Chereads / Tales of The Eternal Patriotic Doctor (INDO) / Chapter 5 - 5. Musim dingin ketika pedangnya membeku dalam salju

Chapter 5 - 5. Musim dingin ketika pedangnya membeku dalam salju

 

(Kemarahanku merebak di helmku, hujan berhenti saat aku berdiri di dekat pagar;

Aku melihat ke arah langit dan melepaskan raungan yang penuh gairah.

Di usia tiga puluh tahun, amalku tak lain hanyalah debu, perjalananku telah menempuh delapan ribu li lebih. Maka jangan duduk diam, karena pemuda akan menjadi tua dalam penyesalan ...)

.

.

.

Setiap ada peperangan seorang pria muda itu hanya membawa satu batalion dan selalu pulang dengan kemenangan dan tanpa satupun prajurit dibawah komandonya kehilangan nyawanya. Ia seperti membawa pasukan abadi yang tak dapat mati dan tak terkalahkan. 

Seorang pria muda itu diangkat menjadi seorang jendral karena prestasinya saat berperang. Dan karena tak pernah membawa korban pada prajuritnya, ia dijuluki dengan sebutan komandan pasukan abadi. Tapi ada pula yang menjulukinya dengan sebutan komandan hantu.

Pria muda itu dikenal dengan sebutan Jendral muda Yue. 

Jia-Sheng ingat dengan beberapa paragraf cerita dalam novel yang menjelaskan tentang karakter utama Yue Fei. Di novel, sosok jendral Yue digambarkan sebagai seorang pemuda tampan yang kuat dan gigih. Ia juga di gambarkan secara fiksi jika jendral Yue adalah seorang komandan yang ditakuti dan disegani oleh para jendral entah dari pihaknya ataupun musuhnya karena ada suatu kehebatan milik jendral Yue yang membuat mereka semua ciut. 

Dan hari ini, Jia-Sheng melihat sendiri aura kekuatan itu. Ketika Jendral Yue menggenggam pedang di tangannya dan berdiri di bawah langit tanpa takut langit akan menimpanya. 

Jia-Sheng masih khawatir dan terkejut namun ia juga membawa perasaan heran ketika melihat pemulihan diri Yue Fei yang sangatlah cepat. Padahal Jia-Sheng sangat yakin jika seharusnya kondisi Yue Fei saat ini masih buruk. Tapi ketika melihat Yue Feng menggenggam pedangnya, Jia-Sheng merasa jika seolah semua penyakit pun takut mendekati sosok jendral hantu itu. 

Mungkinkah julukannya bukanlah sekedar omong kosong belaka?. Kekuatan apa yang dimiliki Yue Fei?. Apa mungkin dia punya daya tahan tubuh yang kuat?. Atau dia mungkin kebal racun?. 

"Jika dia kebal racun, itu berarti usahaku sejak tadi sia-sia?. Tapi dia terlihat sangat sekarat di penjara. Mungkinkan itu hanya sandiwara agar kekuatannya tidak di ketahui siapapun?" Fikir Jia-Sheng. Ia juga ingat jika sosok karakter Yue Fei itu di novel adalah orang yang merahasiakan tentang kekuatannya. Meski saat ini Jia-Sheng sama sekali tidak ingat kekuatan macam apa yang dimiliki dan di sembunyikan Yue Fei.

Jia-Sheng terdiam melihat pertarungan yang terjadi di depannya. Ia tidak merasa takut akan kematian namun di kepalanya saat ini justru memikirkan tentang banyaknya korban yang akan berjatuhan. Entah itu dari pihak pasukan tentara kerajaan ataupun pasukan tentara jendral Yue. 

"Tempat ini akan menjadi lautan darah ..." fikir Jia-Sheng. Ia lantas memeras tangannya sendiri dengan erat. Jiwa kemanusiaannya bergejolak. Ingin rasanya ia menghentikan pertarungan ini, namun ia sadar ia tidak akan mampu. Tapi memikirkan tentang dirinya yang menolong semua korban yang jatuh juga tidak mungkin. Jia-Sheng sadar dirinya bukanlah seorang dewa. 

Walau begitu, entah kenapa semangat Jia-Sheng seolah terbakar. Tanpa disadarinya, Yue Fei lah yang telah memicu api semangat dalam diri Jia-Sheng. Yue Fei yang hidup membuat Jia-Sheng ingin berjuang sekali lagi meski dirinya hanyalah dokter sampah sampai saat ini.

Sementara Yue Fei mengayunkan pedangnya kesana kemari bersama dengan pasukannya dan jendral Zhang Xian yang lebih fokus untuk melindungi punggung jendral Yue. Di sisi lain, Jia-Sheng juga melakukan apapun yang ia bisa dengan kedua tangannya sebagai seorang tabib. 

Secara umum, jika dilihat dari sisi kemanusiaan, Jia-Sheng sebenarnya tidak ingin memilih untuk membantu siapa. Namun karena ia sudah terlanjur berdiri di pihak jendral Yue, jadi secara alami ia harus mengutamakan untuk mengobati prajurit bawahan jendral Yue semampunya sembari berusaha menghindari ayunan pedang yang mungkin akan salah sasaran. 

Satu persatu, Jia-Sheng memapah prajurit yang terluka ringan ke bagian belakang bangunan yang sepi dan menyeret prajurit yang teluka parah sehingga ia tidak dapat berjalan lagi. 

Kebanyakan dari prajurit menderita luka karena tebasan pedang, jadi Jia-Sheng memerlukan penanganan untuk menghentikan pendarahan dan menjahit kulit daging yang terbuka dengan metode darurat. 

Dengan menggabungkan keterampilan medis di kehidupan sebelumnya, Jia-Sheng mampu dengan cepat menangani prajurit yang terluka, meski ia harus menelan pil pahit karena tidak dapat menyelamatkan mereka yang telah kehilangan banyak darah karena luka yang di derita terlalu parah sehingga mereka harus meregang nyawa.

Melihat prajurit yang meninggal membuat hati Jia-Sheng sakit. Ada penyesalan yang bersarang di jiwanya. Ia menyesal telah melakukan bunuh diri di kehidupan sebelumnya dan meninggalkan tanggung jawabnya sebagai seorang dokter.

Dulu Jia-Sheng berfikir jika kehilangan satu dokter pasti bukanlah masalah bagi dunia. Tapi saat ini Jia-Sheng mulai sadar jika hanya dengan kehadiran satu dokter bisa menyelamatkan banyak nyawa. Jadi, dengan kepergiaannya, ia tanpa sadar telah membuat banyak nyawa kehilangan kesempatan untuk hidup dan diselamatkan olehnya. 

Tangan Jia-Sheng yang dingin bergetar. Air matanya jatuh dan membeku. Angin dingin tak lagi dapat menggantikan rasa penyesalan yang menusuk jiwanya lebih dalam lagi. 

"Aku ... membunuh mereka" gumam Jia-Sheng. Kali ini bukan hanya julukan 'dokter sampah' yang ada di fikirannya melainkan 'dokter pembunuh' yang telah menjadi julukan lain yang ia tambahkan sendiri akibat penyesalannya. Ia bahkan mulai memahami perasaan kekasihnya yang telah pergi lebih dulu. 

Di kehidupan sebelumnya. Sebelum Jia-Sheng memiliki kesadaran akan profesinya sebagai seorang dokter dan ketika ia jatuh cinta pada kekasihnya, ia berfikir jika kekasihnya selama ini tidak peduli padanya dan ia kerap marah jika kekasihnya lebih memilih datang ke rumah sakit setelah mendapatkan panggilan darurat. 

Di malam aniversarinya, Jia-Sheng bahkan pernah membuat kekasihnya itu kesulitan memilih dan membuat nyawa seseorang pasien hampir melayang karena kehadiran kekasihnya sebagai dokter spesialis bedah di rumah sakit untuk melakukan operasi tersendat. 

Semua itu terjadi karena Jia-Sheng saat itu tidak memahami perasaan ketika ia gagal menyelamatkan nyawa seseorang dan pentingnya sebuah nyawa bagi kehidupan orang lain. Setelah ia kehilangan kekasihnya karena ia sendiri gagal menyelamatkan nyawanya, barulah Jia-Sheng mulai sadar dan menyesal. 

"Langit mengambilnya dariku pasti untuk memberiku peringatan ..." batin Jia-Sheng. Ia berfikir ia telah terkena karma dan saat ini lah langit memberinya kesempatan untuk menebus kesalahan dan rasa penyesalannya. Jia-Sheng berniat untuk menghabiskan waktu untuk menyelamatkan banyak orang sebisa mungkin di kehidupan keduanya. 

"Jendral Yue!" 

Suara teriakan Jendral Zhang Xian membuat Jia-Sheng berhenti untuk meratapi dirinya sendiri dan segera pergi kembali ke medan pertempuran yang terjadi di halaman yang sempit. 

Jia-Sheng melihat banyak tumpukan salju yang awalnya berwarna putih bersih kini telah menjadi merah. Semua darah bercampurn di atas salju yang dingin, tak terkecuali dengan darah Yue Fei yang akhirnya tumbang setelah seseorang yang memakai pakaian prajurit jendral Yue menusuk jendralnya sendiri. 

Uhuk!

Klang!

Yue Fei menyemburkan darah segar ketika jantungnya telah ditembus oleh bilah yang dingin dari tangan orang yang pernah ia percaya. Pedang di tangan Yue Fei terjatuh dan terlepas dari genggamannya yang kehilangan kekuatan. Sementara Zhang Xian semakin erat memegang pedangnya dan bersiap untuk memenggal kepala pengkhianat yang muncul tanpa harus dicarinya lagi itu. 

"Moqi Xie!" Teriak Zhang Xian. Ia berlari dan segera menebas sosok pengkhianat yang tak sempat ia cari dan akhirnya ia tau siapa orang yang telah membocorkan lokasi tempat persembunyiaannya. 

Pertarungan di antara jendral Zhang dan jendral Mo terus memanas tanpa ada yang berbicara satu sama lain. Hanya ada pembicaraan di antara pedang yang saling berbenturan.

"Jendral Yue, bertahanlah!" Ucap Jia-Sheng yang langsung berlari setelah ia melihat pedang telah menembus dada Yue Fei. Kedua kaki Jia-Sheng langsung bergerak secara refleks ketika ia melihat adegan itu. Secara alami, kepalanya langsung memunculkan ingatan kehidupan lamanya ketika tunangannya dalam kondisi kritis. 

Jia-Sheng panik. Seluruh tubuhnya bergetar. Ia tau orang yang dihadapannya bukanlah tunangannya tapi karena wajah keduanya mirip jadi secara alami Jia-Sheng menjadi sangat khawatir seolah-olah Yue Fei adalah kekasihnya yang telah pergi dan ia takut sosok itu pergi lagi untuk yang keduakalinya. 

Srak!

Srak!

Jia-Sheng merobek sebanyak mungkin pakaian prajurit yang masih ia kenakan untuk menyamar lalu mengikat semua robekan itu untuk menghambat pendarahan yang lebih parah lagi. Ia melakukan semua itu dengan tangan dan tubuh yang bergetar ketakutan sampai akhirnya Yue Fei yang masih setengah sadar memegang tangan Jia-Sheng selagi ia sempat dan mengucapkan beberapa kata padanya. 

"Siapapun kamu. Terimakasih. Tolong pergilah dan selamatkan prajuritku yang masih memiliki harapan ..." ucap Yue Fei sebelum nafasnya membeku bersama waktu. 

"Jendral ... Yue" lirih Jia-Sheng. 

Kedua tangan Jia-Sheng tak lagi bergetar namun terjatuh lemas kehilangan kekuatannya. 

Terbesit fikiran buruk untuk ikut mengakhiri hidupnya lagi, tapi Jia-Sheng sudah berjanji akan menyelamatkan banyak orang seumur hidupnya dengan menjadi dokter jadi ia menghentikan fikiran buruk itu sebelum menguasainya. Masa lalu tidak boleh terulang. Jia-Sheng tak lagi ingin menyesal karena meninggalkan tanggung jawabnya. 

Jia-Sheng memilih untuk hidup meski ia kembali merasakan kehilangan seseorang yang berharga baginya. Ia juga berniat memenuhi permintaan terakhir Yue Fei padanya dengan menyelamatkan prajurit-prajuritnya. 

Bruk!

Beberapa jarum tipis tiba-tiba melesat dan mengenai seluruh titik fatal di tubuh Jia-Sheng sehingga ia tumbang begitu saja. Ia baru saja ingat dengan plot novel dimana di timeline ini bukan hanya Yue Fei yang mati tapi karakter Huang Jia-Sheng juga mati. 

"Apa yang terjadi?. Apakah aku juga akan mati?. Apakah aku sudah melakukan kesalahan lagi?. Apakah ini hukuman langit untukku?. Apakah aku akan kehilangan kesempatan keduaku?" Fikir Jia-Sheng. Ia merasakan sakit di seluruh tubuhnya sampai di titik dimana ia mulai tak lagi dapat merasakan tubuhnya. Dirinya seperti melayang. 

"Tidak!"

"Tidak!"

"Tidak!"

Jia-Sheng tidak ingin mati. Ia juga tidak bisa menemui kekasihnya dalam kondisi seperti ini. Kondisi dimana ia dipenuhi penyesalan. Setidaknya ia ingin kesempatan untuk memperbaiki semuanya sehingga ia dapat menemui kekasihnya dengan tenang. 

"Aku mohon, berikan aku kesempatan sekali lagi!. Aku mohon!" Teriak Jia-Sheng. Suaranya bergema dimana-mana namun ia seolah sedang berteriak di ruangan besar yang kosong yang hanya ada dirinya seorang. 

Jia-Sheng terus berteriak dan menolak kematiannya. Ia berusaha untuk melawan takdir sampai akhirnya suaranya di dengar oleh langit. 

"Apakah kamu sudah menyadari kesalahanmu dan menyesalinya wahai jiwa yang diberkahi dewa Shenyi?" Tanya sebuah suara yang membuat semua kegelapan yang menyelimuti Jia-Sheng menghilang.