Chereads / Anindira / Chapter 34 - Pernikahan Kontrak

Chapter 34 - Pernikahan Kontrak

Hari pernikahan telah tiba... Kin dan Lena resmi menikah. Pesta pernikahan mereka sangat mewah, karena itu permintaan Lena. Maya dan Ezza turut hadir di pesta pernikahan Kin, Maya sangat jelas melihat wajah Kin tanpa kebahagiaan.

"Kalau tidak bahagia, kenapa menikahinya Kin?" Maya menatap Kin dengan tatapan sedih, sebagai seorang ibu walaupun tidak membantu membesarkan, Maya faham isi hati Kin.

"Setidaknya aku sudah mencoba mam," tentunya mencoba mengikuti kemauan wijaya walaupun dengan keterpaksaan, Kin yakin Dira saat ini sedang terluka.

"Jangan melakukan apa yang tidak kamu suka Kin!" Maya mengingatkan Kin, Maya tidak mau Kin sedih.

"Aku tau apa yang harus aku lakukan. Mama tidak usah khawatir," jawab Kin tegas. Mendengar itu dari Kin, Maya menjadi lega.

"Mama tahu kemampuanmu," Maya menepuk bahu Kin. Kin mengangguk, sekilas memeluk Maya.

Besoknya Lena dan Kin terbang ke Bali...

Lena berjalan nampak angkuh, tersenyum penuh kebahagiaan. Walaupun kenyataannya Lena hanya pasangan kontrak bahkan tidak menikah, tapi menurut orang di sekitarnya Lena adalah Nyonya Kin, istri dari pemilik perusahaan ternama yang sangat di segani dan di perebutkan.

"Itu kamarmu.Aku tahu kamu telah menghubungi pacarmu," Kin menatap Lena dengan tatapan sinis, tanpa basa basi lagi Kin berbalik meninggalkan Lena.

"Kin setidaknya kita makan siang dulu," bujuk Lena dengan Suara yang sangat manja membuat Kin bergidik jijik. Kin menghentikan langkahnya lalu berbalik, menatap Lena penuh curiga.

"Baiklah..." jawab Kin. Tujuan Kin adalah mengelabui publik saja.

Senyum kemenangan menghias bibir Lena, membayangkan akan menikmati malam panjang bersama Kin membuat tubuhnya meremang.

"Aku kembali Lima belas menit lagi," Kin berlalu dan betul, lima belas menit kemudian, Kin datang di tempat makan menemui Lena, Lena semakin bahagia dan tidak sabar menunggu waktunya.

Kin makan dengan diam, tapi setelah makan, rasa panas mulai menjalar di tubuh Kin. Lena yang sudah tahu obat telah bereaksi segera mendekat, lalu memberikan sentuhan ringan.

Kin merasakan sentuhan tangan Lena menjadi menggairahkan tapi, di sisa kesadarannya dengan cepat Kin menghindarinya bahkan mendorong tubuh Lena.

"Kamu mau kemana Kin? kita lebih baik menikmati Sunset dulu!" Lena menahan tangan Kin, sebenarnya Lena ingin obatnya bereaksi sepenuhnya, agar Kin tidak bisa menghindar lagi darinya.

Kin tidak menghiraukan ucapan Lena dan berdiri, kemudian berjalan menjauh dari Lena. Lena berusaha mengejarnya namun anak buah Kin segera menghalanginya.

"Sial gagal lagi... Gagal lagi..." Lena bergumam kesal sambil menghentak - hentakan sepatunya kelantai dan mengumpat mengatakan sumpah serapah.

Sementara Kin berjalan masuk ke kamarnya dan berakhir gelisah, "Kapan dia sampai?" Kin menghubungi anak buahnya. Menghadapi kejadian yang tidak terduga membuat semua yang tersusun rapi menjadi berantakan.

"Tiga puluh menit lagi sampai bos," jawab anak buahnya dari sebrang telpon.

"Baiklah cepatlah sedikit!" Kin menutup ponselnya lalu mencuci mukanya bahkan setengah keramas,

"Lena sialan..." gumamnya, "Wanita itu masih berani rupanya," Kin mengatupkan giginya, kesal karena kecolongan.

Setelah menunggu, anak buah Kin datang menggendong seseorang dan meletakannya di tempat tidur, lalu meletakan koper di sudut ruangan Kin.

"Terimakasih. Kalian kembali dan berjaga, awasi pergerakan wanita itu, jangan lengah!" anak buah Kin mengangguk, lalu keluar dari kamar untuk melaksanakan tugas dari Kin.

Kin naik ketempat tidur dan memeluk erat orang yang selalu dirindukannya, "Beb, aku merindukanmu," suara Kin lirih. Perasaannya campur aduk menatap wanita yang paling dicintainya, di tatapnya Dira dari atas sampai kebawah dan matanya terbelalak saat melihat perban membalut tangan Dira. Kin segera memeriksanya, hatinya merasa nyeri melihat luka di tangan Dira.

Mata Dira mulai terbuka, seketika Dira berteriak karena terkejut lalu mendorong Kin, Dira mengedarkan pandangannya dan semakin ketakutan karena berada di tempat yang asing,

"Ini aku beb," suara Kin serak dengan nafas yang sudah memburu, efek obat yang di berikan Lena semakin menyiksanya.

Dira berbalik dan membeku melihat Kin tanpa mengenangkan baju, tubuhnya yang terbentuk bagus dengan ototnya yang terjaga dengan baik membuat tubuh Dira meremang.

"Kenapa aku berada di sini?" Dira masih linglung karena seingatnya dia tadi sedang sarapan di Villa,

"Aku yang membawamu," jawab Kin dengan santai. Dira melotot menatap Kin tidak percaya.

"Bukankah kamu sudah menikah? kenapa..." Kin mengangguk, sama sekali tidak menyangkal pertanyaan dari Dira,

"Kenapa kamu lakukan ini?" Dira melanjutkan pertanyaannya.

Kin tidak menjawab, melainkan membuka laptopnya dan menyalakannya, lalu memberikannya kepada Dira.

Dira semakin terkejut dan bingung melihat Lena sedang bercinta dengan laki- laki lain di kamarnya. Dira terbengong tidak percaya.

"Aku tidak mau disentuh olehnya," Kin mendekat ke arah Dira dan memeluknya, wajah Kin semakin memerah, "Aku membutuhkanmu, wanita itu menaruh obat perangsang di minumanku, tolong!" Suara Kin memohon.

Dira merasakan nafas Kin sudah tidak beraturan, bahkan miliknya juga terasa mengeras ketika menyentuh paha Dira,

Tanpa ampun baju Dira dirobek Kin dan berakhir penyatuan mereka, Kin melakukannya berkali- kali sampai pengaruh obatnya menghilang, Dira haya pasrah mendapat perlakuan Kin, Dira selalu lemah dihadapan Kin.

"Terimakasih Beb... Ma'af! Aku sebenarnya sudah merencanakan membawamu ketempat ini, tapi bukan untuk memperlakukanmu seperti ini," Kin sangat merasa bersalah.

"Tidak apa Kin," jawab Dira, tersenyum menatap laki- laki yang di cintainya, lalu memejamkan matanya, Kin juga memejamkan matanya sambil memeluk tubuh Dira.

Matahari pagi membangunkan dua insan yang terlelap semalam, tubuh polos Dira menggeliat, sendi- sendinya terasa sakit semua, Kin yang memeluk Dira merasa terusik dan membuka matanya.

"Kin...tubuhku sakit semua, tenagamu dua kali lipat lebih hot dibandingkan biasanya," Dira merengek, tapi seketika wajah Dira memerah karena lupa malah membahas permainan Kin semalam.

"Tapi, aku lihat kamu menikmatinya juga," Kin menatap tajam Dira, Dira tersenyum malu, lalu menundukan kepalanya.

"Bagaimana tidak? selama jauh darimu, aku puasa, uuupsss." Dira menutup mulutnya dan wajahnya semakin memerah.

Kin mengecup kening Dira, "Kamu memang hanya akan menyatu denganku, kalau ada orang yang berani menyentuhmu dia akan mati," Suara Kin di tekan menandakan dia serius. Mendengar itu, tubuh Dira menggigil seketika,

"Tapi Dedrick?" Dira menatap Kin takut- takut, dari mata Kin langsung terlihat kilatan amarah,

"Kalau kamu tidak menghindar kemarin, dia juga termasuk akan menderita," jlebbb Dira terdiam, "Kenapa? Kamu mencintainya?" Kin bertanya setengah berteriak, Dira segera memeluk tubuh Kin erat untuk meredam emosinya.

"Tidak, tapi karena dia sebelumnya temanku, Aku harap kamu tidak melukainya," jawab Dira gugup.

"Aku takut kehilanganmu..." Suara Kin melemah,

"Tapi aku tidak ingin menjadi budak cintamu Kin," air mata Dira mulai jatuh.

"Kamu masih resmi menjadi istriku Dira..." Kin menjelaskan, "Aku tidak pernah menceraikanmu dan di catatan sipil, kamu juga masih istriku, kamu satu - satunya."  Dira terpaku menatap Kin, Dira tidak menyangka Kin bisa sekeras itu mempertahankan dirinya.

"Tapi kita sedarah, bukankah otomatis semuanya batal?" Tanya Dira. Kin menggelengkan kepalanya,

"Aku tidak mau, yang tahu kita sedarah hanya keluarga kita saja dan orang terdekat saja," mata Kin sendu, Dira tau Kin mencoba menghindar dan sedang membohongi dirinya sendiri.

"Lena?" Dira menanyakan Lena,

"Dia hanya pernikahan di atas perjanjian kontrak saja, agar papa tidak menjodohkanku dengan yang lain,"

"Tapi kamu sering berciuman bahkan mendesah karenanya," Protes Dira, Kin tersenyum, "Kamu cemburu?" Dira menggelengkan kepalanya, namun Kin tau Dira menyembunyikan kemarahannya,

"Aku mengakui beberapa kali oral dengannya, tapi tidak sampai menyatu," Kin bicara jujur.

Hati Dira tiba- tiba panas, Dira langsung mendorong tubuh Kin dan menjauhi Kin memeluk bantal dan menyelimuti seluruh tubuhnya bahkan sampai kepalanya,

"Beb, ma'af! Aku akan lebih hati- hati," Kin mendekat dan memeluk Dira kembali, walaupun berkali- kali Dira menepisnya, Kin tidak menyerah, sampai akhirnya Dira membiarkannya.

"Itu juga aku sedang mabuk dan yang ku lihat itu wajahmu, tapi ketika aku sadar aku langsung menghindarinya." Kin meneruskan kata - katanya, "Aku harap kamu selalu di sampingku, jangan menghindariku lagi, untuk menghindari hal itu terulang lagi,"

'Sialan....' umpatnya dalam hati Dira, Dira membuka selimutnya, saat mendengar suara air gemericik dari dalam kamar mandi. Dira masuk kekamar mandi setelah Kin selesai.

"Kiiiiiiinnn nyebeliiiinnn," suara Dira menggema keluar dari mulut Dira di dalam kamar mandi, Kin yang sedang menerima makanan dari jasa room service terkejut,

"Ada apa beb?" Nada suara Kin santai,

"???" kurang asem, dirinya bahkan tidak merasa bersalah, tidakkah kamu tau Kin, bagaimana aku bisa keluar jika keadaannya seperti ini? Dira ingin menangis ketika melihat dirinya di kaca.