Jackran memasuki rumah mewah didepannya, di sana sudah ada teman-temannya termasuk Tiara. Mereka memang mengadakan pesta untuk menyambut kembalinya Tiara, Jackran tak sekalipun menikmati pesta ini, pertanyaan yang Bian ajukan kepadanya masih terngiang jelas di dalam pikirannya.
Jackran menatap Tiara yang saat ini tengah bersenda gurau dengan yang lain, ia tak berubah sedikit pun, Jackran seperti masih melihat Tiara yang dulu. Jackran sendiri bingung dengan persaannya, semenjak kehadiran Tiara beberapa hari yang lalu, ia sering menghabiskan waktu bersama Tiara dan bohong jika Jackran bilang ia biasa saja.
Jackran sangat senang dengan kehadiran Tiara, ia merasa ada sesuatu dengan perasaannya, karena itulah ia tidak bisa menjawab pertanyaan Bian. Bahkan Jackran bingung dengan perasaannya sendiri.
Selama ini yang Jackran tau, ia sudah
melupakan Tiara dan mencintai Bian. Seiring waktu berlalu, semua kenangan dan waktu yang ia habiskan dengan Bian perlahan menghapus Tiara dari hatinya, itu yang Jackran percaya.
…
"Makasih ya," Tiara datang menghampiri Jackran yang tengah duduk di kursi seorang diri.
"Buat?" tanya Jackran.
"Karena kamu masih welcome sama aku, setelah apa yang aku perbuat sama kamu," Jackran menatap Tiara dan tersenyum kepadanya, kemudian ia kembali menatap lurus ke depan.
"Aku minta maaf karena udah nyakitin kamu, aku minta maaf juga karena udah nggak pernah hubungin kamu dan maaf atas semua yang udah aku lakuin ke kamu Ran," Tiara berusaha untuk menahan air matanya, ia tidak boleh menangis. Jujur meskipun bertahun-tahun terpisah dari Jackran, Tiara masih mencintainya. Ia terpaksa meninggalkan Jackran.
Saat SMA kelas satu, Tiara diminta oleh orang tuanya untuk pindah ke Paris untuk melanjutkan study, karena orang tua Tiara menginginkan putri semata wayangnya itu meneruskan perusahaan mereka yang bergerak di bidang fashion itu. Tiara menerima permintaan orang tuanya atas keinginannya sendiri, dia memang tertarik dengan dunia fashion. Saat itu iya dan Jackran tengah berpacaran dan Jackran tidak mempermasalahkan hal itu, Jackran baik-baik saja dengan status LDR, tapi tidak untuk Tiara, ia memilih untuk mengakhiri hubungan mereka karena ingin fokus pada pendidikannya.
Tiara percaya bahwa Jackran akan menunggunya kembali, mengingat Jackran menyukainya semenjak mereka duduk di bangku kelas 1 SMP. Cukup lama keduanya memutuskan untuk berpacaran, Tiara baru memberikan Jackran jawaban saat mereka naik ke kelas 1 SMA. Hal inilah yang membuat Tiara percaya Jackran akan menunggunya dan juga karena orang tua mereka berteman baik.
"Udah lah lupain, lagian waktu itu kita masih belum terlalu dewasa dalam bertindak, aku senang kamu bisa mewujudkan keinginan kamu," Jackran masih menatap lurus ke depan dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Maaf kalau aku egois, tapi aku harap kita bisa kayak dulu lagi," Jackran menoleh dan melihat kedalam manik mata Tiara, manik yang dulu selalu ia tatap dan ia rindukan.
"Aku mau kita memulai lagi dari awal," sambungnya.
"Maaf ra, tapi saat ini aku sudah mempunyai seseorang," ucap Jackran masih menatap Tiara. Tiara cukup terkejut mengingat teman-temannya tak pernah membahas tentang kekasih Jackran.
"Maaf, aku nggak tau," ucap Tiara canggung.
"Sejak kapan," Tiara berusaha menetralkan kecanggungan yang terjadi.
"Sejak kelas 3 SMA," ucap Jackran singkat.
"Hmm," seketika dunia Tiara berasa hancur, segampang itu Jackran berpaling ke lain hati dan melupakannya.
"Kamu sayang banget ya sama dia," Jackran tak menggubris pertanyaan Tiara, ia melihat Tiara tidak bisa menahan air matanya.
"Maaf aku harus pulang," Tiara tak bisa menahan tangisnya,
"Aku antar," Jackran segera menarik tangan Tiara, sedangkan Tiara hanya pasrah, dalam sekejap apa yang ia rencanakan dan hal yang ia tunggu-tunggu selama ini hancur lebur, menghujam ke ulu hatinya dan membuat ia merasakan perih yang teramat sakit. Harapan yang selama ini jadi penyemangat ternyata hanyalah ilusinya semata.
"Sejak kapan kamu melupakan aku?" Tiara memecahkan keheningan panjang diantara mereka selama perjalanan tadi, dengan suara serak tak tertahankan ia berusaha sekuat tenaga untuk berbicara.
"Jawab Ran, aku pikir kamu bakal nungguin aku, aku pikir perasaan kamu ke aku nggak akan berubah sama seperti perasaan aku ke kamu, aku harus tahu, agar aku tahu apa yang harus aku lakukan setelah ini. Beberapa hari kita menghabiskan waktu bersama, perlakuan kamu ke aku sama sekali nggak berubah, masih seperti dulu, tapi ternyata itu hanya ilusiku semata," Jackran segera mereguh tubuh Tiara kedalam pelukannya, ntah kenapa melihat Tiara menangis tersedu-sedu membuat hati Jackran jadi tak karuan.
"Jawab ran, aku harus ngapain sekarang?," Tiara masih tersedu-sedu dalam pelukan Jackran.
"Ok, anggap ini hukuman atas perlakuan aku ke kamu dulu, tapi aku akan berusaha untuk membuka hatimu untuk ku lagi, aku nggak bisa menghancurkan mimpi ku tentang kita," Tiara mulai menjauhkan tubuhnya dari Jackran.
"Kasih aku kesempatan buat berusaha untuk kamu lagi, aku tau kamu udah punya pacar, tapi setidaknya biarkan aku tetap pada rasaku, dan kamu hanya perlu tetap disampingku seperti saat ini Ran,"
"Ran, aku harap besok kita bisa seperti beberapa hari belakangan ini, masalah yang terjadi malam ini, kita anggap aja nggak pernah ada, mungkin terlalu cepat buat aku ngungkapin perasaanku setelah bertahun-tahun kita pisah," sambungnya
"Ra," belum sempat Jackran berbicara, Tiara pun memotongnya,
"Makasih udah anterin aku pulang, dan makasih buat malam ini," Tiara segera cepat-cepat pergi meninggalkan Jackran seorang diri.
Jackran masih menatap punggung Tiara, ia masih enggan untuk membawa mobilnya keluar dari area apartemen Tiara. Malam ini perasaannya campur aduk, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan, ia bingung sendiri dengan perasaannya.
Jackran segera mengambil handphonenya dan menghubungi Bian, namun Bian tak mengangkat panggilan Jackran, akhirnya Jackran memutuskan untuk mengirim pesan pada Bian, tak lama setelah itu ponselnya pun berbunyi. Jackran pun menggeser ikon berwarna hijau pada ponselnya.
"Gampang banget, habis ketemu cewe itu kamu langsung ingin mengakhiri hubungan kita," terdengar suara dari seberang sana,
"Aku nggak bilang untuk mengakhiri hubungan kita,"
"Terus apa, kamu pikir aku nggak mengerti apa maksud kamu, aku nggak bodoh Jackran," Bian mulai tersulut emosi.
"Aku cuma minta waktu buat aku mikirin perasaan aku Bi, aku nggak mau aku semakin menghancukan hubungan kita," ucap Jacrkan yang juga mulai tersulut emosi.
"Kita lagi sama-sama butuh waktu buat kita nenangin diri, aku tau kamu lagi emosi tapi plis saat ini kamu harus redain emosi kamu dulu," sambungnya.
"Terserah, tapi yang aku tangkap dari maksud pesan kamu, kamu ingin mengakhiri hubungan kita ini," Bian mengakhiri secara sepihak panggilan itu, Jackran membanting ponselnya ke kursi penumpang dan mulai melajukan mobilnya meninggalkan area apartemen Tiara.
Di seberang sana Bian kembali menangis, saat ini ia sedang kalut, ia merasa dimanfaatkan dan kemudian di buang saat tidak dibutuhkan lagi. Bian kembali mengambil ponselnya dan mulai mengetikkan pesan untuk Jackran.
Sesampai di rumah Jackran segera melemparkan tubuhnya keranjang, ia terlalu lelah untuk bersih-bersih, saat ini ia hanya ingin terlelap. Baru sebentar ia memejamkan mata, ponselnya pun bergetar, Jackran mengeluarkan benda pipih tersebut dari kantong celananya dan mulai membuka pesan yang baru saja masuk.
"Aku anggap apa yang terjadi malam ini, apa yang kita bicarakan tadi, itu nggak pernah ada, aku bakal temuin kamu besok" Bian.
Jackran menatap pesan tersebut. Ia tahu hubungannya dan Bian tak akan bisa baik-baik saja, dan apa yang terjadi malam ini akan selalu menyakiti Bian. Jackran perlahan menutup matanya, dan pergi menuju alam mimpi.