Tak terasa waktu berlalu setahun sudah hubungan Radit dan Dya berakhir. Selama ini Radit dan Sofi begitu getol memohon maaf pada Dya. Hampir setiap hari mereka datang dan memohon maaf pada Dya. Di hadapan Dya mereka akan memohon maaf dan pengampunan namun di belakang Dya mereka masih saling berhubungan, benar-benar orang yang sangat menjijikan menurut Dya.
Dya sedang duduk menyendiri di pantai, setahun berlalu namun luka itu masih menganga dan berdarah. Ia begitu membenci Radit dan Sofi, dua penghianat yang telah membuatnya trauma akan cinta. Diambilnya sebuah batu kemudian dilemparkannya batu itu ke laut sambil berteriak, "Aaaaaaaa.." setelah itu air matanya kembali jatuh "Ayah...….lihatlah aku masih terluka, rasa sakit itu masih sama padahal aku telah berusaha membuangnya bersama waktu yang terus berlalu. Tapi mengapa aku masih sesakit ini" isaknya sambil meremas dadanya yang terasa sangat sesak.
"Rasa sakit itu tidak akan hilang hanya dengan membuangnya ke laut bersama batu itu" ucap seseorang dari arah belakang.
Dya segera mengusap airmatanya lalu menatap tak suka pada orang yang telah mengganggu kesendiriannya.
"Sudah terlambat untuk menyembunyikan airmatamu…" Ucapnya dengan santai dan tersenyum.
"Bukan urusanmu…" Ketus Dya,
Sebuah senyuman tersungging di bibir pemuda itu melihat wajah marah Dya "Kau terlihat imut disaat marah seperti itu, jangan pernah tunjukkan wajah itu pada orang lain karena aku tidak suka." Tegasnya seakan Dya adalah miliknya.
"Bodoh." sahut Dya kemudian berbalik meninggalkan pemuda itu namun tiba-tiba "Awww..." pekik Dya karena pemuda itu sudah menarik tangannya yang menyebabkan ia menabrak dada bidang pemuda itu.
"Lepas....." Pekik Dya sambil berusaha melepaskan tangannya. Bukannya melepaskan pemuda itu malah semakin tersenyum " Jangan terlalu galak…., karena itu tidak baik untuk gadis cantik sepertimu," bisik pemuda itu sambil menghapus sisa airmata di pipi Dya.
Mendapat perlakuan seperti itu dari seseorang yang tak dikenal membuat Dya merasa speechless ditatapnya pemuda itu dengan tatapan bingung penuh selidik.
"Jangan tatap aku seperti itu, karena kalau kau terus menatapku seperti itu aku akan semakin jatuh cinta padamu!" Pemuda itu berseru sambil tersenyum.
Dya mengernyitkan dahinya semakin bingung," Sudah ku katakan jangan tatap aku seperti itu karena aku akan semakin jatuh cinta padamu." Peringat pemuda itu sambil menyentuh dan meluruskan dahi Dya yang mengernyit.
"A...apa yang kau lakukan?" Tanya Dya salah tingkah.
"Aku tak melakukan apa-apa, aku hanya mengatakan kebenaran." Ucap pemuda itu masih tersenyum.
Dya mengalihkan pandangannya ke arah laut, karena tak tahan dengan tatapan pemuda itu yang entah mengapa membuatnya salah tingkah dan malu.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Tanya Dya kembali ketus.
"Justru itu yang ingin kutanyakan padamu, apa yang kau lakukan di sini sendirian, teriak-teriak sambil menangis?" Pemuda itu balik bertanya.
"Bukan urusanmu apa yang kulakukan di sini, ditanya malah balik bertanya, " kesal Dya.
Pemuda itu kembali tersenyum melihat tingkah Dya "Apa gadis-gadis di wilayah ini semuanya galak sepertimu?" Tanya pemuda itu.
Dya tak menjawab namun ia hanya mencebikkan bibirnya "Dasar aneh udah gak dikenal datang-datang gangguin orang eh sekarang malah ngatain orang." Sungut Dya semakin kesal.
"Hehehehe oh iya lupa kenalkan aku Daniel Kim dan kau...….?"
"Gak nanya...." Ketus Dya kemudian berlalu.
****
Seorang pemuda sedang duduk di ruang kerja yang ada di mansionnya, sambil memainkan jari-jarinya dan menggerak-gerakkan kursinya kemudian tersenyum sendiri " Gadis yang aneh…." Gumamnya " Aku harap kita akan bertemu lagi dan jika benar pertemuan itu terjadi lagi maka saat itu juga aku tak akan pernah melepasmu lagi!" Tegasnya kemudian kembali menekuni pekerjaan yang ada di hadapannya.
Dya sedang membuat laporan untuk bahan persentasi yang akan ditunjukkan pada klien mereka yang merupakan seorang pengusaha sukses yang sama sekali belum pernah menunjukkan dirinya di hadapan umum. Ini adalah kali pertama ia menunjukkan dirinya pada dunia membuat banyak pengusaha yang berlomba-lomba untuk bekerjasama dengannya. Termasuk perusahaan tempat Dya bekerja, semenjak kabar mengenai kemunculan pengusaha tersebut beragam tanggapan yang bermunculan. Ada yang berkata bahwa pengusaha tersebut adalah seorang pria paruh baya yang lumpuh, ada pula yang berkata bahwa ia adalah seorang pria muda yang berwajah mengerikan akibat kecelakaan yang dialaminya dan banyak pula yang beranggapan bahwa ia adalah seorang pemuda tampan yang anti social (ASPD).
Jam baru menunjukkan pukul 07.30 Dya tergesa-gesa keluar dari kamarnya "Sarapan dulu Dya…" Titah sang bunda saat melihat Dya keluar dari kamarnya.
"Maaf bun Dya sarapan di kantor aja soalnya udah telat." Ucapnya sambil mencium punggung tangan sang bunda.
"Lho ini kan baru jam setengah delapan" Sergah Irwan yang sudah ada di meja makan.
"Apa jangan-jangan jam itu lambat lagi," pekik Arman mulai panik.
"Ah nggak kok nih dijam tangan aku juga masih setengan delapan, emang kak Dya mungkin lagi ada rapat pagi ini" timpal Melda.
"Sudah-sudah lanjut aja sarapannya nggak usah ngomongin kakak kalian mungkin dia emang lagi sibuk. Bunda yakin sampai di kantor nanti dia juga pasti sarapan. Irwan, Arman dan Melda liat tuh kalau kalian gak mau lambat ke kantor ya…..kalian harus segera berangkat." Peringat sang bunda.
"Iya bun kalau gitu kita berangkat dulu" ucap ketiganya sambil berpamitan pada sang bunda dan adik bungsu mereka.
****
"Gimana Rin….apa semuanya udah siap?" Tanya pak Sony pimpinan Dya.
"Iya semuanya sudah siap pak."
"Baik kalau begitu kamu ikut saya untuk mempresentasikannya di depan klien kita."
"S…saya pak?" Tanyanya tak percaya.
"Iya kamu...kok kaget gitu, emang kamu gak mau mempresentasikannya di depan klien kita?"
"M….maaf bukan begitu pak tapi saya kira yang akan menemani bapak adalah ibu Rani" jawab Dya sambil tersenyum canggung.
"Oh... justru Rani yang merekomendasikan kamu untuk melakukan presentasi kali ini. Baik kalau tak ada lagi yang ingin kamu tanyakan sebaiknya kita berangkat sekarang biar tidak terlambat sampai di sana" kata Pak Sony sambil mendahului Dya.
"Baik pak "Jawab Dya sambil mengikuti langkah bosnya itu
Selama perjalanan menuju ke hotel tempat dilaksanakannya rapat itu Dya tampak sangat gelisah dan tegang membuat sang bos besar tersenyum melihat kegugupan karyawannya tersebut.
"Ini persentasi pertamamu di hadapan klien kan?" Tanya sang bos dan hanya dijawab dengan anggukan oleh Dya karena saking gugupnya.
"Santai dan jangan gugup, saya yakin Rani tidak sembarangan dalam merekomendasikan seseorang, kamu pasti bisa melakukannya." Ucapnya menguatkan Dya.
"Terima kasih pak, saya akan berusaha untuk melakukan yang terbaik untuk perusahaan kita" ucapnya dengan senyum tulus yang tersungging di bibirnya.
Setelah setengah jam berkendara tibalah mereka di tempat rapat akan dilaksanakan. Di sana sudah terlihat beberapa utusan dari perusahaan lain juga sudah tiba. Tak berapa lama terdengar suara moderator yang menyampaikan ke hadiran tokoh utama dari rapat ini. Semua mata yang berada di ruangan itu menatap kearah pintu yang mulai terbuka. Di sana beberapa orang berjas sedang berjalan memasuki ruangan namun tatapan semua orang terfokus pada seseorang yang berada di tengah dan berjalan paling depan.
Tatapannya begitu tajam, langkahnya terlihat begitu angkuh dan arogan. Jangan lupakan wajahnya bak dewa Yunani meski matanya terlihat sipit ciri khas orang Asia namun rahangnya yang tegas, hidungnya yang mancung, bibir tipis yang menggoda dan bola matanya yang sebiru samudra seakan menenggelamkan siapa saja yang melihatnya. Para wanita yang berada di ruangan itu seketika takjub dan terpesona pada makhluk yang bagaikan baru saja keluar dari komik fantasi.
Mata Dya membola dan jantungnya berdegub dengan kencang, rasa takut dan gugup semakin menguasai dirinya saat melihat orang yang baru saja melewati tempat duduknya. Satu persatu utusan dari perusahaan yang mengikuti rapat tersebut melakukan presentasi di hadapan pemuda yang kini menjadi pusat perhatian di ruangan itu hingga tiba saatnya bagi Dya melakukan presentasi. Dengan rasa takut dan gugup yang kentara ia memulai presetasinya namun demi profesionalisme ia harus membuang semua rasa gugup dan takut itu.
Dari awal memulai hingga ia mengakhiri presentasinya Dya melihat pemuda itu terus menatapnya penuh misteri. Sebuah seringai yang tersungging di bibir tipis itu sempat terlihat oleh Dya, membuat ia semakin gugup dan salah tingkah. Apalagi setelah ia membungkukkan badan sebagai simbol salam penutup presentasinya sangat jelas ia melihat bibir tipis itu menggumamkan kalimat"Kau milikku" bisiknya tanpa suara kemudian tersenyum penuh arti.
Dengan segera Dya kembali ke tempat duduknya di sisi sang bos yang sejak tadi terlihat tersenyum penuh kebanggaan.
"Saya bangga sama kamu meski pertama terlihat takut dan gugup tapi kamu berhasil mempresentasikan perencanaan dan konsep yang ditawarkan oleh perusahaan kita. Tidak salah Rani merekomendasikan kamu untuk presentasi kali ini." bisik sang bos.
"Terima kasih pak, saya sangat bersyukur dan bahagia karena presentasi pertama saya ini tidak membuat bapak dan perusahaan kita malu." Ucapnya dengan tulus.