Di Kediaman Maya.
Rey sedang menyelesaikan beberapa pekerjaannya yang terbengkalai gara - gara mengikuti kemauan istri manjanya Mala.
Setelah betul- betul pulih, Rey kembali lagi membangun perusahaan, bisnis yang di geluti adalah bisnis property. Bisnisnya mulai berkembang baik dan mulus.
"Sayang kenapa kerja mulu?" rengek Mala, Mala berdiri di pintu ruang kerja Rey. Rey menatap sekilas Mala, lalu menjawab,
"Aku harus bekerja lebih keras agar perusahaan semakin berkembang," Rey tetap berada di depan komputer.
"Kenapa tidak menerima tawaran mama saja, tidak perlu repot- repot, tinggal berangkat kerja saja," Mala mengingatkan akan tawaran Maya, Rey wajahnya memerah menahan kesal.
"Aku bisa usaha sendiri," jawab Rey datar. Mala menghentakan kakinya lalu pergi meninggalkan Rey.
Rey termenung dan kembali terlintas Dira, Dira yang selalu mensupport juga selalu membantunya, Dira yang selalu ada dikala Rey kesusahan mencari klien, dia dengan cekatan membantunya, sangat bertolak belakang dengan Mala.
"Apa alasanmu meninggalkan aku Dira? apa mungkin ada sesuatu di balik kamu meninggalkan aku?" gumam Rey, semakin lama Dira semakin berada di hati Rey. Masih ada ruang di hatinya dan tersimpan Dira disana.
"Rey sudah jam 8 pagi. Kamu tidak siap- siap berangkat kerja?" Mala mengingatkan Rey yang sedang melamun, Rey terkejut menatap Maya.
"Jam 10 Rey meeting jadi agak santai, ini lagi menyelesaikan pekerjaan yang menumpuk," jawab Rey agak gugup.
"Ma'afin Mala Rey! Mama juga tidak mengerti kenapa dia tidak dewasa- dewasa," Maya terlihat sedih. Rey bangkit dan mendekat,
"Tidak apa- apa mam," Rey tersenyum dan berlalu kekamarnya bersiap untuk bekerja.
Rey melakukannya sendiri tanpa bantuan Mala, Mala malah asik dengan dunianya membuka ponsel dan memilih barang - barang yang Mala suka dan membelinya.
❣
Rey berangkat ketempat yang sudah di setujui kliennya, ada beberapa klien untuk membahas pembangunan Apartemen mewah di pusat kota.
Ketika Rey datang, sudah ada beberapa yang hadir.
"Selamat pagi pak Rey, tinggal satu lagi yang belum datang, penanam saham terbesar untuk proyek ini," kata pak Rudi teman bisnis Rey.
"Siap pak," jawab Rey singkat.
Tidak lama suara sepatu berjalan di lantai mendekat keruangan yang akan di pakai meeting, lalu pintu terbuka, tatapan semua mata tertuju pada pintu dan betapa terkejutnya Rey saat melihat yang datang adalah Dira. Dira lebih cantik dari sebelumnya, tidak hanya Rey, yang lainnya juga terpana.
Dira sempat terkejut dengan adanya Rey, tapi dengan cepat Dira bisa mengontrolnya.
"Pagi semua, silahkan dimulai meetingnya!" Dira duduk dengan elegan di temani Dini.
Meeting berjalan lancar dan semua menemui kesepakatan.
Dira berdiri hendak keluar dari ruang meeting tapi di tahan oleh Rudi.
"Bu Dira makan dulu barang sedikit, kami telah mempersiapkannya untuk ibu!" Dira tersenyum dan duduk kembali.
Perjamuan makan berlangsung meriah, Rey sesekali mencuri pandang menatap Dira, Dira yang tau gelagat Rey hanya tersenyum geli. Setelah selesai makan Dira pamit lalu dengan terburu- buru pulang kantornya.
Ketika masuk keruangannya, Dedrick dan Dwi sudah duduk di sofa menatap Dira.
"Dira kakimu?" Dedrick terlihat cemas,
"Kecelakaan sedikit," jawab Dira lalu menghempaskan tubuhnya di sofa, "Kalian bantu aku kenapa! Akhir- akhir ini banyak sekali proyek yang harus di tangani, aku kewalahan," keluh Dira.
"Aku dan Dwi akan stay di sini dan membantumu," jawab Dedrick, seketika mata Dira membulat.
"Tapi kita butuh bimbinganmu!" Ucapan Dedrick membuat Dira tertawa, "Tidak lucu Dira..." Dedrick cemberut.
"Kalian lulusan terbaik sekolah luar negeri kok minta bantuanku?" tanya Dira bingung.
"Karena kamu lebih berpengalaman," jawab Dwi.
"Kalian berlebihan," jawab Dira tersipu malu.
Tanpa di ketuk, pintu ruangan Dira terbuka, Kin muncul dari balik pintu, lalu duduk di sebelah Dira,
"Kamu terlihat lelah beb?" Kin bertanya sambil membelai rambut Dira,
"Sedikit lelah, pekerjaanku sangat banyak hari ini," jawab Dira agak manja.
"Ehem... Ehem... Masih ada orang di sini Kin," protes Dwi, Dedrick juga menatap tajam Kin, ada rasa marah di hatinya karena hanya Kin yang bisa memiliki Dira.
Kin menoleh kearah Dedrick dan Dwi, Kin tersenyum penuh kemenangan karena tau kedua temannya itu sangat mengagumi Dira.
"Aku tidak peduli," Kin menjawab datar, membuat Dwi dan Dedrick kesal.
"Ayo keluar Dwi!" Ajak Dedrick, "besok kita bicarakan lagi." Dedrick lebih dahulu keluar dari ruangan Dira.
Setelah mereka keluar dari ruangan Dira, Dira menarik nafas panjang, memandang wajah Kin yang di tekuk.
"Dedrick dan Dwi partner bisnis saja Kin, jangan berlebihan dan bersikap ramah sedikit!" Dira memeluk tubuh Kin dan sejenak menghirup wangi tubuh Kin, aroma mint membuat Dira rileks.
"Aku tau, tapi aku tetap cemburu," Kin membalas pelukan Dira,
"Jangan berlebihan Kin! Semua yang berlebihan itu tidak baik," Dira tidak ingin, dengan sikap Kin menjadikan Dira bersikap tidak profesional.
"Semua yang berhubungan denganmu aku tidak bisa mengendalikan diriku," Kin mengecup kepala Dira. Sebenarnya Dira sangat menyukainya, tapi Kin terlalu berlebihan.
"Aku mencintaimu Dira... Sangat mencintaimu," Dira menatap wajah Kin, dengan lembut Dira mengecup bibir Kin, perasaan Dira sangat bahagia. Cinta yang selalu tulus dan belum pernah berubah dan mengubah perasaan keduanya.
Keduanya terbawa suasana, hingga ciuman mereka berakhir. Keduanya mengatur nafas dan membetulkan penampilan mereka yang sedikit berantakan.
"Aku besok sangat sibuk mungkin tidak pulang, kamu bisa menginap di Hotel?" Kin menatap Dira penuh harap.
"Acaramu di Hotel?" Dira balik bertanya, di jawab anggukan Kin. Dira tau, Kin tidak bisa menerima penolakan,
"Okey," Dira mengangguk, mengalah adalah salah satu cara membuat Kin tersenyum. Dan benar saja Kin tersenyum sangat gembira.
"Tapi aku di perbolehkan jalan - jalankan ketika kamu kerja?" Kin dengan cepat mengangguk.
"Aku menunggu di sini! Cepat selesaikan pekerjaanmu, kita dua malam menginap," Dira mengangguk patuh. Untung saja acara Kin di hari libur, jadi tidak mengganggu pekerjaan Dira, Dira sedikit lega.
Dira dengan cepat menyelesaikan pekerjaannya, berkali- kali Dira memijat lehernya yang sedikit kaku, Kin bangkit dan memijat leher Dira perlahan,
"Ma'af," kata Kin.
Dira menutup dokumen terakhirnya, lalu meraih tangan Kin dan menciumnya.
"Menjelang sore memang seperti ini," Dira berdiri sambil meraih tasnya, "ayo pulang!" ajak Dira. Kin mengangguk tangannya melingkar di pinggang Dira. Mereka keluar dari kantor dan segera pulang untuk berkemas.
"Bawa baju pantai ya beb!" Dira yang sedang menata baju menghentikan aktifitasnya,
"Memang kita mau ke pantai?" tanya Dira, Kin menganggukan kepalanya. Dira tersenyum bahagia, setidaknya dia tidak akan bosan menunggu Kin bekerja.
"Ayo berangkat!" Dira menurut dan mengikuti langkah Kin, sementara Kin membawa koper mereka.
Mata Dira membola ketika masuk kamar hotel yang akan di tempati Kin dan dirinya,
"Ini indah Kin," Dira membuka jendela dan tersenyum melihat laut lepas.
"Aku harap kamu tidak bosan, tapi nanti kamu harus ikut beberapa pertemuan juga," Dira menggelengkan kepalanya,
"Dimata publik, Lena adalah istrimu Kin," Dira menundukan kepalanya menahan dadanya yang sesak, Dira tahu posisinya sekalipun Kin hanya miliknya.
"Aku tidak peduli Dira, kenapa harus peduli orang lain kalau itu semua akan menyakiti kita?" Kin bertanya dengan suara tinggi,
"Papa..." jawab Dira dengan suara sedikit bergetar.
"Aku mencintaimu apa itu kurang?" Nada Kin semakin tinggi, Dira tau situasinya akan semakin buruk jika Dira tetap berbicara, Dira mendekat memeluk tubuh Kin.
"Ma'af baiklah," perlahan tubuh Kin yang kaku menjadi rileks kembali.