Chereads / Anindira / Chapter 37 - wijaya, Alex dan Maya

Chapter 37 - wijaya, Alex dan Maya

Wijaya berdiri di balkon kamarnya sambil memandang padang rumput yang hijau dan pohon cemara yang terhampar luas, bunga- bunga juga tumbuh dengan subur memanjakan mata bagi siapa saja yang memandangnya.

Tatapan matanya sendu. Setelah bertemu Alex luka lamanya terbuka kembali. Kebodohannya dan kebodohan Maya membuat mereka berpisah.

❣ Kilas balik.

Wijaya dan Alex berteman sejak mereka duduk di bangku SMA. Layaknya seorang teman, mereka saling membantu dalam hal apapun kecuali satu, Cinta... mereka salih berebut untuk mencuri hati seorang gadis teman sekelasnya, dia adalah Maya. Tidak hanya mereka berdua saja yang memperebutkan Maya, tapi hampir setiap laki - laki mengaguminya.

Maya cantik, baik dan pintar. Maya adalah gambaran paket komplit yang sangat sempurna.

Dua tahun berlalu, akhirnya Maya menentukan pilihan, pilihannya jatuh pada Wijaya. Alex sangat patah hati mengetahui semua itu dan mulai menjauh dari Wijaya.

Wijaya tidak bisa berbuat apa- apa, karena cintanya dalam, Wijaya mengabaikan Alex. Wijaya tidak pernah tahu kalau kekecewaan Alex berubah menjadi dendam yang mengerikan. Kehidupan percintaan Wijaya dan Maya berjalan mulus dan akhirnya setelah lulus kuliah dan mendapatkan pekerjaan, mereka menikah.

Mendengar berita itu, Alex sempat frustasi beberapa kali masuk Rumah Sakit karena overdosis obat.

"Aku sangat tersakiti dan tidak bahagia melihatmu bersanding dengan Maya, Aku akan pastikan, kamu juga tidak akan bahagia," gumam Alex.

Di saat rumah tangga Wijaya dan Maya sedang tidak baik, Alex masuk dalam hubungan mereka. Maya perlahan merasa nyaman dengan Alex dan berujung perselingkuhan, Wijaya juga melakukan hal yang sama.

Suatu hari. Saat Alex dan Maya check in di Hotel, bertemu dengan Wijaya yang melakukan hal yang sama.

Buah perselingkuhan Maya dan Alex menghasilkan keturunan. Maya hamil kemudian rumah tangganya dengan Wijaya selesai.

Wijaya juga mempunyai anak dari hasil perselingkuhannya dengan Susan yang di beri nama Elena.

Saat anak Wijaya lahir, Alex dengan sengaja menukarkan bayinya dengan bayi yang bernama Dira. Tepat di usia 7 tahun, musibah kebakaran menimpa keluarganya dan menyebabkan semua keluarganya meninggal kecuali Dira alias Elena anak Wijaya yang selamat.

Nida turut menjadi korban dan sejak saat itulah keduanya di adopsi paman Dira, tapi sayangnya hanya sampai usia Nida dan Dira 17 tahun. Paman Dira meninggal karena kecelakaan dan meninggalkan Nida dan Dira tanpa bekal apapun, hanya sebuah rumah tua.

Alex selalu mengikuti apa yang terjadi pada anak Wijaya, ketika anak Wijaya terluka, entah mengapa dirinya merasa bahagia, tanpa Alex sadari ada satu peristiwa yang terlewatkan yang lolos dari pengawasannya.

Kehidupan Maya dan Alex setelah bersatu tidak berjalan sesuai yang diharapkan Alex. Maya masih mencintai Wijaya, walaupun kebenciannya kepada Wijaya tidak juga bisa Maya sembunyikan. Alex mencoba menjalani, namun sia- sia.

Saat Ezza berusia dua tahun, Maya dan Alex berpisah. Maya juga mulai mencari anak dari hasil pernikahannya dengan Wijaya yang sebelumnya di panggil dengan nama panggilan Dhanan. Namun sayang, Maya tidak bisa menemukan anaknya, karena Wijaya membawa Dhanan dan Elena ke Belanda.

Mendengar Maya mencari Wijaya, rasa benci Alex semakin bertambah.

❣ Kilas balik selesai.

"Andai waktu bisa kuputar kembali, aku tidak akan membuat kita bertengkar dan tidak nyaman Maya. Karena peristiwa itu, ini hasilnya sekarang aku dapatkan. Sangat sakit May..." gumam Wijaya.

Wijaya mengusap kasar wajahnya yang sudah tidak muda lagi, tapi ketampanannya membuat umurnya terlihat 10 tahun lebih muda dari usianya yang sebenarnya dan masih banyak menarik perhatian wanita.

Tidak sedikit wanita tergila- gila padanya bahkan rela memberikan tubuhnya secara cuma- cuma untuk Wijaya.

Dira bangun dari tidurnya, mendapati Kin yang menatapnya membuat pipi Dira merona.

"Kenapa tidak bangun?" tanya Dira sambil menyentuh kening Kin, memastikan Kin baik- baik saja.

Kin meraih tangan Dira lalu mengecupnya dengan lembut, "Menunggu kamu membuka mata beb," Jawabnya.

Dira tersenyum malu- malu, lalu bangkit.

"Aku kekantor agak siang Kin, jadi bisa bersamamu sebentar," ucapan Dira membuat mata Kin membulat.

"Beneran beb?" tanya Kin memastikan, Dira mengangguk dan masuk ke kamar mandi di susul Kin.

Dira akhir- akhir ini sering meluangkan waktunya untuk Kin, awalnya sulit karena jadwal Dira yang sangat padat. Tapi setelah di jalani, Dira mulai terbiasa dan menikmatinya.

Dira sangat memperhatikan makan Kin, bahkan di kantornya selalu Dira simpan Susu, Buah- Buahan dan Roti untuk Kin, untuk berjaga- jaga karena Kin gampang- gampang susah untuk urusan makanan.

Seperti pagi ini, dengan telaten Dira menyiapkan sarapan Kin.

"Makasih beb," Kin mengecup kening Dira lalu duduk di sebelah Dira.

Lena turun dari kamarnya, lalu bergabung di ruang makan. Tidak ada kata yang keluar dari mulut Lena, hanya dentingan sendok dan garpu saja yang kadang terdengar beradu sehingga menimbulkan bunyi.

Dira dan Kin juga asik dengan dunianya. Setelah sarapan keduanya pindah ke ruang keluarga.

Keduanya bercengkrama lalu bersiap untuk bekerja.

"Aku antar beb?" Kin bertanya kepada Dira. Dira yang sedang memasangkan dasi untuk Kin, menggelengkan kepalanya.

"Aku langsung meeting Kin, dan banyak proyek yang harus aku cek," Dira sedikit merasa bersalah melihat Kin cemberut, "Heyy, jangan gitu dong Kin! setelah selesai nanti aku langsung kekantormu," janji Dira sambil mengusap pipi Kin, terus mengecup pipinya.

"Baiklah." Dira dan Kin berkemas dan berangkat sendiri- sendiri.

Dira terlihat sangat sibuk. Mengatur semuanya dengan cekatan, Dira sosok yang teliti dan semua yang di kerjakannya sempurna.

"Bu minum dulu!" Dini memberikan segelas teh untuk Dira, Dira hanya mengangguk dan matanya masih saja fokus kepada dokumen yang menumpuk padahal Dira baru kembali dari lapangan.

Dini kembali melanjutkan pekerjaannya, sambil menunggu perintah dari Dira. Tidak begitu lama Dira memanggil Dini, Dini segera masuk.

"Iya bu, ada yang bisa saya bantu?" tanya Dini menatap bosnya,

"Tolong pesankan makanan untuk Kin ya! Saya mau ke kantornya, tolong jangan ada kesalahan!" Dira selalu hati- hati dengan makanan yang akan di konsumsi Kin.

"Baik bu, saya mengerti." Dini kembali ke mejanya dan segera memesan makanan yang biasa di pesan bosnya.

Dira segera menyelesaikan pekerjaannya, agar bisa ke kantor Kin tepat waktu.

"Tok... tok...tok..." Pintu di ketuk dari luar,

"Masuk!" perintah Dira, Dini masuk sambil membawakan kotak makan pesanan Dira.

"Ini bu pesanannya," Dini berkata sopan, lalu meletakan kotak makannya di meja, Dira segera beranjak dari tempat duduknya dan mengecek isinya, senyumnya mengembang ketika semuanya sesuai harapan.

"Ini oke, kerjamu semakin bagus. Kamu sudah tau apa yang saya mau, terimakasih," Dira memuji dengan tulus.

"Saya sudah lama bekerja dengan ibu jadi sewajarnya saya tahu selera bos saya," jawab Dini, Dira tersenyum dan menepuk pundak Dini.

"Terimakasih! Kabari segera jika besok jadwal bertemu klien berubah atau ada jadwal baru!" Dira mengambil tasnya juga bekal makanan untuk Kin.

"Siap bu," jawab Dini.

Dira meninggalkan kantornya mengemudi sendiri. Di jalan Dira berhenti di depan toko cake, Dira memesan Beberapa cake kesukaan Kin. Setelah membayar Dira keluar dari toko Kue menuju mobilnya, tidak di sangka ada sebuah kecelakaan persis di depan Dira dan sepeda motor yang terlibat kecelakaan terlempar ke arah Dira. Dira sempat menghindar, namun kakinya sedikit tergores dan lebam.

Dira meringis menahan sakit di tolong oleh orang yang berada di tempat kejadian. Setelah di beri obat, Dira melanjutkan perjalanannya.

Dira masuk kekantor Kin, beberapa karyawan menyapanya dengan ramah, bahkan tidak sedikit mata lelaki terpana dengan kecantikan Dira.

"Tok...tok...tok..." Dira mengetuk pintu ruangan Kin, walaupun Dira tau Kin tidak akan keberatan kalau dirinya langsung masuk, tapi Diri tetap mengikuti prosedur.

"Masuk!" suara Kin yang sexi terdengar di telinga Dira, Dira tersenyum dan masuk. Kin masih sibuk dengan pekerjaannya, tidak menoleh ke arah Dira.

"Kamu tidak senang aku datang?" suara Dira lembut tepat di telinga Kin. Kin menoleh ke arah Dira dan hidungnya bersentuhan dengan hidung Dira, rona merah di pipi Dira tidak bisa di sembunyikan membuat Kin gemas dan mengecup bibir pink Dira.

"Jaga batasmu! ini kantor," Dira cemberut.

"Ini ruanganku beb," Kin berdiri, lalu memeluk Dira, berjauhan beberapa jam saja rindu Kin tidak tertahankan.

"Aww..." Dira meringis saat kaki Kin bersentuhan dengan kaki Dira, wajah Kin berubah cemas langsung memeriksa tubuh Dira, melihat paha Dira yang lebam dan terluka, Kin menatap Dira.

"Kenapa beb?" tanya Kin sambil menggendong Dira dan di dudukan di sofa, Kin berjongkok dan mengusap kaki Dira. Tidak mau Kin semakin cemas, Dira menceritakan kejadian yang dialaminya sebelum ke kantor Kin.

"Kerumah sakit yuk!" Ajak Kin, Dira menggeleng,

"Tidak apa- apa, cuma luka sedikit," jawab Dira.

"Tapi..." belum selesai Kin berbicara, Dira sudah menutup mulut Kin,

"Tidak apa- apa, Ayo duduk! kita makan," Dira segera membuka kotak makan dan menyiapkannya untuk Kin, "Aku tahu kamu belum makan. Jadi aku bawa makanan untuk kita,"

Kin duduk di sebelah Dira dan menikmati makan siang yang di makan menjelang sore bersama Dira.