Chereads / Massive Trick / Chapter 5 - New Zealand

Chapter 5 - New Zealand

Otago University, terletak di Dunedin, selatan New Zealand, memiliki setidaknya dua puluh ribu mahasiswa yang sedang mengenyam pendidikan, pada 2006 juga Otago menempati posisi nomor dua setelah Auckland University terkait banyaknya jumlah peneliti yang dipekerjakan.

Sayangnya, Ni'er bukan datang sebagai peneliti, merupakan calon mahasiswa master degree yang sedang berusaha menciptakan surganya sendiri. Waktu perkuliahan masih menunggu tiga pekan lagi, Ni'er menghabiskan waktunya untuk berjalan-jalan mengelilingi kota kecil tersebut. Mengunjungi beberapa fasilitas umum di kampus juga termasuk dalam aktivitasnya. Namum salju yang terus mengguyur tanpa henti, seolah ingin agar Ni'er tetap bergelung dengan selimutnya.

Sepekan berlalu semenjak perpisahannya dengan CEO Gong di bandara, setelahnya Ni'er mengacuhkan semua hal yang terjadi diluar sana. Seperti halnya kediaman Hong yang juga mengacuhkan kepergiannya. Dirinya melihat tas jinjing yang sengaja ia tinggalkan di sashimi bar, namun CEO Gong membawanya kembali untuk diserahkan padanya. Saat kembali membuka tas itu, Ni'er dikejutkan dengan adanya sebuah lipatan surat dan black card yang tersemat di dalamnya.

"Jaga dirimu.. GYJ"

-_-

Delapan bulan berlalu, Ni'er tetap menjalani kehidupan gandanya, sebagai mahasiswa, pekerja paruh waktu di toko kopi, dan sesekali membantu kantor di Jing, jika ada masalah design yang tidak dipahami.

Apartemen yang sudah disiapkan pihak perusahaan sebetulnya adalah asrama kampus. Sejujurnya asrama tidak terlalu banyak penghuninya, mengingat banyak mahasiswa yang berkecukupn secara finansial dan memilih untuk menyewa rumah. Black Card dan cincin pemberian Yong Jin juga masih ada, tersimpan rapi dalam lemari.

Sore itu tidak seperti biasa, musim gugur sedang membawa awan untuk berkonspirasi menurunkan hujan. Bahkan alam pun berkonspirasi untuk membuat Ni'er menetap lebih lama di kedai kopinya. Pakaian sederhana dan wajah tanpa make up, siapa sangka wanita itu adalah pewaris tunggal Grup Lim yang sesungguhnya. Sesuai wasiat mendiang kakeknya terdahulu, selagi Ni'er belum memasuki usia dewasa maka perusahaan akan dijalankan oleh CEO yang dipilih melalui rapat pemegang saham. Calon CEO pun tidak boleh memiliki hubungan kekerabatan dengan Keluarga Lim atau sejenisnya, namun untuk menghormati Ayah Ni'er, Tn Hong diberi jabatan sebagai komisaris.

Sekarang Ni'er belum ada niatan untuk mewarisi semuanya, karena pengacara telah menyelesaikan semuanya, jumlah saham yang dimiliki mendiang kakek dan mendiang ibunya, lebih dari cukup untuk menjadikannya kandidat CEO di masa mendatang. Namun karena sebelumnya Ni'er masih dalam perwalian Tn. Hong, maka jabatan CEO juga harus berdasarkan arahan Tn. Hong. Layaknya ibu suri pemangku tahta kerajaan yang mendampingi pangeran kecilnya, seperti itulah kiranya hubungan mereka. Kini Ni'er sudah siap menghadapi kondisi terburuk, jika harus menjual saham-sahamnya dan membuat harga saham Grup Lim terjun bebas di pasar Internasional.

Malam harinya, karena bahan makanan sudah habis, maka Ni'er pulang lebih awal. Maksudnya ialah untuk menemani sang boss berbelanja di supermarket, guna keperluan toko esok hari. Selepasnya berbelanja, sang boss mengajaknya makan malam dan mengantarnya pulang ke asrama kampus.

"Aku bisa memberimu kamar kosong jika kau bersedia."

"Dan bertatap muka denganmu selama 24 jam sehari, boss? No thanks. Label playboy mu sudah melegenda, aku tidak berminat sama sekali."

"Tapi aku belum pernah mengencani mahasiswa master degree.."

"Aku tidak tertarik, sungguh... bahkan jika kau membayar gajiku setahu penuh diawal tahun, aku juga masa bodoh."

"Huft... dasar anak buah jual mahal.."

"Yang penting kan aku pegawai teladan..."

"Ya sudah sana masuk.."

"Tentu."

Sambil berjalan masuk ke dalam gedung asrama, yang mirip dengan bangunan kastil abad ke 18, Ni'er mengecek berita yang masuk ke dalam email box nya. Sekarang pukul sembilan malam, maka seharusnya di Negeri Jing masih pukul empat sore. Merasa ada yang mengganjal dengan berita tersebut, Ni'er langsung menelepon pengacara nya.

"Ada banyak hal yang tidak baik terjadi di Jing. Jika memungkinkan, tetaplah di Otago sampai kondisi membaik."

"Apakah dalam waktu dekat aku bisa menjual sebagian sahamku?"

"Sementara tidak bisa. Kondisi akan gawat jika tiba-tiba kau melelang saham mu, bahkan sekalipun kau lakukan itu di bursa saham Internasional."

"Sebetulnya ada apa di Jing? Kenapa nada Anda seperti ketakutan?"

"Guang Ni, aku bersumpah kepada Presdir Lim untuk selalu menjagamu... Oleh karenanya, aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu. Aku akan tetap melakukan tanggung jawabku padamu, tapi detailnya akan kuceritakan saat kita bertemu nanti."

"Apakah Anda berencana ke NZ dalam waktu dekat?"

"Jika bisa, aku berharap kau bisa pulang saat winter break esok..bagaimana?"

"Baik, akan ku usahakan."

Telepon pun berakhir bagi keduanya, tidak nyaman dengan proses pembicaraan mereka yang tidak menghasilkan kesimpulan, akhirnya Ni'er mengakses portal berita lokal di Negeri Jing.

GRUP MONG-JI Membatalkan kerja sama dengan GRUP LIM

Salah satu headline berita, terpampang jelas maknanya. Dalam hati, Ni'er amat senang karena dengan batalnya hubungan kerja sama tersebut, maka dia bisa kembali ke Negeri Jing dengan tenang tanpa status. Cincin bermatakan zamrud beserta black card nya pun akan dia kembalikan saat winter break akhir tahun.

Rupanya Tuhan berpihak padanya dan membantu Ni'er mewujudkan surga yang dia dambakan di NZ. Well, jika semua berjalan baik, mungkin Ni'er akan menetap di NZ, menikah dengan pria setempat dan mengajukan permohonan kewarganegaraan disana. Ya meskipun harus menikah dengan boss kedai kopinya saat ini, nampaknya tidak terlalu buruk.

Sinar bahagia menerangi wajahnya, dia pun bergegas mengambil handuk dan pergi menuju toilet bersama yang ada di ujung lorong. Jarak dari kamar menuju toilet hanya 90 meter, jadi Ni'er pun bergegas agar tidak terlalu malam.

Selesai mandi, Ni'er bersiap-siap masuk ke dalam balutan selimutnya. Dia beruntung bahwa kamar berukuran 24 meter persegi yang seharusnya diisi dua orang, malah dia huni sendirian. Seperti biasa, sebelum tidur Ni'er memastikan jam wekernya sudah terpasang, keran wastafel tidak menyala, dan sebagainya. Finally, dia melihat ke ponsel untuk kali terakhir sebelum tidur. Keningnya mulai berkerut saat mendapati nama Jerome Ahn telah menelenponnya sebanyak lima kali, telepon dari kediaman Hong sebanyak dua kali, such unusual.. Mengingat Jerome semenjak dulu sudah seperti kakak baginya, maka dia ingin tetap menghormati hubungan tersebut.

"Hai, Jer.. Ada apa?"

"Ah, akhirnya kau mengangkat telepon. Kau harus pulang malam ini juga."

"Disini sudah pukul 9 lewat."

"Aku sudah membelikan tiket pesawat untuk kepulanganmu, e ticketnya baru saja kukirim melalui email."

"Ada apa sebenarnya?"

"Tn. Hong, dia mengalami serangan jantung dan pingsan dalam keadaan kepalanya terbentur."

"Oh.."

"Ni'er thats so rude.."

"Iya.. Iya.. aku akan pulang.. Tapi bagaimana dengan kampusku?"

"Barusan aku sudah melayangkan surat resmi ke Otago University, atas nama Grup Lim dan menjelaskan tentang kondisi di rumah."

-_-