Chereads / Tale of Hades Bride / Chapter 14 - Makan Siang

Chapter 14 - Makan Siang

Haya baru saja kembali dari kantor polisi. Jam sudah menunjukan pukul 10 malam. Daerah rumah Haya sudah sepi. Banyak tetangga yang sudah tidur sepertinya.

Haya dan keluarganya tinggal di komplek perumahan para pejabat kepolisian. Karena ayahnya seorang pensiunan polisi dengan kedudukan tinggi, ia bisa tinggal di tempat 'teraman' di Jakarta.

Di daerah tempat tinggalnya sama sekali tidak ada kasus kejahatan. Haya sudah tinggal di sini selama 12 tahun dan belum pernah mendengar rumah pejabat kepolisian kemalingan. Dan tidak akan ada pria mabuk yang berani lewat di daerah rumah Haya. Itulah satu-satunya keuntungan menjadi anak pensiunan polisi yang berkedudukan tinggi.

Badan Haya pegal semua karena seharian berusaha memahami aturan dan sistem kerja yang adai di Divisi Inteligen. Rupanya Divisi Inteligen begitu sulit dipahami. Ada banyak sekali aturan, mulai dari cara berinteraksi dengan senior hingga cara berpakaian.

Kalau dipikir-pikir dari seluruh divisi yang ada di kantor polisi hanya Divisi Inteligen yang berpakaian paling rapi dan tertata. Sementara yang paling berantakan dalam penampilan adalah Divisi Barang Hilang.

Saat masuk ke dalam rumah, Haya begitu kaget. Ayahnya sudah duduk dengan raut wajah galak di ruang tamu.

"A-ayah? Sedang apa Ayah di sini? Membuatku kaget aja," kata Haya sambil mengelus-elus dadanya karena kaget.

Dengan sorot mata tajam, ayah menatap Haya. "Dari mana saja kamu?"

"Ya dari kantor polisi, Yah," jawab Haya.

"Kenapa baru pulang jam segini? Apa kamu tahu betapa bahayanya anak perempuan pulang larut malam?" ayah mulai mengomeli Haya. "Gimana kalau ada penjahat di jalan? Apa kamu gak tahu Jakarta semakin berbahay di malam hari? Ayah tuh sudah jadi polisi puluhan tahun. Sudah pernah menangkap …."

Haya pura-pura tidak dengar dan duduk di sofa. Ia berusaha mengistirahatkan punggungnya.

Mendengarkan omelan ayah tidak akan ada habisnya. Ayahnya itu selalu saja khawatir dengan keselamatan Haya. Ayah selalu lupa bahwa putrinya adalah seorang polisi yang bisa menembak dan berkelahi melawan penjahat!

"Kamu dengar Ayah bicara gak sih?!" ayah menggunakan nada tinggi. Wajahnya marah karena Haya tidak mendengarkan omongannya.

Haya menghela napas. "Yah, aku juga gak suka pulang larut malam. Tapi ada banyak pekerjaan di kantor. Apa Ayah mau aku pulang kantor sementara pekerjaanku menumpuk?"

"Pekerjaan itu gak akan ada habisnya, Haya. Kamu bisa mengerjakannya besok," omel ayah tidak mau kalah.

"Yah, aku kerja keras seperti ini juga untuk menjaga reputasimu," kata Haya berbohong. Ia tidak suka disalahkan ayahnya terus menerus.

"Maksudmu?" alis abu-abu ayah terangkat.

"Bayangkan nih, Yah. Aku sekarang seorang polisi yang kerjanya malas-malasan. Kalau orang-orang di kantor tahu ayahku adalah pensiunan polisi terhormat bernama Inspektur Jendral Ardi, apa yang akan mereka pikirkan?" Haya mencari alasan. "Mereka akan berpikir 'anaknya Inspektur Jendral Ardi payah ya.' Lalu mereka akan meremehkan Ayah yang gak bisa mendidik anak sendiri menjadi polisi kompeten."

Ayah hanya mengangguk-angguk. "Benar juga ya. Nanti mereka akan bilang anakku masuk ke kepolisian karena jalur koneksi. Lalu mereka akan meremehkan reputasiku sebagai Inspektur Jendral Ardi yang berwibawa."

"Nah itu, Yah. Makanya Ayah jangan marah-marah kalau aku kerja. Di Divisi Inteligen banyak banget…"

Ayah melotot ke arah Haya. "Apa? Divisi Inteligen?"

Astaga Haya lupa cerita ke ayahnya kalau dia sudah pindah ke Divisi Inteligen hari ini. Dia ingin memberi tahu ayahnya. Pasti pria tua itu akan bangga padanya.

"Kenapa kamu di Divisi Inteligen? Bukannya kamu masih di Divisi Barang Hilang?" ayah menyelidik. "Itu divisi yang berbahaya lho. Ayah gak suka kalau anak perempuan ayah ada di divisi itu."

Ucapan ayah di luar dugaan. Haya yang sudah bersiap menceritakan kenaikan pangkatnya langsung mengurungkan niat.

"Kenapa Ayah gak suka?"

Ayah melipat tangan. "Karena itu berbahaya, Nak. Apa kamu lupa banyak polisi yang terluka dan terbunuh setelah masuk divisi itu?"

Haya paham maksud ayahnya. Ayahnya bicara seperti itu karena Kapten Ji terbunuh saat menjalankan misi.

"Jadi sedang apa kamu di Divisi Inteligen?"

Otak Haya berpikir keras. Ia harus mencari alasan.

"Aku membantu Kapten Irwan di sana. Dia butuh bantuan mengurus dokumen," Haya berbohong. "Kalau gak ada yang ingin Ayah bicarakan aku masuk ke kamar dulu."

Dengan tergesa-gesa Haya naik ke kamarnya. Ia lega bisa menghindari ayahnya untuk sementara waktu.

….

Erika dan Haya sedang menikmati makan di siang di kantin. Mereka berdua memesan sup ikan yang paling enak di kantin.

"Gimana rasanya kerja di Divisi Inteligen?" tanya Erika sambil menyendokkan sup ke mulutnya.

"Sibuk banget. Aku gak punya waktu bersantai setelah masuk ke divisi itu, Rika," cerita Haya lalu meniup supnya yang panas.

Erika tersenyum.

"Akhirnya kamu bisa mengejar cintamu. Kamu dan Ethan akan semakin dekat karena udah satu divisi sekarang," kata Erika bersemangat. Ia sudah tidak sabar melihat sahabatnya memiliki pacar.

Haya memukul lengan Erika pelan. "Ngawur kamu. Aku sama Ethan gak bisa ngobrol sama sekali. Kami sibuk bekerja."

Mana mungkin Haya bisa mengobrol. Kapten Irwan, kepala Divisi Inteligen memberinya banyak pekerjaan dan di hari keduanya.

"Sayang sekali," Erika kecewa.

Tiba-tiba seorang pria tampan mendekat. Pria itu adalah Ethan.

"Hai, ladies," sapanya. Ia duduk di sebelah Haya. "Aku belum mengucapkan selamat atas kenaikan pangkatmu, Haya. Selamat ya. Mulai sekarang pangkat kita sama."

Ethan mengulurkan tangan sambil tersenyum. Dengan malu-malu Haya menerima uluran tangan Ethan.

"Makasi, Ethan," jawab Haya. Setelah selesai mengucapkan selamat pria itu pergi.

"Ya Tuhan, Ethan baru saja memberimu selamat. So sweet," kata Erika heboh. Tingkahnya mirip fans yang baru saja mendapat tanda tangan dari artis favoritnya.

"Aku seneng banget," kata Haya senang.

"Ini permulaan yang bagus. Mulai sekarang kamu harus lebih sering berinteraksi dengan Ethan," saran Erika.

Di tengah obrolan seru mereka, beberapa polisi perempuan muncul. Mereka dari Divisi Inteligen.

"Aku harap kamu menjaga jarak dari Ethan," kata polisi perempuan berambut pendek yang dikenal Haya dengan nama Vivian. Sepengetahuan Haya, Vivian satu ruangan dengan Ethan. Di samping Vivian ada 2 polisi perempuan bernama, Alia dan Riri.

Baik Haya dan Erika melihat Vivian dengan tatapan bingung.

"Maksudmu?"

Vivian adalah tipikal polisi cantik yang wajahnya dapat mengalihkan dunia semua polisi pria yang lewat.

"Jangan berkhayal tentang Ethan. Kamu hanya anak baru yang diangkat masuk ke Divisi Inteligen. Kamu sama sekali gak pantas merayu Ethan," kata Vivian kesal.

Haya tertawa.

"Emang kamu siapa? Apa aku pernah bilang kalau aku merayunya? Apa kamu lihat aku berusaha mendekatinya?" Haya membalas. Dia tidak mau di bully oleh seniornya.

Haya akui dirinya tertarik pada Ethan. Dia ingin bisa dekat dengan pria itu. Tapi selama ini Haya belum pernah sekalipun mendekati Ethan atau mencari perhatian pada pria itu.

"Aku harap kamu memegang kata-katamu," kata Vivian tajam. Lalu ia dan kedua temannya pergi.

"Ternyata Ethan emang populer banget," kata Erika setelah Vivian pergi. "Kamu bakal punya musuh baru di Divisi Inteligen."