Dira terbangun di pagi hari, mendapati tangan Kin melingkar di tubuhnya, Kin membuka matanya karena terusik oleh pergerakan Dira, keduanya saling beradu pandang, Kin tersenyum lembut.
"Sudah bangun?" tanya Kin, Dira mengangguk,
"Maaf selalu menyusahkanmu," Dira sedikit menyesal dan tidak enak hati, setiap kali mabuk, Kin yang selalu mengurusnya.
"Kamu tidak pernah membuatku susah,"jawab Kin, Kin mengecup bibir Dira, Dira membalas kecupan Kin, keduanya terbuai menikmati ciuman mereka, hasratnya mengalir tanpa saling terpaksa,
Kin menekan juniornya pelan kedalam milik Dira, "Kamu serius mau melakukannya denganku?" Dira mengangguk dan memeluk erat tubuh Kin karena rasa perih sudah Dira rasakan di dalam miliknya,
"Ma'af ini akan sakit sebentar," Kin mulai merangsang Dira agar melupakan sakitnya, sedikit demi - sedikit, junior Kin di tekan dan akhirnya masuk semua. Setelah diam beberapa saat, Kin mulai bergerak dan sungguh Kin merasakan sensasi nikmat yang sulit di ungkapkan, Dira juga lama- lama mendesah dan mengimbangi gerakan Kin.
"Akh... Kin... Aku...mau pipis..." Kin tersenyum, dan makin mempercepat gerakannya,
"Keluarin aja beb!" Dira wajahnya memerah,
"Tidak Kin... Akh..." tubuh Dira mengejang bersamaan dengan Kin, keduanya sampai kepada puncak pelepasannya,
"Aku mencintaimu Dira..." tubuh kekar Kin memeluk tubuh polos Dira, "Bantu aku melupakannya!" Dira menatap wajah Kin, dengan tatapan sulit di artikan,
"Pasti... apakah kamu menyesal melakukannya denganku?" Kin memastikan Dira tidak menyesal telah melakukannya.
Dira menangkup wajah Kin dengan kedua tangannya, lalu tersenyum, "Aku lelah telah melewati semua ini Kin, aku lelah mempertahankannya, saat ini aku mencintaimu dan aku senang memberikannya untukmu, walau ini tidak benar,"
Rona wajah Kin terlihat sangat bahagia karena pertama menyatu dan itu bersama orang yang sangat Kin cintai walaupun Kin membenarkan kata- kata Dira.
"Kin, juniormu?" pipi Dira merona, begitupun dengan Kin,
"Belum kenyang beb..." bisik Kin sambil tersipu malu.
"Kalau begitu lakukan lagi!" jawab Dira dengan bodohnya.
"Tidak beb, aku melakukannya karena cinta, milikmu pasti masih sakit dan aku tidak mau kamu terluka," Jawab Kin. Kin mengecup kening Dira lalu masuk ke kamar mandi melakukan pelepasan sendiri.
"Kin, kita lupa bekerja hari ini..." Dira menatap jam yang sudah menunjukan jam satu siang.
Dira sangat lelah juga lapar, karena belum sarapan begitupun dengan Kin yang masih mencoba mengatur nafasnya.
"Aku sudah membatalkan jadwalku hari ini." Kin, mengecup kening Dira dan memesan makanan lewat ponselnya.
Dira hendak kekamar mandi, namun Kin segera mengangkatnya dan membantunya mandi.
Setelah selesai mandi, pesanan makanan datang, Dira dan Kin makan bersama.
❣
Bell Apartemen Dira berbunyi, Dira dan Kin saling pandang, Kin bangkit dan membukanya, Nida muncul dari balik pintu.
Dira menatap Nida dengan tatapan tajam, membuat Nida berdiri dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Seingatku semalam aku menghubungi kamu Nid, kenapa yang datang Kin?" pertanyaan Dira membuat Nida nyengir pasrah, "Kamu butuhnya Kin, bukan aku. Jadi, aku berinisiatif menghubunginya." Nida membela diri lalu tiba- tiba matanya melotot melihat Kin melingkarkan tangannya di pinggang Dira.
"Kalian....???" Nida menatap Dira dan Kin bergantian,
"Aku mencintainya," jawab Kin, Nida menatap Dira dan meyakinkan sahabatnya dengan tatapannya.
"Kita akan menjalaninya..." jawab Dira,
"Baiklah, kalian sama - sama telah dewasa, asal kalian bahagia, aku juga bahagia," kata Nida,
"Makasih Nid, selalu bersamaku selama ini," ucapan tulus keluar dari mulut Dira. Nida tersenyum dan Dira memeluk sahabatnya.
"Kamu akan selalu jadi sahabatku Dira, sahabat terbaikku," Nida sedikit tenang karena Kin di samping Dira sekarang.
"Aku bawakan buah dan bahan makanan buatmu Dira," kata Nida. Dira tersenyum bahagia.
ketika sedang sedih, mereka melakukan masak berdua, maka kesedihan mereka biasanya sedikit berkurang.
Dira bersemangat dan menggandeng Nida ke dapur lalu mereka memasak untuk makan malam, sesaat Nida menghentikan langkahnya, menatap Dira dari atas sampai bawah,
"Dira... Jalanmu..." Nida menutup mulutnya, Dira tersenyum lagi.
"Aku memberikannya pada Kin," ucap Dira. Nida melotot,
"Aku mencintainya Nid," Nida menganggukan kepalanya lalu Nida dan Dira mulai memasak,
mereka kadang tertawa karena salah satu dari mereka bercanda, Kin yang menyaksikannya tersenyum sendiri.
Dira dan Nida menata makanan di meja makan, "Kin, makan!" Dira memanggil Kin untuk bergabung. Kin patuh lalu duduk di samping Dira, Dira hendak manaruh nasi putih di piring Kin, tetapi Kin menolaknya.
Dira berakhir menaruh nasi kepiringnya dan menatap Kin bingung, Kin juga terlihat bingung menatap makanan di meja, untung saja ada sayuran, tempe dan ayam. Kin menaruhnya di piring,
"Kamu lagi diet??" Dira mengerutkan keningnya, Kin menggeleng,
"Aku tidak makan nasi putih?" jawab Kin,
"Kalau begitu besok aku beli beras merah khusus untukmu," Kin menggeleng juga,
"Aku tidak bisa makan nasi, kecuali nasi goreng yang di kasih banyak kecap dan tidak terlihat warna asli nasinya," Kin menjawab dan menjelaskan kepada Dira sambil tersipu malu.
"Terus kamu makannya Apa?" Dira dan Nida saling pandang menatap bingung,
"Begini sudah cukup," Jawab Kin.
Dira baru ingat, tadi siang mereka makan mie goreng, dan selama di tempat Kin hanya ada Roti, salad dan pizza juga bahan- bahan untuk membuat spaghetti.
"Maaf Kin..." Dira menjadi salah tingkah,
"Enggak apa- apa beb, aku bisa makan ini," Kin tersenyum lalu makan sayur dan lauk yang ada di piring.
Selesai makan Kin dan Nida pamit pulang. Dira juga pergi berbelanja, tentunya membeli bahan makanan untuk Kin.
Dira dengan teliti memilih bahan makanan sambil mengingat- ngingat ada apa saja yang tersedia di Apartemen Kin. Di swalayan, Dira tidak sengaja bertemu dengan ibu Rey, Dira tersenyum dan hendak melewati untuk menghindari keributan.
"Wanita rubah..." Dira berhenti melangkah, hati Dira terasa tercubit, mendengarnya.
"Kamu tau sekarang rasanya di campakan? dasar sampah," terdengar lagi suara ibu Rey. Dira menarik napas panjang mendengar ocehan ibunya Rey,
Ocehan Ibu Rey menarik perhatian pengunjung, "Bu jangan ribut di sini bikin malu..." Adik Rey mengingatkan,
"Ibu tidak malu, biar semua orang tau dia itu perempuan murahan...menghabiskan harta suami setelah itu menjual dirinya sendiri," kata ibu Rey setengah berteriak.
"Sudah bu... sudah... Ibu tidak tau apa yang terjadi..." kata adik Rey, perkataan Adik Rey membuat ibu Rey semakin marah besar.
"Kamu membela wanita murahan ini, Lina? " ibu Rey menunjuk- nunjuk Dira dengan wajah merah padam.
Dira hanya diam membeku, mendengar mulut pedasnya.
"Dira adalah wanita yang paling sempurna yang pernah saya temui," Kata Maya dingin, andai saja keinginan Mala bisa di pertimbangkan, Maya tidak akan menjadikan Rey calon untuk Mala, Karena Maya muak dengan sikap ibu Rey.
Ibu Rey mengalihkan pandangannya dan merubah sikapnya, "Bu, saya mengenal Dira sudah lama jadi, ibu tidak tau dia itu bagaimana, mukanya saja yang polos," Ibu Rey membela diri.
Maya mengabaikan ibunya Rey dan menarik tangan Dira untuk menjauh, "Ada yang masih di cari?" tanya Maya lembut pada Dira, Dira menggelengkan kepalanya lalu menuju meja kasir, setelah membayar Maya dan Dira keluar dari swalayan,
"Dira, suratnya ada di rumah mau di ambil?" Maya menatap Dira, Dira melihat belanjaannya tidak terlalu banyak jadi tidak masalah Dira kerumah Maya dulu.
"Baik mam," Dira mengikuti Maya, sesampainya di rumah Maya menyerahkannya,
"Mama menyayangkan sikap Ezza Dira, maaf! Mama masih berharap suatu saat kalian rujuk tapi sepertinya sulit," Dira menundukan kepalanya,
"Dira yang meminta maaf karena tidak bisa merubahnya," ucap Dira lirih.
"Semoga Ezza mendapat yang lebih baik Dari Dira," Maya mengangguk dan memeluk Dira,
"Tapi ini rumahmu juga sekarang, sering- sering kerumah!" Dira mengangguk, "Tentu mam," Dira tersenyum lalu pamit dan pulang ke Apartemannya.
Sorenya Dira pergi kerumah Ezza untuk mengambil sisa barang Dira.
Beberapa kali Dira menekan bell, tidak ada yang menjawab. Dira menekan pegangan pintu ternyata tidak di kunci, terdengar Ezza dengan suara biasanya, Dira menarik nafas dan membereskan barang- barangnya,
'Kamu sama sekali tidak berubah Za... Kamu melakukannya dan aku juga sama akan sepertimu...' gumam Dira gemas.
Barang- barang Dira sudah rapi lalu Dira menulis surat dan di letakan di atas meja.
Dira segera keluar dari rumah Ezza,
Malamnya Kin datang, ke Apartemen Dira, Dira membuatkan steak dengan kentang dan potongan wortel,
"Kamu tidak makan Nasi beb?" Kin sadar, Dira sekarang mengikuti yang di makan Kin,
"Mungkin baik mengurangi makan nasi," Jawab Dira sambil tersenyum manja, Kin mengecup kening Dira,
"Maaf." Dira menjadi gemas melihat wajah Kin lalu mengecup pipi Kin, Kin yang gemas tidak bisa menahan diri untuk tidak memeluk Dira,
"Aku beruntung mendapatkan cintamu Dira," Dira membalas pelukan Kin, "Aku yang beruntung Kin."
"Kamu ikut kerumahku malam ini! Aku lupa ada beberapa dokumen yang harus aku selesaikan, tapi... Aku masih kangen banget sama kamu," Kin menatap Sayu, pipi Dira seketika merona,
"Aku mandi dan ganti pakaian dulu yach," Dira segera mandi dan memakai mini dress dan keluar sambil membawa tas karena besok akan langsung kerja,
"Tidak usah bawa baju ganti beb, di rumahku ada," kata Kin,
"Okey," jawab Dira dari dalam kamar.
Saat melihat Dira keluar dengan memakai mini dress matanya melotot karena melihat bentuk tubuh indah Dira tampak nyata,
"Beb, bajumu?" Kin langsung protes. Jangankan orang lain, dirinya saja sudah memanas melihat tubuh indah Dira.
Dira tersenyum dan memeluk Kin, "Aku sengaja membeli beberapa baju seperti ini, tapi hanya di pakai saat bersamamu, lagian kita tidak mau jalan- jalankan? Jadi aku memakainya untukmu," Jawab Dira,
"Tapi janji kalau tanpa aku jangan begini!" Kin menatap Dira, "Tentu saja tidak," Dira meyakinkan.