Pagi ini suasananya cerah. Gara-gara itu Haya sengaja datang lebih awal ke kantor. Ia suka dengan suasana kantornya di pagi hari. Sepi dan tenang.
Haya sedang menikmati secangkir teh sambil menonton wawancara pihak kepolisian dengan TV nasional tentang penangkapan bandar narkoba bernama Ibas. Haya melihat Kapten Irwan, Kepala Divisi Inteligen memberi penjelasan tentang penangkapan ini.
Rasanya lega sekali. Ibas sudah berhasil di tangkap dan akan segera diadli di pengadilan. Haya tidak sabar melihat berapa tahun hukuman yang akan dijatuhkan pada pria botak itu.
"Wah, tumben sekali sudah datang pagi-pagi, Haya," kata Kapten Alan, kepala Divisi Barang Hilang yang tiba-tiba masuk ke ruang Divisi Barang Hilang.
"Selamat pagi, Kapten," sapa Haya. "Saya cuman pengen menikmati suasana pagi."
"Oh ya katanya kamu menangkap Ibas di bar ya?" tanya Kapten Alan.
Haya mengangguk sambil tersenyum.
"Bravo. Kamu hebat, Haya. Kamu membuat bangga Divisi Barang Hilang," puji Kapten Alan sambil menepuk-nepuk bahu Haya.
Haya tersipu malu mendapat pujian dari atasannya itu.
"Oh ya tadi aku dengar akan ada rapat besar siang ini. Katanya seluruh divisi harus datang ke acara rapat," cerita Kapten Alan.
"Baik, Kapten."
….
Seluruh anggota divisi Kantor Polisi Pusat DKI Jakarta berkumpul di ruang rapat utama. Mereka sedang berbisik-bisik penasaran mengapa Mayor Agung mengadakan rapat besar.
Rapat besar seharusnya diadakan setahun sekali atau ketika ada kondisi darurat. Apakah saat ini kepolisian menghadapi kondisi darurat?
Haya duduk di sebelah Kapten Alan. Atasannya itu berubah menjadi sangat sangat baik sejak Haya berhasil menangkap Ibas.
Lalu Mayor Agung muncul dan naik ke podium. Semua orang langsung diam.
"Selamat siang," Mayor Agung memulai pidatonya.
"Selamat siang, Mayor," jawab seluruh orang serempak.
"Hari ini saya mau menyampaikan berita yang sangat penting," Mayor Agung memulai pidato. Semua orang menjadi tegang, termasuk Haya. "Saya mau memberi pengumuman penting untuk kalian semua. Kita telah berhasil menangkap bandar narkoba besar bernama Ibas."
"Tetapi semua itu tidak akan berhasil tanpa aksi heroik dari Officer Haya dari Divisi Barang Hilang," kata Mayor Agung bangga. Semua orang bertepuk tangan. Haya sangat malu. "Officer Haya, naiklah ke atas podium."
Dengan hati berdebar-debar Haya naik ke atas podium.
Erika sangat terharu melihat sahabatnya berhasil menangkap penjahat. Sementara itu Kapten Alan terharu setengah mati melihat anak buahnya berprestasi.
"Oleh karena itu, saya sebagai mayor akan mengangkat Officer Haya menjadi detektif di Divisi Inteligen. Pengangkatan ini sebagai tanda jasa kerja keras dan keberanian Officer Haya yang membanggakan kepolisian. Mulai hari ini pangkat Haya bukan lagi officer melainkan detektif. Selamat, Detektif Haya," kata Mayor Agung sambil menyerahkan surat pengangkatan.
Haya menerima surat itu dengan gemetar. Ia masih tidak menyangka dapat naik pangkat dengan menangkap Ibas di bar tempo hari. Semua ini seolah seperti mimpi.
Setelah acara selesai, Haya membereskan barang-barangnya di Divisi Barang Hilang. Dia akan langsung pindah ke Divisi Inteligen mulai hari ini.
"Haya," Kapten Alan masuk ke ruang Divisi Barang Hilang dengan wajah sedih. "Aku gak menyangka akan kehilangan anak buah sepertimu."
"Kapten jangan sedih. Kita kan akan terus bertemu," kata Haya.
Jauh di dalam hatinya Haya sangat terharu melihat atasannya merasa kehilangan dirinya. Ia tidak menyangka Kapten Alan begitu menyayanginya sebagai bawahan.
Kapten Alan mulai menangis. "Semua akan berbeda kalau gak ada kamu, Haya. Siapa yang akan aku suruh untuk mengerjakan semua laporan? Siapa yang akan aku minta lembur? Siapa yang akan aku minta membuatkan kopi setelah ini?"
Mendengar itu, rasa terharu Haya mendadak hilang. Rupanya ini alasan Kapten Alan sedih dirinya dipindah ke Divisi Inteligen.
Dasar jahat, batin Haya.
"Bagulah kalau Haya pergi," celetuk Roi, seniornya di Divisi Barang Hilang.
"Enggak akan ada lagi pengganggu di sini," Ajun, seniornya yang lain ikut menimpali.
Haya berkacak pinggang. "Aku juga gak sudi kerja seruangan dengan kalian berdua!"
Mata Ajun dan Roi melotot ke arah Haya.
"Aku bersyukur po-li-si pe-rem-pu-an kayak aku yang payah ini bisa naik pangkat," sindir Haya. Dirinya masih ingat ejekan Ajun dan Roi dua tahun lalu. Mereka berdua menghinanya bermimpi ketinggian. Mereka bilang Haya yang seorang perempuan tidak cocok bekerja di Divisi Inteligen!
"Kamu!" Roi dan Ajun berbarengan membentak Haya.
"Sudah, sudah. Kenapa kalian bertiga malah bertengkar?" Kapten Alan melerai mereka. "Kita harusnya bangga dengan Haya. Dia membuat nama divisi kita terangkat. Mulai sekarang aku akan pamer ke semua kapten dan pejabat kepolisian kalau anak buahku masuk Divisi Inteligen karena keberaniannya menangkap penjahat besar."
Mendengar omongan Kapten Alan, Roi dan Ajun tidak bisa bicara apa-apa lagi. Kelihatan sekali Kapten Alan begitu menganakemaskan Haya sekarang.
"Kapten, saya pamit dulu. Terima kasih karena sudah menjadi atasan yang baik selama ini," kata Haya sambil membungkukan badan. "Saya berjanji akan membawa nama baik Kapten Alan dan Divisi Barang Hilang di Divisi Inteligen."
Kapten Alan menepuk-nepuk bahu Haya. "Semoga sukses, Haya."
Haya berjalan menujur ruang Divisi Inteligen yang terletak di lantai 4 gedung kepolisian. Saat masuk ke dalam ruangan itu, suasananya sangat sepi. Semua anggota Divisi Inteligen sedang fokus bekerja.
Tidak ada yang menyambut atau memberinya ucapan selamat setelah naik pangkat. Sangat berbeda dengan Divisi Barang Hilang. Meskipun seniornya di divisi itu menyebalkan, tapi seluruh stafnya sangat hangat.
Apakah mereka tidak menyukaiku, batin Haya bertanya-tanya.
Tanpa berbasa-basi Haya segera menyusun barang-barangnya di ruang kerjanya yang baru. Ia mendapat sebuah meja kerja mungil persis di dekat jendela. Sayangnya Haya tidak satu ruangan dengan Ethan. Pria itu ada di ruangan sebelah.
Haya mengirim pesan pada Erika yang bekerja di lantai 3.
[Haya: Aku udah pindah nih]
Tidak sampai 5 detik, Erika sudah membalas pesan Haya.
[Erika: Gimana? Apa ruanganmu bagus?]
Buru-buru Haya mengetik pesan.
[Haya: Ya. Ruanganku bagus. Sayangnya sepi banget di sini]
[Erika: Jangan khawatir. Mereka pasti diam karena sedang banyak pekerjaan]
Erika benar. Haya terlalu berlebihan jika menganggap anggota Divisi Inteligen terlalu dingin padanya. Mungkin saja mereka sedang sibuk mengerjakan misi.
Ya mungkin saja, batin Haya.
….
Haya sedang berjalan ke kompleks pemakaman polisi yang gugur dalam misi. Ia ingin mengunjungi makam Kapten Ji. Sudah lama sejak terakhir kali ia mengunjungi makam pria tua itu.
Makam Kapten Ji masih sama persis ketika ia berkunjung 2 tahun lalu. Ruput yang tumbuh di atas makam sudah dipotong rapi oleh tim kebersihan kompleks makam.
Haya meletakan sebuket mawar putih di atas makan orang yang dianggapnya sebagai ayah dan instruktur itu.
"Kapten, aku sudah berhasil masuk Divisi Inteligen sekarang," kata Haya sambil menitikan air mata.
"Mulai sekarang aku akan bekerja sebaik mungkin dan akan membuatmu bangga, Kapten. Aku juga akan menjadi polisi yang hebat sepertimu. Aku juga akan berusaha menemukan orang yang menembakmu. Dia harus membayar semua dosanya."