Pelukan Dira sangat erat seakan takut terpisah, kendaraan Kin melaju menembus malam dengan perasaan yang bercampur aduk. Kin tak tahan melihat kesedihan Dira. Sesekali Kin mengusap kepala Dira dengan lembut, dan melajukan kendaraannya dengan pelan - pelan.
Perlahan Dira tertidur, Kin semakin pelan melajukan mobilnya, hingga akhirnya mobil berhenti di Hotel. Kin dengan sangat hati- hati mengangkat Dira, lalu merebahkannya di tempat tidur.
Kin lama memandang wajah Dira yang sembab, kemudian mengusap dengan lembut sisa air matanya.
"Kita tidak akan terpisahkan, aku janji Dira!" gumam Kin. Kin juga menguatkan dirinya agar tetap tegar, mungkin kedepannya situasinya akan semakin rumit.
❣
Setelah di tinggalkan Kin, Wijaya juga meninggalkan Hotel dengan wajah yang muram. Kehidupannya semakin kacau sekarang, yang lebih menyebalkan Susan semakin gencar mendekatinya akhir- akhir ini.
Sedang berjalan hendak keluar meninggalkan Hotel, Wijaya berpapasan dengan Alex. Wijaya semakin kesal, Wijaya tahu semua gerak- gerik keluarganya selalu diikuti Alex.
"Hai Tuan Wijaya, apa kabar?" Alex menyapa Wijaya. Bibirnya mengulum senyum yang terlihat di mata Wijaya adalah senyum mengejek.
Wijaya memicingkan matanya menatap Alex penuh amarah, tetapi tetap membalas pertanyaan Alex, "Baik Tuan Alex, bagaimana sebaliknya?" Wijaya balik bertanya, ada rasa curiga dan penasaran di benak Wijaya dengan melihat kehadiran Alex.
"Tentu saja aku baik, malah baik sekali. Aku sedang menikmati apa yang sedang terjadi," Jawab Alex sambil terkekeh melihat raut muka Wijaya yang semakin jelek.
Wijaya terpancing, dengan suara tinggi Wijaya Membentaknya, "Kau menantangku? bermainlah secara terbuka, jangan menjijikan seperti ini!" Wijaya mengatupkan giginya, sementara Alex tertawa menatap Wijaya.
"Kamu merebut Mayaku. Dan Seberapa besarnya usahaku untuk mendapatkan Maya, pada akhirnya Maya tetap pergi dariku walaupun kita sudah memiliki Ezza, itu semua gara- gara kamu, mungkin Maya masih mencintaimu walaupun tak sebesar dulu, dan itu aku membencinya. Aku ingin kalian hancur," Alex berbicara dengan suara bergetar, terlihat amarah yang sangat dalam terpancar dari matanya.
"Kami saling mencintai, walau pada akhirnya kita sama- sama berpaling, itu murni luapan ego kita," Jawab Wijaya dengan suara rendah.
"Hahahaha... yah saat itu aku bahagia akhirnya mendapatkan Maya, tapi tidak lama Maya meninggalkanku," wajah Alex terlihat kesal, kesal dengan keputusan Maya.
"Itu masalah kalian, tidak ada hubungannya denganku," Ucap Wijaya tidak kalah kesal,
"Itu ada hubungannya, karena kamu membawa anak kalian pergi jauh, makanya Maya mencarimu dan mengabaikan aku," seru Alex dengan nada suara tinggi, "Sekarang tanggung akibatnya!" Kata Alex, lalu pergi meninggalkan Wijaya yang masih tertegun mencerna ucapan terakhir Alex.
Sedangkan Alex masuk kekamar Lena, dan di sambut dengan senyuman manis Lena.
"Apa kabar sayang? aku sudah kangen, kenapa lama?" Lena mengerlingkan bola matanya dan berbicara dengan sangat manja.
"Ada gangguan kecil di jalan," Kata Alex, lalu menyambar bibir Lena. Walaupun usia Lena terpaut jauh dengan Alex, tapi Lena suka dengan service Alex terlebih lagi uang Alex, jadi Lena dengan senang hati membalas ciuman Alex dan berakhir di ranjang dengan nafsu yang menggila.
Itulah Lena selain mempunyai kebiasaan sex bebas dengan siapapun yang diinginkannya, Lena juga suka Laki- laki di atas usianya, bukan semata - mata kerena sex saja, tapi karena uang mereka juga.
Hanya Kin, laki- laki yang paling sulit Lena taklukan, padahal Lena telah melakukan berbagai macam cara, tapi tetap gagal.
❣
Dira perlahan membuka matanya, seketika senyumnya mengembang melihat Kin tersenyum menatap Dira.
"Sejak kapan kamu menatapku seperti itu?" tanya Dira balas menatap Kin.
"Sejak kamu aku pindahkan ke tempat tidur," Jawab Kin sambil membelai lembut rambut Dira.
Seketika mata Dira membulat, "Apa???" wajah Dira langsung memanas.
"Reaksimu berlebihan," Kin langsung mengecup kening Dira, "Berjanji sama aku akan selalu di sampingku, apapun yang terjadi!" wajah Kin terlihat tidak baik, hati Dira merasa sakit sekali, tak kuasa membuat Kin terluka lagi. Bukan hanya Kin, tapi dirinya juga ikut terluka.
"Janji?" ucap Kin lagi, menatap Dira penuh harap. Dira mengangguk pasti, walaupun Dira tahu yang akan di hadapi adalah Wijaya, itu tidaklah mudah.
Kin langsung memeluk tubuh Dira, Air matanya jatuh walau cuma setetes, menandakan kebahagiaan yang tidak terkira. Kin bisa kejam di luar sana, tapi menyangkut Dira Kin selalu lemah.
Kepulangan Kin di penuhi oleh kebahagiaan kamar Kin kini di isi oleh Dira dan dirinya, sedangkan Lena tidur di kamar lainnya dan Lena hanya menurut tidak bisa protes, sedang kamar Dira yang sebelumnya tetap di kosongkan, Kin tidak mengijinkan siapapun masuk ke kamar Dira.
Kehidupan kembali normal, di luaran Kin berstatus sebagai suami Lena tapi, hanya sebatas status, bahkan Lena tidak bisa menjangkau Kin.
Besoknya, Dira Mulai sudah kembali ke Perusahaannya dan bekerja seperti biasa. perlahan perusahaan Dira berkembang lebih baik di tangan Dira.
"Aku bangga padamu beb," Kin tak ragu mencium pipi atau bahkan bibir Dira di ruangan Dira.
"Jaga sikapmu Kin! ini kantor, bukan rumah," ucap Dira sambil mengerucutkan bibirnya.
"Aku tidak peduli," jawab Kin sambil tersenyum. Dira hanya menggelengkan kepalanya.
"Ayo cepat pulang!" rengek Kin, tampang Kin sudah berantakan dan terlihat kelelahan. Dira dengan cepat membereskan dokumen yang baru selesai di tandatangani dan memisahkan dokumen yang belum selesai.
"Ayo!" Ucap Dira sambil menyisir rambut Kin memakai jarinya agar terlihat lebih rapih, walaupun dengan rambut berantakan juga Kin terlihat semakin tampan dan menggemaskan. Kin mengangguk, lalu bangkit, jas Kin di taruh di bahunya Keduanya berjalan menuju mobil,
"Aku yang nyetir Kin, mana kuncinya!" Dira merebut kunci mobil dari tangan Kin,
"Beb..." Dira langsung menempelkan telunjuknya di bibir Kin,
"Kamu terlihat lelah Kin," Kin diam tidak bersuara lagi dan duduk di samping Dira. Di perjalanan Kin tertidur lelap, Dira tersenyum dan merebahkan kursi Kin lalu menyelimutinya, saat mobil berhenti di lampu merah, sesekali Dira membelai rambut tebal Kin atau sekedar membetulkan kepala Kin yang bergeser karena getaran.
"Kin bangun!" Dira menggoyangkan tubuh Kin perlahan, karena tidak mau mengagetkan Kin walau lumayan cukup lama membangunkannya.
"Kin..." panggil Dira lagi. Kin membuka matanya, terlihat seperti orang linglung karena nyawanya belum kumpul, "Kita sampai rumah," ucap Dira tersenyum.
Dira keluar sambil menggandeng Kin dan langsung membawanya ke kamar, "Mau lanjut tidur apa mandi?" tanya Dira, Dira berjongkok membuka sepatu Kin, lalu meletakannya di tempatnya. Kin diam bengong mendapati Dira yang terlalu lembut memperlakukannya.
"Kin..." Dira cemberut.
"Mandilah beb, memang kamu mau tidur sama aku yang bau?" Kin nyengir mendapati Dira masih cemberut.
" Ya sudah, aku siapin airnya," Dira hendak masuk kekamar mandi, tapi di tahan Kin.
"Kita siapkan bersama! aku tahu kamu juga capek," jawab Kin berakhir memeluk tubuh Dira, lalu mandi bersama.
"Tetaplah seperti ini! jangan menghiraukan yang lain," kata Kin, sambil menyabuni tubuh Dira, Dira mengangguk dan melakukan hal yang sama seperti Kin.
Acara mandi selesai, dilanjutkan dengan makan malam. Sementara Lena entah ada di mana, Kin dan Dira juga tidak mempedulikannya. Setelah selesai makan, Kin duduk sebentar di sofa setelah itu melanjutkan tidurnya.
Dira menyelimuti tubuh Kin, lalu meneruskan pekerjaannya yang tadi tertunda hingga selesai.
"Kin, terimakasih atas semuanya, cinta, kesetiaan, dan pengorbananmu dari awal hingga saat ini. Kamu satu- satunya yang tidak berubah haluan walaupun keadaannya seperti sekarang. Aku berharap suatu saat nanti ada sebuah keajaiban sehingga cinta kita bukan lagi cinta terlarang," gumam Dira. Air mata Dira meleleh begitu saja membasahi pipinya, dengan segera Dira mengusapnya lalu tidur di sisi Kin.
Kedua insan yang saling mencintai tertidur lelap berselimutkan malam yang bertabur bintang, keduanya saling berpelukan merapatkan tubuhnya dan saling berbagi kehangatan. Wajahnya terlihat damai walaupun kehidupan cintanya tidaklah mulus seperti jalan tol. Jalan yang Kin dan Dira lalui sangat rumit, terjal dan berbatu bahkan berkerikil tajam, tapi cinta mereka sangat kuat hingga perasaan mereka dari awal tidak pernah berubah hingga kini.
Malam yang panjang dengan penuh mimpi indah mereka berubah menjadi pagi yang tidak kalah indahnya, dengan di iringi suara nyanyian burung di ranting pohon menambah keindahan pagi. Tubuh Kin menggeliat, tapi tidak langsung beranjak dari tempat tidur melainkan menatap wajah wanita yang ada di pelukannya, seketika wajah Kin berseri dan senyuman Kin menghiasi bibirnya dan hatinya tidak berhenti mengagumi sosok Dira.