Chereads / Fighters Rising: Start Again / Chapter 6 - Chapter 5: Tim yang Dibuat Dadakan (Bagian 2)

Chapter 6 - Chapter 5: Tim yang Dibuat Dadakan (Bagian 2)

"Keren …, apa yang kau lakukan pasti terkenal!" diriku terkagum membaca headline berita yang ditunjukkan gadis di depanku.

"Bahkan saat aku gagal di Schalke pun masuk berita."

Dia kembali menunjukkan berita tentang kegagalannya membawa Schalke 04 Esports menuju papan atas klasmen, bahkan hampir saja terkena degradasi. Kecewa tentu saja dirasakan oleh dirinya. Dia dipercaya oleh tim menjadi kekuatan utama tim itu, tapi dia gagal melaksanakannya dengan baik.

"Sepertinya kita juga memiliki masalah yang sama," ucapku santai sambil menaruh sesendok es krim ke mulut.

"Iya. Aneh juga melihatmu bermain buruk. Sebegitunya, kah, dampak menghilangnya Kagami terhadap kemampuan bermainmu?"

"...."

Dia benar. Aku mungkin terlalu terobsesi tentang skandal dan menghilangnya Kagami dari kabar. Tidak ada Kagami di FA, membuat semuanya menjadi buruk. Tidak ada pemain FA sekreatif dan mempunyai sifat pantang menyerah seperti dia. Dia selalu percaya kalau dirinya bisa berkembang menjadi lebih baik. Adanya dia membuat semangatku terpacu agar tidak kalah darinya.

"Dia adalah rival terberatku, bahkan sejak masih kami duduk di sekolah dasar."

******

Dulu aku pernah bersekolah di sini, tepatnya saat aku kelas 4. Seperti yang kau tahu, aku adalah murid terpintar hingga pada saat ujian aku meraih posisi pertama nilai ujian terbaik.

Kagami sendiri tidak buruk nilainya. Dia berada satu tingkat di bawahku dengan selisih 2 poin saja. Lalu dia datang kepadaku dan mengatakan, "aku akan mengalahkanmu," di depan mukaku. Dia selalu mengatakan itu walau pada akhirnya aku terus mengalahkannya.

"Kamu benar-benar tanpa ampun, Zayn."

Memang benar, tapi bukan berarti aku tidak pernah mengalah.

"Mengalah? Maksudnya …, ah, aku mengerti."

Seperti yang kamu pikirkan, Julie. Aku pernah sekali mengalah saat ujian. Itu karena aku pernah melihatnya menangis di lorong sambil meremas hasil ujiannya. Ditambah lagi aku dengar dari teman sekelas kalau dia putra dari salah satu penyihir hebat di Jepang, tapi dia tidak bisa mengendalikan sihir. Sebagai penyihir, tentu kaumengerti apa yang dirasakan Kagami, kan?

"Iya. Pasti mereka menaruh harapan besar pada Kagami. Saat dia gagal, orang-orang pasti mempertanyakan 'apa iya dia anak dari orang itu?'"

Seratus untuk kamu, Julie. Tepat seperti yang kamu katakan, dia sangat terganggu dengan statusnya itu. Jika ia tidak bisa mengendalikan sihir, jalan satu-satunya untuk membuat orang lain bangga adalah dengan menjadi terbaik dalam bidang akademis.

Sebelum diriku pindah ke Jepang, dia merupakan siswa terbaik di sekolah. Nilainya pun nyaris semuanya sempurna. Saat aku pindah, posisi teratasnya pun kurebut.

Bisa kau bayangkan perasaan Kagami gimana. Sudah gak dianggap sama orang lain, satu-satu yang dia banggakan aku rebut begitu saja, kan. Apalagi aku dengar kalau teman sekelasnya tidak ada yang senang dengan Kagami, dengan alasan kalau harusnya dia sekolah di sekolah sihir saja.

Karena itu aku putuskan untuk menurunkan nilai di satu mata pelajaranku. Aku ingin setidaknya dia bahagia sedikit, lah.

Namun aku keliru. Kagami malah datang kepadaku dan memukulku tiba-tiba. Dia malah gak suka aku mengalah seperti itu dan menganggapku hanya mengasihaninya saja.

Lalu, kami berdua dibawa ke kantor dan Kagami mendapat skorsing seminggu. Aku tentu saja merasa bersalah, dong. Aku mengatakan pada guru kalau aku sudah memaafkannya dan dia dicabut dari hukuman itu. Selanjutnya, semua anak di sekolah tidak menyukai Kagami.

Ah, aku benar-benar orang yang buruk. Niat bikin Kagami bahagia, malah bikin dia dimusuhi satu sekolah.

"Terus, dia semakin benci sama kamu?"

Tentu saja, lah. Walau begitu, dia cuman benci saja tidak sampai berbuat buruk. Kagami orangnya paling anti untuk menyakiti orang lain. Itu yang aku suka dari dia.

"Dan, kenapa kalian bisa akur?"

Berterimakasihlah kepada Fighter Alliance yang rilis di Jepang saat musim panas 2031. Karena gim itu, kami bisa menjadi teman dekat dan rival seperti sekarang.

Awalnya aku bosan aja di rumah saat musim panas. Ke pantai juga males. Terus ibu bilang, "kenapa kamu gak ke gaming center aja dekat rumah?". Sampai di sana, aku gak sengaja ketemu Kagami. Udah gitu duduknya berdekatan lagi.

Pada hari itu, gaming center sangat ramai karena waktu itu FA baru rilis di Jepang. Hampir seluruh pengunjung, aku nyebutnya 'warnet' aja kali, ya, biar gak bingung. Hampir seluruh pengunjung warnet main FA. Sudah begitu pas pertandingan pertama, kami setim sama Kagami. Mau gak mau kami harus bekerja sama, dong.

Kami berdua berhasil memenangkan pertandingan walau lawannya hanya bot. Lalu kami bicara baik-baik soal masalah di sekolah. Syukurlah, dia mau memaafkanku dan bilang seperti ini, "aku akan mengalahkanmu suatu hari nanti. Baik di sekolah, maupun di sini. Tolong jangan mengalah seperti itu, aku gak suka kalau aku diremehkan seperti itu kemarin. Itu membuatku kayak anak yang berguna."

Aku senang, lho, bisa kenal orang seperti dia. Di saat orang lain pasrah dengan takdir mereka yang hina, Kagami tidak pernah menyerah untuk mendapat pengakuan dari orang lain walau dia tahu dia tidak akan pernah mendapatkannya. Dia adalah salah satu orang yang paling aku hormati.

******

"Terus apalagi, ya?

Itu aja, sih, ceritaku sama Kagami.

Setelah insiden mengamuknya Haruka, aku dan Haruka terpaksa pindah ke Indonesia dan kau pasti sudah tahu kelanjutannya, kan?"

Julie mengangguk pelan dan tersenyum kecil.

"Kalau gak ada dia, mungkin aku gak bakalan bisa ketemu kamu, Zayn. Mungkin juga aku gak bisa jadi juara dunia antar-sekolah. Aku berhutang budi kepadanya."

"Aku juga."

Tuhan mungkin sudah mengatur jalan hidup kami melalui Kagami. Gara-gara Kagami, si Julie jadi kenal diriku. Kagami mengenalkan diriku padanya dan si Julie ngotot banget untuk membuatku kembali bermain FA.

"Karena itulah aku bertekad untuk membuatnya kembali bermain FA. Dia pernah menyelamatkan karirku, dan begitulah yang kulakukan sekarang."

Gak ada Kagami, gak ada pertandingan seru di FA. Hampir semua pertandingan FA yang aku tonton mengandalkan strategi makro (mendapatkan monster unik atau menghancurkan bangunan).

Makro memang penting, tapi membosankan jika 30 menit pertandingan cuman ada 1 kill doang. Andaikan kamu punya masalah tidur, menonton pertandingan itu dijamin membuatmu langsung tidur.

Kuperhatikan di sekitar, orang-orang di kafe ini seperti memperhatikan kami berdua. Ada juga yang membawa kamera dengan lensa menghadap ke arahku.

"Sepertinya kita bakalan masuk berita gosip, Julie."

"Maksudnya?��

Kuarahkan pandanganku ke pemuda dengan kamera itu seraya menyuruh Julie memandang ke arah yang sama denganku.

"Apa kau terganggu?"

Aku menggeleng pelan dan berkata, "jujur saja, aku gak peduli dengan gosip."

"Kalau begitu, biarkan aku memberinya pelajaran."

Julie memasang sebuah senyuman … yang amat menakutkan layaknya seorang pria yang akan memukul seseorang. Karena aku tidak mau tanganku kotor, aku mending menonton dari sini bersama dengan es krimku yang manis.

Lalu, terjadilah keributan antara Julie dengan pria itu. Pria itu tidak terima karena Julie mengambil kameranya secara paksa. Aku bisa mendengar kalau pria itu memohon agar kameranya kembali tapi tidak digubris oleh Julie karena Julie sendiri gak bisa Bahasa Jepang.

Padahal ibunya sendiri orang Jepang.

Julie membuka kotak baterai dan mengambil kartu memori yang ada di dalamnya. Lalu dia mematahkannya menjadi dua.

Si Pria tampaknya ingin sekali memukul Julie. Untungnya para pelayan datang tepat waktu menghentikan pertikaian dan pria itu diusir dari café akibat melanggar peraturan café yang tidak memperbolehkan ada kamera di dalam.

Untunglah pria itu tidak dibakar oleh Julie.

"Bodoh sekali pria itu gak baca peraturan café."

"Tahu, tuh."

Julie kembali menempati tempat duduknya dan kembali menikmati minumannya.

"Hmmm …! Bicara soal tim, apa kau sudah menemukan anggota yang lain?"

"Aku sudah menemukan tiga anggota sejauh ini. Kamu, Kagami, dan juga MinTz-."

"MinTz-? Siapa?"

"Temennya Kagami. Itu Jungler dari SMA Suzuka yang demen pake Captain Pete."

"Yang dari Korea itu?"

"Iya. Niatnya rekrut Kagami, eh dapet bonus MinTz-. Mantap, kan?"

"Iya, sih. Itu artinya kita perlu merekrut Sidelaner dari Indonesia, kan? Mengingat status Kagami dan MinTz- sebagai pemain impor."

"Benar sekali."

Dalam aturan FNL, setiap tim diperbolehkan memiliki 2 pemain asing. Dengan masuknya Kagami dan MinTz-, berarti kuota pemain impor telah terpenuhi. Julie tidak terhitung sebagai pemain impor karena dia sudah tinggal di Indonesia sejak dia masuk SMP.

"Sidelaner, ya? Hmmm …!"

Kami berdua memikirkan seorang calon anggota tim yang bakalan melengkapi roster Tim yang Dibuat Dadakan. Aku tidak bisa merekrut Arif, anggota tim dari sekolahku dulu karena dia sibuk menjadi pegawai negeri sipil. Mas Budi juga sibuk skripsi sekarang.

Ah, aku akan memikirkannya nanti. Pikiranku lagi buntu.

Mending aku nonton livestream-nya Kagami aja. Dia masih live main FA sejak 3 jam yang lalu. Kali ini dia bermain Fighter yang bernama 'Perkovic', seorang Fighter bertipe Ranger yang mempunyai kemampuan menembakkan railgun dan memanggil petir untuk menghabisi lawan-lawannya.

Kemampuannya sebagai Carry sekarang lebih meningkat. Kagami mampu mendaratkan skill-nya kepada lawan dengan sangat baik. Dia juga mampu bersinergi dengan Support tim dengan sangat sempurna dan menghasilkan kombo yang sangat apik.

"Kagami benar-benar bagus."

Jika Julie bilang begitu, itu berarti Kagami benar-benar berkembang dan mengejar ketertinggalannya.

Aku merasa aku tidak boleh kalah darinya. Aku juga tidak ingin tertinggal dari yang lain.

"Julie, gimana kita cari warnet terdekat?"

******

Fighter's Field

Setelah sekian lama, akhirnya aku kembali ke arena para petarung. Aku bahagia sekali bisa bermain FA setelah sekian lama vacuum dari dunia kompetitif. Jantungku sekarang berdegup begitu kencang saat memainkan karakter Support yang bernama Wulandari, seorang penari dari Indonesia dengan skillset untuk melindungi teman yang sangat bagus.

Aku bermain dengan Julie yang berperan sebagai Carry dengan karakter Hawk, seorang penembak jitu dari Inggris.

Kami berdua bermain dengan sangat baik. Terbukti di menit 8, kami berhasil membunuh kedua penghuni botlane hingga 4 kali ditambah 1 orang Jungler yang melakukan ganking.

"Kemampuanmu memprediksi gerakan musuh masih tajam juga."

"Kayaknya kagak, deh. Mereka aja yang gampang kebaca."

"Mantan juara Fighters Summit, mah, bebas!"

"Hehehe."

Sehabis membunuh roh air, kami berdua bergerak menuju Midlane untuk menghabisi penyihir es. Diawali dengan menaburkan serbuk emas untuk membuat anggota timku menghilang dari pandangan lawan dan bergerak lebih cepat.

Lawan tentunya sudah menyadari kalau kami bakalan menyerangnya dikarenakan sehabis membunuh roh elemen terdapat sebuah notifikasi, makanya dia berjalan mundur. Namun aku berhasil menariknya ke gerombolan timku dengan selendang sakti.

Stun 1 detik yang diterima penyihir e situ tak disia-siakan oleh kami. Julie mendaratkan granat listrik untuk memperpanjang durasi stun-nya. Lalu kami bertiga beserta Jungler tim menghajarnya hingga HP-nya habis.

"Ada Xiye di dekat sarang Galgun."

"Biarin aja, hancurkan turret mid dulu."

Turret mid berhasil kami hancurkan. Di lane atas, Panzer juga berhasil menghancurkan turret tier 1.

Kami tertawa lepas sepanjang pertandingan karena kami sangat mendominasi pertandingan. Baik jumlah kill, turret, monster, maupun perbedaan gold.

Tak kami duga, bangunan inti lawan, Monument, hancur dengan sendirinya di menit 15. Hal itu menunjukkan tim lawan sepakat untuk menyerah dan mengakhiri pertandingan lebih cepat.

******

Debut pertamaku setelah sekian lama tidak bermain Fighter Alliance berjalan terlalu lancar. Aku senang kemampuanku tidak sepenuhnya hilang dan aku bisa membuat Julie menjadi Carry yang sangat mematikan di Fighter's Field.

Julie tampaknya senang dengan hasil pertandingan ini. Aku bisa melihatnya dari senyuman kecil yang dia tunjukkan saat melihat rangkuman pertandingan di monitornya.

Dengan begini, aku tidak perlu khawatir dengan seluruh anggota timku. Aku telah melihat riwayat pertandingan dari seluruh timku dan benar-benar sangat bagus. Tae-min sejauh ini yang paling baik di antara kami. Dia benar-benar konsisten dalam meraih kemenangan dengan KDA di atas 3.00.

"Aku tak sabar dimanjain sama MinTz-."

"Kau terkesan?"

"Tentu saja. Dia Jungler yang sangat hebat."

"Hebatan mana sama Brian?"

"Zayn …!!!"

Julie memukul-mukul pundakku saat aku membahas Brian. Dia benar-benar menyukai mantan Jungler di tim sekolahku dulu, walaupun dia tahu si Brian menyukai orang lain.

Terkadang aku ingin menyarankannya untuk menyerah saja. Namun dia memiliki perasaan yang sangat kuat terhadap Brian sehingga aku berpikir itu hal yang sia-sia.

Entah kenapa …, aku merasa Julie dan Kagami benar-benar mirip. Bukan hanya soal berhenti menjadi penyihir, tapi dalam hal pantang menyerah.

Di tengah lamunan itu, suara lonceng terdengar dari headset-ku. Kagami dari dalam game memberikan pesan masuk.

Failed Mage: mabar?

"Julie, Kagami ngajakin mabar. Ikut gak?"

"Kenapa kau tanya seperti itu? Kita, kan, udah se-party."

"Iya juga."

Lalu kami mengundang Kagami ke party dan mabar hingga aku gak tahu berapa jam bermain. Tahu-tahu pas capek, jam menunjukkan angka 9 saja.

Tentunya bukan jam 9 pagi.

Pulang-pulang, aku disambut Haruka dengan tentakel airnya yang mengingatku dengan erat dan mengangkatku ke atas hingga menyentuh plafon.

"Selamat datang kembali, Ka-kak!"

Gawat, dia sangat marah! Walau dia tersenyum, tapi itu bukan senyuman yang manis apalagi kalau matanya tertutup seperti itu. Lagipula kalau dia gak marah, dia gak mungkin mengikatku dengan sihirnya, kan?

Sebagai kakak, aku tahu kesalahanku dan meminta maaf.

"Kakak minta maaf karena pulang telat. Keasikan main di warnet tadi. Maaf!"

"Kakak bukannya tadi ketemu Julie?"

"Iya, tadi mabar sama Julie. Sama Kagami juga, makanya tadi mainnya lama."

"Oh, begitu."

Dia menurunkanku dengan perlahan dan melepaskan tentakel air itu dari badanku. Setelah itu, dia memberiku senyuman tipis dan juga tatapan hangat.

"Selamat datang kembali, Kakak!"

Di ruang makan, terdapat makan malam meja yang terlihat belum tersentuh sama sekali. Haruka pasti tidak makan hingga menungguku pulang.

"Kenapa kau gak makan duluan? Kau pasti lapar."

Dia menggelengkan kepala, "aku ingin makan sama kakak."

"Iya, deh. Ayo makan."

Walau nasi goreng dan lauknya dingin, tapi tetap saja terasa enak berkat penggunaan rempah yang pas. Haruka benar-benar melakukan pekerjaannya dengan baik. Aku bersyukur punya adik Haruka.

"Apakah enak?"

"Selalu luar biasa seperti biasanya."

"Wah, makasih, kak! Aku akan selalu berusaha memasak makanan yang enak untuk kakak."

Setiap pekerjaan yang bagus layak diberikan pujian. Haruka memang layak mendapatkannya. Aku juga turut senang melihat Haruka tersenyum manis saat kupuji masakannya.

"Jadi, kak."

"Iya."

"Kakak sekarang punya 4 anggota, kan?"

"Iya. Sekarang tinggal posisi Sidelaner saja. Aku bingung harus mencari ke mana."

"Mas Ipin bagaimana, kak?"

"Kau ini? Mas Ipin, kan, Midlaner. Lagian dia juga gak tertarik ikut kompetitif."

"Hmmm …! Adek Branislav juga tidak bisa karena umurnya.���

"Sulit banget emang cari Sidelaner."

Sampai makanan di meja habis, kami belum juga menemukan jalan keluar untuk masalah yang kami hadapi. Jadi kami putuskan untuk memikirkannya saat kembali ke Indonesia.