Chereads / Tales of The Eternal Patriotic Doctor (INDO) / Chapter 3 - 3. Musim dingin ketika dia pergi

Chapter 3 - 3. Musim dingin ketika dia pergi

Musim dingin, tahun 1142

(Pedang menjadi darah, obat menjadi racun. Musim semi tak lagi terbangun. Air mata menjadi hujan. Es membeku dalam waktu yang telah mati. Bumi pun hanya bisa terdiam menatap langit yang hancur)

.

.

.

Paviliun angin dan ombak. 

Di tengah udara yang dingin, Jia-Sheng menembus hujan salju yang turun bersama angin dan menyelinap keluar secara diam-diam pada malam hari lalu pergi ke pavilun angin dan ombak hanya untuk mencari Wei Shun. Entah berada dimana dewi keberuntungan, yang pasti Jia-Sheng tertolong begitu ia tau jika petugas Wei Shun akan berganti shif berjaga di sekitar paviliun pada malam hari. 

Meski Jia-Sheng harus merasakan dingin yang menusuk kulit dan tulangnya, namun ia tidak ingin kehilangan kesempatan untuk menemui petugas Wei Shun dan bekerjasama dengannya. 

Dari balik rimbun bambu-bambu yang dilapisi salju, Jia-Sheng mengintai dan menemukan petugas Wei yang baru saja tiba untuk bertukar tempat dengan penjaga lain. 

Jia-Sheng pun melakukan rencananya dengan menyamar penjadi pelayan yang membawa makanan untuk petugas yang baru tiba berjaga di luar paviliun angin dan ombak. 

"Selamat malam tuan, makan malam untuk kalian sudah tiba. Silahkan makan semua roti ini selagi masih panas" ucap Jia-Sheng sembari membuka penutup kukusan bambu dan memperlihatkan roti-roti berwarna putih seperti bola salju gemuk berisi daging cincang. Semua roti kukus itu masih berasap dan terlihat sangat menggoda untuk disantap di tengah udara yang dingin ini. 

"Hei, ayo makan dulu!. Ayo makan!. Kita tidak akan bisa berjaga di udara malam yang dingin ini dengan perut kosong!" Ucap seorang penjaga yang maju duluan untuk mengambil jatah roti daging dan botol araknya. 

"Silahkan tuan. Ini milikmu" ucap Jia-Sheng yang mengambilkan bagian Wei Shun. 

"Terimakasih nona" ucap Wei Shun. 

Diikuti oleh prajurit lainnya termasuk Wei Shun, mereka pun akhirnya makan dengan lahap dan perlahan satu persatu dari mereka tumbang karena Jia-Sheng sebenarnya telah memberikan obat tidur kedalam roti dan arak sebelumnya. 

Dengan hanya menyisakan Wei Shun seorang, Jia-Sheng pun segera menjelaskan tujuannya agar Wei Shun tidak menyerangnya dan menjadi panik setelah beberapa rekannya jatuh pingsan. 

"Siapa kau?. Apa yang terjadi pada mereka?!" 

"Tuan Wei, tolong tenang. Mereka hanya tertidur bukan mati. Aku disini untuk meminta bantuanmu" jelas Jia-Sheng. 

"Bantuan?. Bantuan apa?!" Tanya Wei Shun. Ia masih curiga dan waspada pada Jia-Sheng.

"Jendral Yue ..." ucap Jia-Sheng dengan setengah berbisik dan seketika jejak amarah di wajah Wei Shun perlahan memudar menjadi serius. Ketegangan di bahunya pun menurun. Ia juga tak jadi menarik pedangnya. 

"Kau bawahan jendral Yue?" Tanya Wei Shun dengan setengah berbisik juga namun tatapannya penuh penyelidikan seolah ia ingin memastikannya lebih dulu sebelum mendengar jawaban dari gadis pelayan di hadapannya yang terlihat sangat cantik. Tak ada yang tau jika wajah Jia-Sheng jika diberi riasan maka wajahnya tak lagi dikenali sebagai murid liar tabib istana. 

"Tidak. Bukan. Tapi aku seorang tabib yang berhutang budi pada jendral Yue. Aku yakin kau tau maksudku ..." ucap Jia-Sheng. Ia menatap Wei Shun dengan dalam untuk menyiratkan sesuatu. Ia juga tau jika ada begitu banyak orang yang ingin membalas budi kebaikan jendral Yue namun kebanyakan dari mereka tentu tidak berani melawan pemerintah. 

Jia-Sheng juga tau jika Wei Shun adalah salah satu dari mereka yang ingin membalas budi namun tidak bisa berbuat apapun untuk melawan sehingga secara alami tindakan berani Jia-Sheng membuat Wei Shun tertarik ke dalam medan magnetnya. 

"Aku kesini hanya untuk memeriksa kondisi jendral Yue dan memberinya obat--" 

"Pergi ..." ucap Wei Shun, "Ayo bawa pergi jendral Yue dari sini!. Aku akan membantumu" lanjutnya. Ia akhirnya mengungkap keinginan terdalamnya dan menjadi berani setelah melihat tindakan Jia-Sheng. 

Jia-Sheng tersenyum puas. Kata-katanya yang sebelumnya memanglah hanya untuk memancing keberanian Wei Shun. Jia-Sheng sendiri juga tidak hanya berniat mengobati jendral Yue namun juga berniat mengeluarkan jendral Yue dari tahanan karena untuk memeriksa dan mengobati jendral Yue tentu membutuhkan banyak waktu dan ia tidak bisa terus berada di paviliun angin dan ombak. Oleh karena itu, Jia-Sheng berencana minum air sambil berenang. 

"Baiklah. Aku mengerti. Sebaiknya segera karena efek obat tidurnya tidak bertahan lama ..." ucap Jia-Sheng. 

"Tunggu. Lebih baik kamu menyamar menjadi prajurit agar mudah masuk ke dalam ..." ucap Wei Shun. Ia lalu mengambil pakaian dari salah satu prajurit yang pingsan dan memberikannya kepada Jia-Sheng. 

Setelah itu keduanya pun menyusun rencana sebentar sebelum akhirnya mereka masuk tanpa di curigai oleh prajurit lain yang berjaga di dalam paviliun. Begitu sampai, Jia-Sheng tidak lagi menyia-nyiakan waktu dan dengan mudah masuk ke dalam karena kebetulan yang berjaga di depan sel tahanan jendral Yue adalah kenalan baik komandan Wei Shun. 

Setelah masuk, Jia-Sheng langsung mengecek suhu tubuh dan denyut nadi Yue Fei. Ia merasa jika denyut nadi Yue Fei lebih lemah dari terakhir kali ia mengeceknya. Suhu tubuhnya juga buruk. Kulit Yue Fei sangat dingin. Bibirnya terlihat berwarna biru pucat dan itu mengingatkan Jia-Sheng akan tunangannya yang tidak dapat ia selamatkan. 

Saat mengingat itu, tangan Jia-Sheng bergetar. Ia bahkan tak percaya jika jendral Yue memiliki paras yang mirip dengan tunangannya sehingga jantung Jia-Sheng dibuat berlari olehnya. Di dalam fikirannya Jia-Sheng saat ini telah muncul sebuah ketakutan. Kenangannya bersama kekasihnya masih cukup basah. 

Kekasih Jia-Sheng di kehidupannya yang sebelumnya merupakan seorang dokter juga dan ia memiliki rasa kemanusiaan yang sangat tinggi, juga rasa empati yang hangat dan diinginkan oleh siapapun. Ia juga orang yang lembut dan dipenuhi senyuman. Dia adalah gambaran sosok dokter yang sempurna dan berjiwa mulia di mata Jia-Sheng. 

Tidak seperti Jia-Sheng. Di kehidupan sebelumnya ia menjadi dokter hanya untuk memiliki alasan agar bisa mendekati orang yang ia sukai sejak di SMA walau pada akhirnya cintanya bertepuk sebelah tangan. Namun kehadiran kekasihnya telah mengobati rasa sakitnya setelah patah hati. Ia dan kekasihnya pun berjuang bersama dan menjadi lulusan terbaik di perguruan tinggi. 

Saat itu rasa kepedulian Jia-Sheng sebagai dokter baru saja terbentuk dan kian membesar setiap harinya seperti rasa cintanya pada kekasihnya. Ia pun mulai menjalani profesinya sebagai seorang dokter dengan serius. Sampai akhirnya ia kehilangan kekasihnya dan minat Jia-Sheng sebagai seorang dokter kian memudar. Ia pun mulai sadar jika ternyata selama ini ia tidak tulus dari hati menjadi seorang dokter. Ia menjadi dokter karena cinta. Karena kekasihnya. 

Alasan seperti itu pun membuat Jia-Sheng semakin menyerah dan melabeli dirinya sendiri sebagai dokter sampah. Dan akhirnya ia mengakhiri kehidupan dan karirnya sebagai seorang dokter. 

"Dia pasti akan kecewa padaku jika ia tau aku menjadi dokter hanya karena alasan aku mencintainya ..." batin Jia-Sheng. Ia bahkan berfikir jika ia tidak akan berani menemui kekasihnya di surga karena malu.

Bahkan saat melihat wajah Yue Fei, Jia-Sheng menjadi sangat ingin menutupi wajahnya dan segera pergi darinya. Tapi ia tidak bisa melakukannya. Ia ingin menolong Yue-Fei. Meski hanya sekali, ia ingin menjadi seorang dokter dengan tulus.

Jia-Sheng menutup semua titik akupuntur agar racun di tubuh Yue Fei tak menyebar lebih luas lagi. 

"Aku tidak tau racun apa yang telah ditelannya dan seberapa banyak racun yang telah ia makan selama ini. Aku tidak bisa menetralkan racunnya. Satu-satunya cara hanyalah dengan mengeluarkan racun yang baru saja masuk tadi dan membersihkan darahnya dan itu butuh waktu yang lama untuk yang terakhir ..." 

Jia-Sheng mulai berfikir jika ini zaman modern ia mungkin akan mudah menemukan alat canggih dan menggunakannya, tapi sayangnya saat ini ia hanya bisa mengandalkan kemampuan dan pengetahuannya dengan bahan dan alat yang terbatas. 

Setelah memeriksa kondisi Yue Fei yang buruk, Jia-Sheng pun segera memberi isyarat pada Wei Shun untuk melakukan rencana kedua yakni pengalihan dengan cara membuat keributan sekecil mungkin. Tujuannya hanya agar Jia-Sheng bisa membawa keluar Yue Fei tanpa harus ada masalah besar yang akan mengundang prajurit istana datang. 

"Nona, aku sudah mengamankan rutenya. Ayo pergi!" Ucap Wei Shun.