Setelah kejadian itu, Dira sering menghabiskan waktu menyendiri di Apartemennya. walau masih kadang dia pulang kerumah Kin yang tadinya akan di tempati bersama Kin.
Wijaya juga beberapa kali membujuk Dira untuk tinggal bersamanya, tetapi Dira menolak.
Dira berjalan tergesa- gesa masuk keruangan kerjanya, Dira tidak peduli dengan orang di sekelilingnya sikapnya menjadi dingin dan datar,
"Dela siapkan berkas untuk meeting dengan PT Graha!" Dira memerintah Dela lewat interkom,
"Baik bu..." jawab Dela lalu segera mempersiapkannya,
Setengah jam kemudian Dira keluar ruangan bersama Dela menuju tempat pertemuan, Dira dan Dela duduk di tempat yang telah di booking untuk meeting, sepuluh menit kemudian laki- laki bule mendekat kearahnya,
"Sorry telat..." ucapnya, Dia duduk bersama seseorang yang Dira yakini adalah asistennya,
"Tidak apa, baru Sepuluh menit yang lalu saya datang," Jawab Dira,
"Dedrick..." ucapnya sambil mengulurkan tangan,
Dira menyambutnya, "Dira..." selanjutnya keduanya larut dalam pekerjaan yang kemudian mendapat kesepakatan.
"Aku baru satu tahun buka cabang di sini, dan untuk pertama kalinya aku ke indonesia sekarang," Dedrick, berbicara sekedar berbasa basi,
"Tapi, bahasa indonesiamu terbilang lancar," Jawab Dira, Dedrick tersenyum,
"Papa orang indonesia," jawabnya, tatapannya tidak lepas dari Dira.
"Pantas..." hanya itu yang keluar dari mulut Dira, selebihnya Dira membereskan berkas lalu memasukan laptopnya,
"Meeting selesai, kalau ada yang masih mengganjal bapak bisa menemui saya di kantor, permisi pak," Dira tersenyum dan keluar ruangan di ikuti Dela.
Dedrick melongo mendapat perlakuan dingin dari Dira,
"Jo... Apa aku berantakan? Atau sudah tidak menarik lagi?" Dedrick shock mendapat perlakuan dingin dari seorang wanita,
Jo menggelengkan kepalanya.
"Baru kali ini aku di abaikan, semua perempuan selalu menempel seperti lintah di tubuhku sedang dia, sama sekali tidak tertarik melihatku," Jo asisten Dedrick juga menggaruk- garuk kepalanya,
"Dia perempuan pertama dan sepertinya satu- satunya," jawab Jo.
"Yang aku tahu, dia adalah wanita karir yang karirnya bagus, pekerjaannya sangat memuaskan dan profesional, aku banyak tau prestasinya dari rekan bisnisku," Dedrick, menatap Dira penasaran. hingga Dira menghilang dari pandangannya,
Dira menghempaskan tubuhnya di kursi dan melepaskan blazernya, Dira membuka lemari pendingin dan menuangkan wine di gelas lalu meminumnya, jujur menghindari Kin beberapa bulan ini membuatnya tersiksa, tapi jika Dira menemui Kin, semua akan berakhir polos.
'Kin, kenapa aku harus menjadi adikmu....' gumam Dira lirih. Dira keluar ruangan untuk mencari Dela karena sudah berkali- Kali memanggil, Dela tidak menjawab, dan tanpa sengaja bertemu Kin dan Kin berhasil membawanya dan mengunci Dira di ruangannya,
"Aku merindukanmu beb, aku hampir gila karena menginginkanmu," Kin membawa Dira ke ruang istirahatnya, nafas Kin memburu dan kelemahan Dira adalah tidak bisa menghindar dari pesona Kin, keduanya berakhir di ranjang dengan nafas yang tidak beraturan, Dira terdiam dan berujung menangis,
"Beb kenapa?" Kin menatap lembut wajah Dira lalu menariknya kedalam pelukannya,
"Ini... tidak benar..." Jawab Dira,
"Tapi...aku tidak bisa menghentikannya karena aku juga menginginkannya," Dira mulai terisak, Kin mengerti posisi mereka sekarang, tapi untuk hati Kin tidak bisa membohongi jika cinta masih untuk Dira, bahkan mungkin selamanya milik Dira,
"Aku tidak bisa tanpamu Dira," Kin memelas,
"Aku juga tau ini sulit, tapi kita harus belajar," Kin hanya mengangguk, Dira mandi dan mengganti pakaian dan sialnya hanya tersisa mini dress di lemari,
Dira dengan terpaksa memakainya, terlihat sangat sexy, Kin melotot melihat penampilan Dira,
"Beb, tidak salah?" tanya Kin dengan tatapan tidak suka. Dira tersipu malu,
"Dressnya tinggal seperti ini semua," Kin bangkit untuk mengeceknya dan memang betul,
"Aku lupa beberapa hari yang lalu aku masukin ke laundry dan aku bawa pulang kerumah," Kin ingin memaki dirinya sendiri yang ceroboh.
"Jangan salahkan aku kalau aku terlihat sexy..." Dira memutar bola matanya lalu keluar dari ruangan Kin.
Semua mata tertuju padanya dan Dela juga menatap Dira dari atas sampai bawah, Dira berhenti melangkah dan menatap Dela,
"Kamu kenapa Dela?" Dira mengerutkan keningnya,
"Ibu centik sekali seperti model, oh iya Ada tamu menunggu di ruangan ibu, yang bule itu..." kata Dela, berujung dengan kata seperti menggoda Dira.
Dira menatap Dela merasa aneh, "Apa dia ada keluhan? Perasaan tadi tidak ada kesalahan,"
Dela menggelengkan kepalanya, "Ya sudah saya temui, jangan lupa belikan makan siang untuk Kin, seperti biasa," Dela mengangguk,
Dira masuk untuk menemui Dedrick, sesaat setelah pintu terbuka, Dedrick menatap Dira tidak berkedip, Dira sedikit merasa risi namun, menahannya.
"Ada apa? Apa ada yang salah dengan kesepakatan tadi?" Dedrick menggeleng,
"Lalu?" Dira menatap Dedrick,
"Mengajak makan siang," jawab Dedrick.
Tanpa menunggu jawaban Dira, Dira sudah di tarik tangannya oleh Dedrick lalu keluar ruangan,
"Heyyy... tolong lepaskan! aku bisa jalan sendiri," Dira mencoba berontak, tapi tangannya sama sekali tidak dilepaskan, Dela hanya tersenyum melihat bosnya yang terlihat marah saat di tarik tangannya oleh Dedrick,
Dela berjalan ke ruangan Kin untuk memberikan makan siang yang di perintahkan Dira,
"Tok...tok...tok..." Dela mengetuk pintu ruangan Kin,
"Masuk!" jawab Kin dari dalam, Dela membuka pintu dan meletakan makan siang Kin di meja, Kin menarik nafas. Sebenarnya yang Kin harapkan adalah Dira yang datang membawakannya, tapi sekarang tidak lagi,
"Apa Dira sudah makan?" Itu yang selalu Kin tanyakan pada Dela, Dela menggelengkan kepalanya,
"kenapa?" Kin tidak jadi menyentuh makanannya,
"Barusan bu Dira di paksa bule ganteng makan di luar," Dela langsung menutup mulutnya, Seketika darah Kin mendidih dan teringat pakaian yang Dira kenakan, Kin semakin marah,
Kin berdiri, mengambil kunci mobil lalu pergi keluar ruangan meninggalkan Dela yang bengong, Kin segera melacak keberadaan Dira melalui ponsel Dira, lalu melajukan kendaraannya dengan kencang.
Dira sampai di tempat makan yang terbilang romantis. Dira mengerutkan keningnya melihat tingkah si bule ini.
Dedrick memesan berbagai macam makanan, membuat Dira melongo, tak habis fikir melihat tingkah Dedrick.
"Kamu mengajak temanmu juga?" Dira menatap Dedrick yang di jawab dengan gelengan kepalanya,
"Aku bukan gentong ..." Bibir Dira mengerucut, Dedrick tertawa melihat Dira yang marah, tapi di matanya Dira semakin menggemaskan,
"Aku mau mencicipi makanannya, jadi jika cocok di lidahku aku akan jadikan makanan favoritku," Dira terdiam dan memilih memakan sup daging, itupun kebanyakan hanya mengaduk - ngaduk supnya,
"Beb...aku khawatir," Suara dari belakang Dira begitu lembut di telinga Dira, Dira menoleh kearah suara, Ciuman mendarat di pipi Dira membuat Dedrick mendelik,
"Aku hanya menemani dia makan, kamu sudah makan?" Kin menggeleng,
"Duduklah aku pesankan steak yah, maaf aku tidak mengurus makanmu," Dira merasa bersalah, Dira baru mnyadari Kin terlihat lebih kurus sekarang,
Dira memanggil waiters lalu memesan makanan untuk Kin,
"Dira...??" Dedrick melirik Kin,
"Dira kekasihku," Jawab Kin, Dira menatap Kin tak berdaya,
"Kamu akan selamanya milikku beb," Kin berbisik di telinga Dira.
"Oh sorry, aku membawanya tanpa seizinmu," Dedrick tersenyum ramah kepada Kin, Kin hanya mengangguk,
Dedrick bangkit pamit untuk ketoilet, sementara Dira menjauhkan makanan yang tidak di makan Kin, lalu menaruh steak di hadapan Kin,
"Makanlah! Aku akan pulang hari ini," Mata Kin berbinar mendengar berita itu,
"Dengan satu syarat..." ucap Dira. Kin menatap Dira,
"Apa beb?" Dira menarik nafas panjang,
"Berusahalah untuk tidak saling menyentuh!" Kin tertunduk seketika,
"Aku..." suara Kin tertahan karena telunjuk Dira menempel di bibir Kin,
"Kita akan belajar sedikit demi sedikit bukan harus langsung menghindar," Kin akhirnya mengangguk,
"Aku yakin suatu saat kamu akan bisa melupakan aku," Suara Dira sedikit bergetar,
"Tidak mungkin Dira... aku sangat mencintaimu..." Kin menatap Dira sayu, Dira mengalihkan pandangannya ketempat lain, Dira tidak ingin hatinya semakin rapuh.
"Akupun sama Kin, semakin aku menjauhimu hatiku semakin sakit, tapi ini harus kita hadapi," Dira perlahan menarik nafasnya dadanya begitu sesak.
Dedrick kembali dan suasana menjadi hening, makan siang selesai, Kin dan Dira pamit kepada Dedrick untuk kembali ke kantor,
"Makasih Dira sudah menemani aku," Dira mengangguk dan berjalan mengikuti Kin.
Dedrick mengambil ponselnya yang sengaja di taruh di saku jasnya untuk merekam percakapan Kin dan Dira, sewaktu Dedrick ketoilet. Dedrick memutar kembali memakai headset dan tercengang mendengar semuanya.
'Apa yang terjadi diantara mereka?' gumam Dedrick,
Dira duduk di sebelah Kin, sesekali Kin meremas tangan Dira, Dira hanya diam menahan debaran jantungnya,
Ponsel Dira berbunyi, Dira menatap layar dan menjawabnya,
"Iya pah," Dira dan Kin saling menatap,
"Pulang kerumah papa hari ini ya sayang, ada yang papa mau bicarakan dan beritahu Kin untuk pulang juga! Papa pulang ke Belanda besok, jadi harus sekarang,"
"Baiklah," Jawab Dira pelan, Dira tidak berbicara apapun karena tadi pembicaraannya dengan Wijaya sengaja Dira loadspeaker.
Setelah pekerjaan selesai Kin dan Dira pulang kerumah Wijaya, sesampainya di rumah Wijaya sedang mengobrol dengan seseorang di ruang makan, Dira dan Kin muncul dan mencium tangan Wijaya,
Kin menatap orang asing yang duduk bersebrangan dengan Wijaya,
"Papa ada tamu?" Dira juga menatap dan memberi hormat,
"Ini om Pram dan ini Yesi anaknya, Papa akan mengenalkan kepadamu mudah- mudahan kalian cocok," Seketika Dira dan Kin batuk bersamaan, Kin melihat Dira diam mematung, tentu saja Shock.
"Duduk sayang, Kin mengganti kata 'beb' dengan sayang," Kin menuntun Dira duduk,
Kin menatap tajam Wijaya, "Pah..." Kin terlihat protes, "Sudah saatnya..." Jawab Wijaya,
"Permisi..." Dira berdiri, tanpa menunggu lagi pergi dari rumah, mengambil kunci mobil Kin dan mengemudi dengan kecepatan tinggi, Kin berlari keluar namun gagal mengejar Dira,
"Papa, Dira..." Kin terlihat panik begitupun Wijaya,
"Biar anak buah papa yang akan mengejarnya," Wijaya segera menghubungi anak buahnya,
"Kin, hanya dengan ini perasaan kalian akan berubah, cobalah!" Wijaya menatap sedih Kin,
"Aku tidak sanggup melihat hati Dira hancur pah," mata Kin berkaca,
"Papa juga sebenarnya tidak tega tapi, mau bagaimana lagi, ayo masuk!"
Dira ingin sekali hilang ingatan saat itu juga, kenyataan yang dia hadapi begitu menyakitkan, membayangkan Kin akan bersama wanita lain membuat hatinya hancur.
Dira berakhir duduk di bar sambil menuang minuman kedalam gelasnya, beberapa gelas sudah diminumnya namun Dira tidak mabuk dan masih merasakan sesak di dadanya, Dira keluar dari bar dan mengemudi kembali, sampai tiba di ujung jalan paling tinggi di pinggir kota, mobil berhenti,
Dira keluar dari mobil lalu berdiri bersandar di mobil sambil memegang botol minuman, Dira mengedarkan pandangannya ke lampu kota yang terlihat indah dari ketinggian, sampai tengah malam Dira berdiri mematung,
'Aku ingin mati sekarang Kin... ini terlalu sakit,' gumam Dira.
Lama kelamaan Dira mabuk dan ambruk di samping mobil, Anak buah Wijaya langsung membawa Dira pulang,
Melihat Dira yang mabuk berat membuat hati Wijaya dan Kin merasa tercubit, Wajah Dira merah padam dan bau alkohol menyeruak kuat sekali,
"Beb, apa yang kamu lakukan?" Kin tidak bisa menahan tangisnya,
"Pah, apa papa yakin akan meneruskan pendekatanku dengan wanita tadi? lihat Dira!" Kin tampak marah sekali...
"Harus papa lakukan," Kin semakin kesal, lalu meninggalkan Wijaya.