Chereads / Fighters Rising: Start Again / Chapter 4 - Chapter 3: Kembali Lagi dari Awal

Chapter 4 - Chapter 3: Kembali Lagi dari Awal

"Iya, Kagami, ini ibumu."

Wanita ini. Maksudku, ibuku langsung menangis dan memelukku dengan hangat. Ah …! Sudah lama aku tidak merasakannya. Aku benar-benar merindukan saat-saat seperti ini.

"Nii-san, ini aku, adikmu!"

"Ah, iya, maaf aku tidak memperhatikanmu, Kagari. Hahaha …!"

"Dasar, Nii-san bodoh!"

Pukulan ini, aku juga sudah lama tidak merasakannya. Walau dia memukuliku berkali-kali, tidak ada rasa sakit yang terasa di kakiku. Aku sangat merindukan Kagari.

Rambut putihnya yang halus nan panjang, matanya biru berlian yang berkilauan, wajahnya yang super duper imut. Ah, aku benar-benar merindukan semua itu!

"Hei, Kagari, bagaimana kuliahmu?"

"Mou …, Nii-san, baru bangun menanyakan hal itu? Bukannya berapa lama Nii-san koma?"

"Memangnya berapa lama?"

"Ka-."

"Dua minggu."

Seriusan? Berarti lukaku kemarin parah banget, dong? Sialan memang wanita gila itu!

Ibuku juga tampaknya tidak ingin menceritakannya kepadaku. Mungkin saja beliau tidak ingin aku terkejut. Dilihat dari keranjang buah yang buahnya tinggal sedikit, mereka mungkin telah menungguku terlalu lama.

Aku memang tidak berguna.

"Maafkan aku, bu, Kagari! Aku telah membuat kalian berdua kerepotan lagi."

"Tidak, kok. Justru ibu …," aku yakin ibu mau menangis.

"Tidak apa-apa, kok. Kalau saja aku …," ah, ini seperti jalan yang tak berujung. "Ibu sama Kagari pasti selalu merawatku saat aku tidak sadar. Terima kasih, ya."

Sepertinya itu adalah ucapan yang lebih baik.

"Iya, sama-sama."

Senang rasanya melihat ibuku tersenyum. Aku benar-benar merindukannya. Bagaimana dengan-.

"Huwaaa …! Nii-san …! Maafkan aku …!"

Ah, seperti biasa. Dia tetap saja adik yang cengeng. Namun aku tidak membencinya. Justru itulah aku menyukainya.

Semuanya memang tidak berubah.

Aku senang bisa selamat dari kejadian itu dan aku sayang keluargaku. Aku harusnya berterima kasih pada Tuhan untuk hal ini.

******

Keesokan harinya ….

"Nii-san, bilang 'ah'."

"Ah …!"

Hambar sekali bubur ini. Makanan di rumah sakit selalu saja seperti ini. Aku harap aku bisa cepat-cepat bisa keluar dari rumah sakit.

Ya, walaupun bagusnya aku bisa disuapin adikku. Tetap saja aku kangen masakan rumah.

"Nii-san …," Kagari meletakkan mangkuknya ke meja. Atmosfir di sekitar gak tahu kenapa berubah saat menatap wajahnya. Dia tersenyum, tapi matanya kelihatan tidak begitu.

"Iya."

"Apa Nii-san akan kembali ke rumah lagi?"

"Jika kalian mengizinkan, ya …, aku pasti kembali. Walau begitu aku akan tetap bekerja di kedai pak Slamet."

"Benarkah?"

"Jika kalian mengizinkan, lho."

"Woahhh …! Tentu saja, Nii-san. Aku kangen sekali sama, Nii-san!"

Tubuh indahnya itu memelukku. Tentu saja aku bahagia merasakan hangatnya pelukan dari adikku tercinta. Rambut putihnya itu …, halus sekali membuatku ingin mengelusnya.

"Aku sayang, Nii-san."

"Aku juga. Terima kasih telah menungguku."

"Sama-sama."

Lepas dari pelukan, kami berdua saling menatap wajah satu sama lain. Lalu kami pasang senyuman. Aku bersyukur mempunyai adik seperti Kagari.

Setelah itu, adikku tercinta pergi ke tempat kuliah. Aku di sini berbaring sendirian. Ibuku sekarang ada urusan penting dengan seseorang dan bakalan ke sini nanti sore. Di tempat serba putih ini tentu membuatku bosan. Untungnya ponselku tidur manis di meja samping ranjangku lengkap dengan earphone.

"Mari kita lihat, aku ketinggalan berita apa saja dalam dua minggu ini."

Baru saja menghidupkan ponsel, aku mendapatkan banjir notif di ponsel. Rata-rata semuanya dari Facebook dan juga memberikan selamat atas kondisiku sekarang. Aku benar-benar terharu saat membaca pesan demi pesan yang disampaikan untukku.

Terutama membaca dari anak bangsat yang satu ini.

Tidak Tahu (9 jam yang lalu)

Betah amat tidur di rumah sakit? XD

But, Congrats, bro! I'll wait at the field ;)

"Bangsat lu, Zayn!"

Kubalik membalas kata-kata itu dengan sebuah kata-kata yang agak 'bangsat' juga.

Failed Mage (baru saja)

Wah, terima kasih, ya! Aku tidak sabar untuk menendang bokongmu saat keluar dari rumah sakit ;)

Aku tidak ingin pilih kasih, jadi aku tidak akan membalas satu-satu pesan yang masuk kepadaku. Jadi aku memutuskan untuk menulis status yang berisikan ucapan terima kasihku kepada mereka yang selalu mendukungku dalam keadaan apapun. Aku benar-benar bahagia sekali.

Di berandaku juga penuh berita tentang kondisiku yang sudah sadar. Baik dari portal berita eSport, maupun berita normal. Aku geser-geser ke bawah, isinya masih sama. Terkadang juga ada selipan meme dari Indonesia yang membuatku tertawa. Aku bisa mengerti Bahasa mereka karena aku pernah berguru Bahasa Indonesia kepada pak Slamet saat SD. Beliau adalah guru yang baik, bahkan dia mau mengajariku bahasa daerahnya.

"Wow, menarik!"

Aku menemukan kabar yang bagus dari Facebook. GapleXs Multimedia bekerja sama dengan studio anime di Jepang akan membuat animasi sekaligus dokumentasi pro player gim Fighter Alliance yang berjudul 'Fighters Rising'. Sangat unik karena menggabungkan anime dan dokumentasi real life merupakan suatu ide belum dipakai oleh siapapun.

Masih belum diketahui siapa saja yang masuk list dalam dokumentasi tersebut. Namun aku yakin Zayn masuk dalam salah satu pro player yang akan ditayangkan kisahnya.

"Aku benar-benar tidak sabar menantikannya."

Kuterus menggeser-geser layar ponsel hingga aku merasa bosan. Tidak ingin terlalu cepat bosan, aku membuka YouTube untuk mencari hiburan dalam bentuk video. Kebetulan ada pertandingan FA berlangsung sekarang.

Benar-benar pertandingan yang seru, termasuk saat Evil Geniuses melawan Cloud9. Intensitas persaingannya begitu kerasa dari early hingga late game. Benar-benar seru sampai akhir.

Terus sekarang enaknya ngapain, ya?

Gak ada lagi yang harus dilakukan di sini.

Semoga saja besok bisa pulang ke rumah.

******

Waktu berjalan begitu cepat. Secerca cahaya jingga menembus jendela kamarku. Di sampingku terdapat seorang gadis berambut pirang sedang memotong apel.

"Selamat sore, Lylia."

"Ah, Senpai, selamat sore."

"Sejak kapan di sini?"

"Sudah setengah jam yang lalu. Kamu tidurnya nyenyak, ya?"

"Aku bosan di rumah sakit, jadinya aku tidur saja, deh.���

Baru bangun tidur disambut sebuah senyuman manis seorang gadis seharusnya merupakan suatu hal yang terindah. Mengingat umurku yang mau menginjak 19 tahun …. Aku tidak mau dianggap pedofil.

"Ibuku ke mana?"

"Oh, maksud senpai Alice-sensei?"

"Iya."

"Beliau sedang bersama mama dan Diana-sensei di luar."

"Diana-sensei ke sini?"

"Iya."

Mereka tidak berencana untuk menjodohkanku dengan Lylia, kan?

"Bagaimana kabarmu?"

"Aku sehat, senpai. Aku senang saat mendengar senpai sudah sadar."

"Aku juga tidak percaya, tapi aku senang. Ibu dan adikku sudah menerimaku kembali. Aku benar-benar senang sekarang."

"Aku turut senang mendengarnya, senpai."

Dari senyumannya, aku yakin kalau dia gadis yang baik.

Setelah itu, suasananya menjadi sunyi. Lima menit berlalu, belum ada dari kita berdua yang memulai pembicaraan. Canggung banget asli! Aku sudah lama tidak mengobrol sama cewek selain sama keluarga dan pelanggan nasi goreng pak Slamet.

Mau bicarain FA takutnya dia gak ngerti. Kalau bicarain sihir, akunya yang cupu. Bingung, dah.

"Aku baru tahu senpai seorang gamer profesional."

"Lebih tepatnya 'mantan'. Kalau begitu kau tahu skandalku dulu, kan?"

Eh, bego! Ngapain nanya gitu ke anak di bawah umur?!

"Aku yakin senpai tidak melakukannya. Kalau senpai begitu, sudah pasti aku akan 'digituin' lagi."

"Ya iyalah. Mana ada orang yang mau 'gituan' saat mall lagi diserang."

"Fufufu …! Senpai lucu."

Sial, apa-apaan ekspresinya itu? Menertawakan ekspresiku? Emang ada yang lucu dari diriku? Aku juga belum mandi pula.

"Senpai, kenapa kau menyembunyikan wajahmu seperti itu?"

"Ah, tidak, kok!"

Aku harusnya bertingkah biasa saja.

"Bagaimana sekolahmu?"

"Menyenangkan walau aku harus sekamar dengan orang mesum seperti Kurogami."

"Kurogami?"

"Ah, tidak. Lupakan saja. Dia hanya cowok mesum yang tergila-gila dengan teman sekelasku."

"Aku harap dia tidak keluar dari awal sepertiku," karena aku gak ingin ada yang mengikuti jejakku.

"Fufufu …! Di sekolah rumor senpai sekamar dengan putri Sylvia berhembus kencang."

"Bukan rumor lagi, emang fakta itu. Cuman akunya aja males tidur sama perempuan. Jadinya aku tidur di warnet."

"Makanya aku tidak percaya rumor kalau senpai tidur dengan wanita. Senpai pasti dijebak."

"Ya, mau bagaimana lagi? Sekarang aku juga gak ingin mengingatnya lagi. Cukup fokus ke diri sendiri saja dulu."

"Tapi …, apakah senpai akan kembali bermain gim seperti dulu?"

"Hmmm …!"

Aku sudah pernah mengikuti kompetisi FA. Pernah juara regional dan pernah menjuarai turnamen antar-sekolah dunia di tahun keduaku berpartisipasi. Menjadi runner-up di liga Jepang tahun lalu sekaligus menjadi tim Jepang pertama yang meraih partai puncak di Fighter Summit. Aku juga berhasil meraih MVP di turnamen itu walau harus kalah di partai puncak.

"Aku sudah membuktikan kepada semua yang telah membuangku bahwa aku berguna bagi tim. Aku sudah tidak mempunyai apapun yang dibuktikan lagi. Hidup normal seperti biasa tanpa ada masalah benar-benar yang kuinginkan."

"Tapi, kan, senpai gagal menjuarai turnamen dunia, kan? Apa senpai tidak mau mencobanya lagi?"

Aku menggelengkan kepala dan berkata, "untuk saat ini, aku ingin istirahat dulu. Aku akan memikirkan masa depanku kalau sudah waktunya."

"Kagami, aku masuk."

"Masuk saja, bu."

Akhirnya aku tidak berduaan lagi bersama Lylia. Ibuku juga membawa dua orang lagi. Yang satu wanita berambut hitam dengan setelan jas dan rok selutut, Diana-sensei. Satunya lagi seorang wanita tua yang 'maaf' pendek dengan topi bundar rajutan jerami yang aku yakin adalah ibunya Lylia.

"Bagaimana kabarmu, Kagami?"

"Baik. Badanku terasa lebih sehat dari sebelumnya. Maaf, nenek ini sepertinya ibunya Lylia. Benar?"

"Kagami, yang sopan sedikit sama yang mulia Ratu!"

"Yang mulia …?"

Aku melirik ke wanita tua itu. Beliau hanya membalasnya dengan senyuman dan lambaian tangan. Lalu dia berbicara dengan bahasa yang tak kumengerti.

"Senpai, mamaku bilang …."

Tubuhku merasa seperti terkena ulti Zima yang membuatku diam tanpa kata. Mendengar nama wanita tua ini sebenarnya tidak membuatku terkejut, tapi statusnya itu yang membuatku tidak percaya.

"Kalau wanita ini ratu, berarti dia …."

"Maafkan aku, senpai. Sebenarnya aku adalah seorang putri mahkota dari Luxemburg."

What the fuck?!

Why …?! Why this always happens to me?!

Rasanya aku ingin tidur lagi saja dan berharap ini semua hanya mimpi. Sayangnya tangan Lylia mencegahku untuk tidur dan kehangatannya membawaku ke dalam realita yang sebenarnya.

"As a queen and a mother, I say thank you very much for saving my daughter several days ago. I really owe you a favor for saving the successor from our small country."

Aku bukanlah tipe orang yang suka ada orang yang lebih tua membungkuk kepadaku. Jadi aku suruh beliau bangkit.

"It's okay. I just helped her because I am human. I always want to do the right thing and … I never want to see the deadmen again."

Ya …, walaupun secara teknis, aku akhirnya melihat orang mati lagi.

"You're the wise man. As a Queen of Luxemburg, I'll grant what you want. If you want to marry my daughter, I'll grant it."

"Hahaha …! I don't need that. She's too young for me and … I doesn't want to feel love for a while. I just want to be alone and do the what I want. Just that. But, thanks for the offering. I appreciate it."

Dan juga aku tidak ingin berurusan dengan putri dari bangsawan manapun. Ujung-ujungnya bakalan apes nanti.

"Kagami, Kagami. Kamu selalu saja menarik perhatian di mata bangsawan."

"Itu dia. Aku sendiri saja bingung, Diana-sensei."

Kenapa dari sekian banyak gadis mendekatiku pasti gak jauh-jauh dari kata 'elit'? Kalau akhirnya bahagia gak apa-apa. Nah, ini ujung-ujungnya dikhianatin. Kan, bangsat!

"Aku senang kamu bisa selamat dari penyerangan itu."

"Terima kasih. Harus aku akui penyerangan kemarin sempat membuatku putus asa."

"Sudah kelihatan dari videomu, kok. Berkat videomu juga, polisi sihir berhasil menumpas para teroris itu."

"Benarkah? Aku baru tahu."

"Benar. Para Teroris itu tergabung dalam kelompok yang bernama AM, atau Antimage. Isinya kau pasti sudah tahu, kan?"

Sekelompok orang yang benci dengan penyihir secara radikal.

"Iya."

"Para teroris itu benar katamu di video, mereka menggunakan senjata dan jubah yang mengandung Blood Stone atau yang biasa disebut batu antimagi. Awalnya kepolisian mengira mereka semuanya antimage sampai kamu menyebutkan 'jubah' dalam videomu. Itu benar-benar membantu. Kepolisian benar-benar berterima kasih padamu."

"Sama-sama. Aku juga senang kalau bisa membantu banyak orang," walau itu semua di luar ekspektasiku, sih.

"Kagami, ibu benar-benar bangga kepadamu. Kagari juga seperti itu. Dia juga sangat membangga-banggakanmu. Ibu sangat senang melihatmu kembali hidup-hidup."

"Aku juga, bu. Meski begitu, aku akhirnya diselamatkan oleh Lylia," sambil melirik sedikit ke gadis di sampingku. "Kalau tidak ada dia, mungkin aku sudah ditebas oleh wanita gila itu."

"Aku juga tidak ingin senpai mati. Aku tidak ingin mengalami hal yang dialami senpai dulu. Untungnya aku tepat waktu."

Padahal aku sendiri juga tidak ingin melihatnya mati, tapi dia juga berpikiran sama. Aku harusnya lebih percaya kepadanya dan tidak terlalu takut untuk kehilangan.

"Diana-sensei, sepertinya kamu mempunyai murid yang baik di sini," godaku kepada Lylia sambil melontarkan tawa kecil.

"Senpai?"

Imutnya …! Dia benar-benar seperti adikku versi lebih muda dan pirang. Aku ingin mengangkatnya jadi adik.

"Kukira kamu bakalan benci dengan penyihir elit seperti Lylia?"

"Kalau begitu, aku benci ibu sama adikku, dong?"

"Iya juga, sih."

"Aku tidak akan membenci orang kalau dia tidak cari gara-gara duluan. Lagian caraku membenci juga cukup sederhana. Gak usah deket-deket sama orang itu, kelar masalah."

"Benar-benar Kagami sekali jawabannya."

"Okay, if you don't have what you want now, but I'll grant if you want it in the future."

"Thank you, Your Highness The Queen."

Setelah itu, semuanya kecuali ibuku berpamitan pulang. Setengah jam kemudian, Kagari tiba dari kuliahnya. Malam ini ibu dan Kagari menginap di rumah sakit lagi. Aku senang karena aku tidak harus tidur sendirian. Rumah sakit sangat menyeramkan kalau malam hari.

Keesokan harinya, aku sudah diperbolehkan pulang. Betapa bahagianya diriku karena bisa menginjakkan kakiku di rumah ini lagi. Sebuah rumah sederhana dengan warna dominan putih berlantai dua.

Untuk bagian dalamnya tidak ada yang berubah sama seperti dulu. Perabotan rumahnya tampak bersih seperti baru. Ibuku memang penyuka kebersihan, tidak peduli kalau sesibuk apapun beliau.

"Aku pulang …!~"

Senang sekali rasanya bisa kembali ke rumah, terutama saat tiba di kamar. Sebuah kamar yang penuh dengan kenangan. Di tempat ini biasanya aku merenungkan diri di saat lagi ada masalah di sekolah maupun di kehidupanku yang lain. Aku juga bisa melihat bayanganku dari masa lalu saat sedang merenung di kasur. Di kamar ini juga terdapat sebuah keyboard untuk menghibur hatiku yang sedang sedih atau mengekspresikan kegembiraanku.

Aku ingin bermain keyboard, cuma aku ingin istirahat sebentar. Walaupun lukaku sudah pulih, tapi aku tetap ingin istirahat. Aku ingin merasakan lagi dimanjakan oleh kasurku.

Waktu telah menunjukkan pukul 6 sore. Cahaya jingga mengisi ruang gelap di kamarku.

Tercium aroma gorengan yang sangat lezat. Tubuhku bergerak mengikuti bau itu. Benar saja, di meja makan terdapat ayam goreng dan sosis sebagai makan malam hari ini. Adanya jus jeruk melengkapi meja makan ini.

Hanya satu yang tidak lengkap.

"Kagari masih belum pulang?"

"Adikmu sebentar lagi pulang. Tunggu sepuluh menit, ya."

Aku sebenarnya tidak masalah untuk menunggu. Namun cacing di perutku benar-benar tidak sabar untuk menyerap gizi dari ayam goreng itu.

Untungnya belum ada lima menit Kagari tiba.

"Aku pulang …!~"

"Kagari, selamat datang. Ibu baru saja selesai masak."

"Woah …!~ Aku lapar."

Sudah kelihatan, kok. Wajahmu pas balik saja kelihatan gak bertenaga.

"Pasti kuliahmu berat?"

"Iya, Nii-san. Tachibana-sensei memberiku tes yang berat. Aku benar-benar berjuang keras menyelesaikan semua soalnya."

"Terus bisa?"

"Lumayan, Nii-san."

"Kerja bagus."

Ini adalah bagian yang kusuka. Di saat adikku yang manis kelelahan, sebagai kakak yang baik kuberikan tanganku untuk mengusap-usap rambutnya yang halus. Kagari sangat suka dengan hal ini. Lihat saja wajahnya sudah persis kucing yang dielus-elus majikannya.

"Kagami, Kagari. Kalian tahu, ibu rasanya sangat bahagia … sekali melihat ruang makan ini lengkap lagi. Ibu seperti menjadi orang yang paling bahagia sedunia."

"Aku juga. Aku sangat menantikan hari di mana Nii-san makan malam bersama kita."

"Terima kasih, bu, Kagari."

Rasanya mau menangis saja mendengar mereka berdua merindukanku. Aku memang diberkahi oleh keluarga yang baik. Apalagi masakan buatan ibu benar-benar lezat. Rasanya mimpiku kini menjadi kenyataan.

Terima kasih, Tuhan!

"Nii-san."

"Iya, Kagari."

"Apakah Nii­-san akan kembali menjadi gamer profesional lagi?"

Pertanyaan itu lagi?

Setidaknya aku masih menyimpan jawabannya.

"Untuk sekarang ini aku libur dulu. Lagi ingin menikmati hidupku sekarang yang lebih bebas."

"Kalau tahun depan?"

"Tergantung ada tim yang mau menawariku kontrak atau tidak. Kalau ada, mungkin aku akan kembali."

"Kalau tidak?"

"Mungkin aku menjadi streamer saja. Toh, streamer agak bebas kerjaannya ketimbang jadi gamer profesional."

"Tapi Nii-san akan kembali, kan?"

Sebenarnya aku ingin jadi full-time streamer ketimbang menjadi gamer profesional. Namun mata biru Kagari yang menaruh harap kepadaku membuat keinginanku sedikit goyah.

"Sebenarnya ibu juga ingin melihat anakku bermain FA di atas panggung. Saat melihatmu bermain, ibu bisa merasakan kalau Kagami benar-benar merasa hidup. Sebagai ibu, ibu sangat senang melihat anaknya sukses meraih cita-citanya dan aku bisa membuktikan kalau anakku bukanlah manusia tidak berguna."

"Iya, Nii-san. Jika Nii-san takut kejadian seperti kemarin, aku akan selalu menemani Nii-san. Ibu juga begitu."

"Tentu saja. Ibu tidak akan mengulangi hal yang sama untuk kedua kalinya. Ibu berjanji."

"Benarkah kalian tidak akan meninggalkanku lagi?"

"Tentu saja. Walau begitu, ibu tetap akan memarahimu, lho, jika berbuat aneh-aneh."

Aku tidak yakin dengan hal tersebut. Skandal kemarin saja sudah membuatku minggat dari rumah karena tidak ada yang percaya denganku.

Namun bukankah ini saat yang tepat untuk kembali. Tidak masalah kembali dari awal lagi, yang penting aku sudah tahu rintangan apa yang kuhadapi di masa depan.

"Sebentar."

Untuk memulainya, aku membuka ponselku dan menulis status di Facebook. Aku yakin ibu dan Kagari pasti bingung dengan apa yang kulakukan sekarang. Itu adalah ekspresi yang kuinginkan.

"Lihat beranda FB sekarang."

Failed Mage (baru saja)

I'm back again ^_^

If you need my services, you may contact me at personal message or email me at failedmage@gmxxx.co.jp

"Nii-san?"

"Kagami?"

"Aku kembali. Hehehe …!~"

"Nii-san …!~"

Betapa bahagianya mereka berdua, terutama Kagari. Dia bahkan sampai memelukku dengan erat. Ibuku juga menatap senyum kepadaku. Senyuman ibu merupakan anugerah terindah dalam hidup dan aku tidak ingin menghilangkan senyuman itu.

Jadi.

Saya Failed Mage.

Saya kembali.

******

"Alhamdulillah …!~"

"Kakak kelihatannya senang."

"Lihat status ini, deh."

Kuperlihatkan sebuah status di ponsel kepada Haruka. Sudah bisa ditebak. Haruka mendapatkan serangan kejut yang begitu positif.

"Kagami kembali, kak."

"Iya, Haruka. Dengan begini kakak mempunyai alasan untuk kembali berkompetitif lagi."

"Iya, sih, kak. Meski begitu …, bukannya sudah telat 1 minggu."

Dia benar. Musim Summer sudah berjalan 1 minggu. Itu artinya sebuah tim tidak bisa merekrut seorang pemain di masa itu. Harus menunggu Fighter Summit selesai barulah sebuah tim diperbolehkan untuk merekrut pemain lagi. Kira-kira sekitar bulan November.

"Tidak masalah. Aku bisa mengikuti FNL pada bulan Juli Nanti."

"Aku mengerti. Kakak benar-benar tidak sabar untuk bisa bermain FA secara kompetitif.

Dan juga, aku sudah memikirkan rencana ini sejak lama. Apa kau ingin tahu?"

"Umu! Tentu saja, kak."

Haruka sangat antusias mendengarkan rencanaku. Begitu juga diriku. Aku yakin rencanaku bakal berjalan dengan sukses.

Saat Haruka mendengarkan setiap kata demi kata, dia tersenyum takjub dan memandangku layaknya orang genius.

Seminggu kemudian, kami berdua berkemas dan melakukan perjalanan yang sangat jauh. Kami mengambil penerbangan kelas bisnis menuju ke Jepang.

Kami berdua tidak sabar menjemput calon pemain yang akan membantuku menjuarai Fighter Summit musim depan.

Jadi.

Saya GakTahu.

Saya kembali.