USA, Amerika
15.23 PM
Terdengar suara tangisan seorang anak dari arah gudang perusahaannya. Karena penasaran, Charlina berjalan ke arah gudang untuk memastikan jika ada anak kecil yang menangis disana. Setelah pintunya terbuka lebar, tampak seorang anak sedang duduk di sudut ruangan sambil memeluk lututnya dan menangis. Charlina yang merasa kasihan terhadapnya lalu memanggil anak itu dengan lembut.
"Hai sayang, kamu sedang apa disini sendiri? Dimana orang tuamu?" tanyanya ramah. Namun bukannya menjawab, anak itu malah menangis histeris.
"Kenapa nangis? Coba cerita dulu sama tante, kenapa kamu ada disini? Mana ayah dan ibumu?" tanya Charlina lagi. Kali ini dengan nada yang lebih ramah dari sebelumnya.
"Huaaaa... ayah jahat! Aku gak mau ketemu ayah. Gara-gara ayah, ibu jadi gak ada. Hiks, hiks, huaaa..." tangis anak itu makin histeris.
Charlina bingung, ia biasanya tidak terlalu suka dengan anak-anak, dan sekarang ia malah harus menghiburnya. Charlina lalu merogoh kantong celananya dan mendapatkan 2 buah permen rasa coklat dan stroberi. Ia mengulurkan tangannya menghadap anak itu dan menawarkan permennya.
"Nih tante kasih kamu permen, tapi kamu harus berhenti nangis dulu ya. Pilih aja rasa yang kamu suka"
Anak kecil itu kemudian sedikit demi sedikit menghentikan tangisannya lalu mengambil permen rasa stroberi. Ia membuka bungkusnya dan memakannya. Charlina yang melihat anak kecil ini sudah berhenti menangis akhirnya bisa tersenyum lega. Walaupun anak itu masih sedikit sesenggukan, yang terpenting adalah ia berhenti menangis.
"Sekarang kita cari ayah kamu ya, pasti ayah kamu khawatir kalau kamu hilang gini" bujuknya, namun ia menggelengkan kepalanya dengan cepat.
Oke, sekarang Charlina benar-benar pusing dengan anak satu ini. Ia tak tau bagaimana harus menenangkannya dan membujuknya untuk mencari sang ayah. Ia pun memilih untuk duduk menemani anak itu sambil memeluk dan mengusap-usap kepalanya.
'Anak ini pasti sedih sekali' kata Charlina dalam hati.
"Kalau kamu buat ayahmu khawatir seperti ini, nanti ibumu tidak akan senang. Ibumu pasti sedih jika kamu memilih untuk menjauhi ayahmu" jelas Charlina masih dengan tangan yang mengusap-usap kepalanya.
Setelah sudah agak tenang, anak itu pun mengangguk setuju untuk mencari ayahnya. Charlina menggendongnya karena anak itu masih terlalu kecil, dan membantunya mencari lelaki yang merupakan ayah dari anak ini.
1 setengah jam telah berlalu dan ayah dari anak ini belum juga ketemu. Charlina sudah memeriksa semua area di perusahaan tersebut, dari lantai paling dasar hingga lantai teratas. Hingga pada pada akhirnya ia memutuskan untuk mencari ayahnya diluar perusahaan. Siapa tau saja ayahnya mengira jika anaknya kabur ke luar perusahaan.
Mereka keluar dari perusahaan itu dan mencari ayah anak ini sampai ke cafe yang berada di seberang perusahaan. Mereka memasuki cafe itu dan melihat-lihat sekitarnya. Tiba-tiba saja anak kecil itu menunjuk seorang lelaki yang sedang membaca chat di hpnya sambil meminum secangkir kopi dengan tenang.
"Itu ayahmu?" tanya Charlina heran. Karena lelaki itu tidak tampak seperti sedang kehilangan seorang anak. Malah ia tampak tenang sekali membaca chat di hpnya sambil meminum kopi.
Anak itu menganggukkan kepalanya dan menarik-narik kerah bajunya seakan menyuruhnya untuk pergi menghampiri lelaki itu. Charlina lalu menghampiri orang itu dengan sopan.
"Permisi pak, apa benar ini anak bapak? Saya menemukannya sedang menangis di gudang perusahaan depan" sapa Charlina ramah sambil tersenyum. Sementara lelaki itu melihat anaknya yang digendong Charlina dan kemudian berdehem pelan.
"Ini anaknya ya pak, tolong dijaga baik-baik"
Saat Charlina akan menyerahkan anak itu kepada ayahnya, lelaki itu bahkan tidak menoleh untuk mengambil anak itu. Dan anak itu juga terus memeluk leher Charlina seperti tidak ingin berpisah.
"Taruh saja di kursi" suara lelaki itu pun terdengar. Tetapi ia berkata dengan nada yang sangat cuek. Padahal anaknya baru saja hilang selama kurang lebih 2 jam.
"Tapi anak bapak tidak mau melepaskan pelukannya dariku" jelasnya dengan sedikit gugup.
"Kau saja yang duduk sambil memangku anakku"
Enteng sekali ia berbicara. Apa benar ia adalah ayah dari anak ini? Charlina sepertinya mulai meragukannya.
Charlina pun duduk di kursi yang berhadapan dengan lelaki itu.
"Sudah puas kabur-kaburannya, Frans?" tanya lelaki itu kepada anaknya dengan nada yang tergolong dingin.
'Ah, jadi nama anak laki-laki ini Frand?' tanya Charlina dalah hatinya.
Anak kecil bernama Frans ini hanya diam tanpa menjawab pertanyaan dari ayahnya. Tapi setelah dilihat-lihat, entah mengapa ekspresi Frans mendadak sama dengan ayahnya. Sama-sama dingin dan mengeluarkan aura yang kurang bersahabat.
"Maaf sebelumnya, nama anda siapa? Apa benar anda adalah ayah dari anak ini?" tanyanya tanpa basa-basi lagi. Ia sudah tidak dapat mempercayai lelaki dihadapannya ini.
"Sean, Sean Bevington"
Seketika Charlina langsung melototkan matanya tanda jika ia sedang terkejut.
'Bukankah Sean Bevington itu adalah pembisnis yang sedang naik daun?' pikirnya.
Sungguh ia tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Selama ia membaca berita di media sosial, yang namanya Sean Bevington itu adalah orang yang sangat terkenal di dunia bisnis. Ia juga tampan. Tetapi ia baru menyadari jika lelaki tampan yang biasa ia lihat di TV dan media sosial adalah lelaki dingin yang tidak berperasaan dan sudah memiliki seorang anak. Wah, suatu keajaiban.
"Apa anda perlu bersikap seperti ini terhadap anakmu sendiri?"
"Itu bukan urusanmu. Ayo Frans, kita pulang"
Dan lagi-lagi Frans tidak mau melepaskannya pelukannya dari Charlina. Sepertinya Frans sangat menyayanginya walaupun mereka baru bertemu.
"Jangan menyusahkanku Frans, cepat pulang" katanya lagi. Sepertinya ia marah.
Frans menatap Sean dingin lalu menggelengkan kepalanya dan masih memeluk leher Charlina. Tubuhnya bahkan bergetar seperti ingin menangis lagi.
"Hei, tolong jangan kasar dengan anakmu sendiri. Ia masih kecil. Tidak bisakah kau berbicara dengan ramah? Ia seperti ingin menangis kembali"
Sean menatap Charlina sebentar dan kembali menatap anak satu-satunya dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Apa kau menangis tadi?" diam dan sunyi. Frans masih tidak berbicara sedikit pun kepada ayahnya.
"Nona, bagaimana jika kuantar kau pulang? Ia sepertinya masih ingin bersama denganmu"
Charlina tampak berpikir sebentar. Sebenarnya tidak masalah jika Sean mau mengantarnya. Tetapi yang jadi masalah adalah ia baru bertemu dengannya hari ini. Bisa saja nanti ia akan berbuat yang tidak-tidak.
Tiba-tiba saja seseorang memetikkan jarinya tepat dihadapan Charlina yang membuatnya terkejut. Apa ia terlalu lama berpikir? Ah, biarkan saja.
"Baiklah aku ikut"
Baik, sekarang yang ia pikirkan bukan lagi tentang dirinya, tapi Frans. Takutnya jika ia meninggalkan Frans dan Sean berdua saja, maka Sean pasti akan memarahinya habis-habisan. Charlina jadi merasa kasihan terhadap Frans.
Mereka bertiga pun memasuki mobil sport milik Sean dan meluncur meninggalkan cafe tadi. Keadaan di dalam mobil pasti akan sangat hening jika Charlina tidak memilih untuk berbicara dengan Frans tadi.
~o Bersambung o~