"bukan apa-apa, mungkin aku lagi capek aja," jawab Tiara,
"kamu yakin," terdengar suara khawatir dari Jackran, Jackran memang bisa di andalkan sebagai teman, dia akan memperlakukanmu dengan baik dan memperjelas jarak antara kamu dan dia,
"iya," jawab Tiara masih dengan suara terisak-isak,
"kamu mau cari udara segar," tawar Jackran,
"beneran," suara Tiara mulai terdengar antusias,
"ya kalau kamu mau," jawab Jackran,
"boleh Ran, aku mau banget, ya udah aku siap-siap dulu," memang selalu seperti ini, di saat keadaan terpuruknya Jackran memang selalu ada, penyesalan Tiara semakin menjadi karena dia sudah menyia-nyiakan orang yang dulu pernah sangat menyayanginya dan dia sayangi.
"ok, 30 menit lagi aku jemput," balas Jackran dan kemudian dia mematikan sambungan teleponnya.
…
Hari ini Bian dipusingkan dengan masalah baru, belum lagi menyesali sikapnya karena telah memanfaatkan masalah orang lain untuk keuntungan pribadi. Kemarin sebelum berangkat kerja pemilik tempat yang di tinggali Bian mendatanginya memintanya untuk pindah dari tempatnya saat ini dengan alasan tempat itu sudah di pesan oleh orang lain dengan harga yang lebih tinggi, tak hanya Bian yang jadi dampaknya, Fio juga diminta untuk meninggalkan tempatnya itu dengan alasan yang sama.
Bian dan Fio harus mencari tempat yang baru, mereka hanya diberikan waktu dua hari untuk mempersiapkan kepindahannya. Namun seharian mereka mencari tempat tapi masih tidak menemukannya dengan alasan tempat penuh dan lain sebagainya, bahkan hari ini mereka meminta untuk libur dari kerjanya sedangkan hanya besok waktu yang tersisa untuk mereka, dan tidak memungkinkan untuk mereka kembali meminta izin dari kantor hanya karena masalah pribadi.
Setelah seharian mencari tempat, akhirnya mereka memilih untuk ke taman B. Tempat ini merupakan tempat yang menjadi favorit mereka, tempat yang bisa menghibur dan menenangkan mereka. Bian dan Fio memilih duduk di dekat sebuah kursi panjang yang memang disediakan untuk pengunjung taman ini, dengan membawa cemilan favorit mereka, tteokpeokki dan takoyaki serta milkshake favorit mereka.
"gimana nih Bi, waktu kita cuma tinggal besok, mau tidur dimana kita kalau nggak ketemu, kolong jembatan," keluh Fio, Fio adalah orang yang paling suka berpikiran positif yang pernah Bian temui, tapi sepertinya tidak untuk saat ini, Fio tampaknya kecewa dengan pemiliki kostan mereka karena mereka sudah lama menetap disana dan disuruh pergi secara tiba-tiba, tentu saja ini membuat Fio kesal dan tidak bisa melihatnya secara positif.
"dramatis amat hidup lo," balas Bian, yang berusaha untuk santai, untuk keadaan seperti ini Bian harus mencoba untuk lebih santai karena Fio tampaknya sedang down.
Bukankah sahabat adalah mereka yang saling melengkapi, kalau yang satunya lagi down maka yang satunya harus bisa mencairkan suasana atau berpikir positif.
"lagian kenapa coba, kita tiba-tiba disuruh pindah, tanpa alasan yang jelas, kalau memang gitu alasannya berarti Ibu itu benar-benar nggak setia dan udah ngekhianati kita Bi," cecar Fio yang masih kesal,
"tau tu, seharusnya kalo Ibu itu nyuruh kita pindah harusnya kan dia cariin kita tempat yang lebih bagus, ini malah Cuma di kasih waktu dua hari, kasih kita pesta perpisahan kek, biar ada adegan nangis-nangisnya gitu" jawab Bian tak ingin memikirkan masalah itu, dan berusaha untuk tidak ikutan pusing,
"iya ya, harusnya ngasih kita hadiah buat kenang-kenangan, atau ngasih kita apa gitu sebagai sertifikit dan plakat yang terlama dan yang terbetah disana," jawab Fio yang juga mulai tidak ingin mempersulit keadaan.
"lagian yang pindah kesana siapa sih, kalau dibayar lebih banyak harusnya kan tempatnya yang mewah kenapa ditempat kita coba," lanjut Fio,
"sultan yang merakyat kali yang pindah, atau bisa jadi sultan yang alergi kemewahan," jawab Bian,
"atau bisa jadi sultan yang terobsesi dengan tempat yang kecil," balas Fio, Fio justru tertawa dengan perkataannya sendiri sepertinya Fio membayangkannya, Bian juga ikut tertawa dan membayangkan seorang perempuan yang tajir melintir yang menyukai tempat yang kecil dengan barang-barang mewah koleksinya sehingga memenuhi ruangan yang kecil itu, bahkan sampai tidak menyisakan tempat untuk tidur.
Sudah hampir satu jam Bian dan Fio di tempat ini, saat mereka tengah berbincang-bincang, Jei dan Ria menghampiri mereka.
"Kalian ngapain disini," tanya Ria,
"bukan apa-apa, kalian sendiri," tanya Fio balik,
"ha, kita Cuma lagi jalan-jalan, ini lagi mau mau ketemuan sama Jackran dan Tiara," jawab Ria, sikap Ria tampaknya sudah kembali seperti semula, Ria tampak tak bersahabat dengan Bian dan Ria sudah mengetahui apa yang telah dilakukan Bian kepada Tiara dan Ibunya.
"Fio kamu ikut gabung kita aja, kan ada Jei juga," ajak Ria, dan mengabaikan Bian yang saat ini tengah bersama Fio, sedangkan Bian dari tadi memilih diam tak ingin semakin memperburuk keadaannya saat ini,
"duh, makasih ni ajakannya, tapi kebetulan kita udah dari tadi disini Ra," jawab Fio ramah,
"mau aku antar pulang," tanya Jei yang sedari tadi hanya menyimak memperhatikan Fio, Jei tahu sepertinya tidak seharusnya mereka gabung karena justru akan membuat keadaan menjadi canggung antara Bian, Tiara dan Jackran,
"nggak usah, kita balik sendiri aja," Fio tersenyum kepada Jei,
"lagian Jei, jangan biarin pacar kamu terus bergaul sama orang yang nggak benar," sindir Ria,
"ya udah kalau gitu, kita duluan ya," Jei mengabaikan ucapan Ria.
Sebelum pergi Jei menghampiri Fio "nanti aku hubungi, kamu hati-hati pulang nya," Jei kemudian mengusap lembut puncak kepala Fio, dan dibalas anggukan oleh Fio, sedangkan Ria menatap Bian dengan tatapan sinis yang juga dibalas sinis oleh Bian.
"kamu nggak papa," tanya Fio,
"nggaklah, ngapain ngeladenin tu nek lampir," jawab Bian santai, sepertinya Bian harus kembali terbiasa dengan sikap Ria kepadanya,
"aku kira Ria udah mau baikan sama kamu, atau jangan-jangan dia jadi marah lagi gara-gara kamu ngancam Tiara dan Ibunya," Fio mencoba menerka-nerka, yang menurutnya Ria sudah mulai mencoba berbaikan dengan Bian,
"udah aku bilang, waktu itu dia Cuma mau jebak aku, mangkanya pura-pura baik, lagian bisa nggak usah diingat masalah itu, aku juga merasa bersalah tau," protes Bian kepada Fio yang mengingatkan tentang sikapnya,
"lagian saran aku, kamu sebaiknya minta maaf sama mereka gih, ntar berlarut-larut malah semakin besar, jangan gengsi, kamu tahu lo kamu yang salah," Fio kembali mengingatkan sahabatnya itu,
"tau ah, kamu gimana, sepertinya kamu masih belum cerita ke Jei masalah tempat tinggal," Bian mencoba mengalihkan pembicaraan, "ntar aja lah, takutnya dia ikut kepikiran, dia lagi pusing gara-gara kerjaan juga," ucap Fio,
"alah bilang aja, kamu nggak mau ninggalin aku sendiri," tebak Bian,
"beneran ini," jawab Fio,
"alah ngeles aja kayak bajai," Bian tahu sebenarnya alasan Fio tidak ingin menceritakan masalahnya ke Jei karena Jei akan memaksa mereka untuk tinggal di tempatnya atau membantu mereka dan merepotkan Jei, sedangkan Bian pasti akan menolak sehingga terjadilah hal yang memusingkan antara Bian dan Jei.
Jei memang sudah menganggap Bian seperti sosok sahabatnya sendiri, dia sangat tahu bagaimana sayang, peduli dan berartinya Bian di hidupnya Fio, karena itulah Jei sangat berterima kasih pada Bian yang juga selalu ada untuk Fio, Melakukan apa yang tidak bisa dilakukannya untuk Fio.
Jei sebenarnya berada di posisi yang canggung antara Bian dan Jackran, tapi Jei selalu berusaha menempati posisi nya sehingga kecanggungan dan posisi yang tidak menguntungkan itu tidak merugikannya maupun Fio. Jei tidak ingin Fio kehilangan sahabatnya dan dirinya juga tidak ingin kehilangan sahabatnya maupun Fio.