semua karena orang tuanya, ia tidak bisa berbuat apa-apa karena orang tuanya. Aku paham, meskipun itu sangat menyakitkan. Aku kembali memasuki ruangan resepsi mewah itu. Sepertinya mereka sudah selesai. Aku yang masuk langsung disambut dengan tatapan Siwon oppa.
Tatapan yang membuat dadaku sesak, tatapan penuh rasa bersalah. Ia mulai melangkah mendekatiku bersama dengan wanita yang baru dinikahinya. Aku butuh seseorang untuk menumpu kakiku yang hampir tak kuat untuk berdiri. Aku benar-benar butuh seseorang sekarang, Jaekyung? Di mana anak itu di saat aku membutuhkannya.
Kurasakan seseorang melingkarkan tangannya di pinggangku dengan erat. "Lee Donghae.." Saut Siwon oppa yang membuatku ikut menatap kearah si pemilik tangan ini.
Pria ini, menoleh kepadaku sambil tersenyum manis. "Aku yang akan ambil kendali." Bisiknya sangat pelan. Sampai akupun hampir tak mendengarnya. "Eoh, Siwon-ah...Selamat atas pernikahanmu." Pria ini memberi selamat tanpa melepaskan tangannya dari pinggangku. Aku berusaha melepasnya, hanya saja tangan itu melingkar terlalu kuat.
"Kalian saling kenal?" Tanya Siwon oppa membuatku menoleh padanya.
"Baru aku ingin mengenalkannya padamu. Dia Kim Raeka, kekasihku." Seketika mataku membulat sempurna saat kalimat itu dengan santainya mengalun dari bibirnya. Mwo? Kekasih? Tidak bisa dipercaya.
"Kau juga kenal kan? Dia ini adik kelas kita dulu." Katanya lagi dengan nada santai.
"Wah, Pasangan yang serasi." Istrinya mulai ikut dalam pembicaraan ini, namun entah kenapa. Ia menatapku dengan tatapan sinis. Aku tahu sudah sejak lama wanita ini tidak menyukaiku. Kenapa aku yakin? Yah, Karena aku mengenalnya. Cho Jina. JC company, sejak dulu perusahaan itu ingin menghancurkan perusahaan ayahku.
"Bukankah Nona Kim ini adalah anak perempuan Direktur perusahaan JB." Katanya dengan nada yang lantang, membuat semua wartawan mengalihkan pandangannya kearah kami.
Wanita ini benar-benar sudah tidak waras.
Aku pun yang mulai merasa risih dengan tatapan para wartawan perlahan mundur, tak ingin wajahku dikenali mereka. Sepertinya wanita ini sengaja melakukannya untuk mengusirku.
Kurasakan tangan yang tadinya melingkar di pinggangku sudah terlepas. "Neo.." Pria di sampingku menatapku dengan pandangan tak percaya. Mungkin ia kaget, tapi bagiku yang berada dalam situasi ini tidaklah penting. Yang lebih penting adalah aku harus kabur sebelum wartawan mengejarku.
Aku selalu meminta pada ayahku agar aku tidak ikut tersorot kamera wartawan seperti kakakku dan juga ayah. Aku tidak siap dengan semua itu, walaupun aku sadar telah menjadi anak dari Direktur utama perusahaan yang sangat berpengaruh bagi ekonomi Korea.
Tapi... Bagiku itu adalah suatu beban berat yang harus dipikul di pundakku. Dan tiga kata yang ada di otakku saat ini adalah aku belum siap.
Para wartawan mulai berjalan cepat kearahku, aku hanya bisa menunduk takut. Takut dengan pertanyaan yang akan mereka ajukan padaku, takut pada kilatan cahaya kamera yang akan menyerangku.
Sedetik kemudian, sebuah jas hitam menutupi kepalaku. Membuatku tak bisa melihat apapun seakan jas itu sedang melindungiku dari blitz kamera wartawan. "Dia adalah kekasihku." Teriak seseorang. Suara ini? Lee Donghae?
Apa sebenarnya yang ada di dalam otak pria ini. Saat aku ingin melepas jas di kepalaku untuk membantahnya, tiba-tiba ia memelukku. Membuat suasana yang hanya bisa kudengar menjadi sangat gaduh.
Inilah beban yang tak ingin kuterima sebagai anak seseorang konglomerat. Media akan mengikuti kemanapun aku pergi seperti seorang Idol. Mulai hari ini, aku rasa hidupku akan dipenuhi dengan sorotan kamera yang paling tidak kusukai. Membuatku muak dengan kalangan elit.
To be Continue__
butuh komentar dan saran