"Kak Dila pergi meninggalkan bang Bara. Sudah hampir dua tahun dia pergi tanpa jejak. Bang Bara mengalami hilang ingatan karena ditembak lawan politik dia." Rere menangis menceritakan Bara. Diam-diam ia pernah menyaksikan Bara menangisi istrinya. Meski pria itu lupa siapa nama dan wajah istrinya namun di hatinya masih ada wanita itu. Bara bahkan menolak para wanita yang mendekatinya.
"Apa?" Vinta kembali kaget. "Kalian lama-lama bikin gue jantungan. Kita ke kafe dulu buat meluruskan semua ini." Vinta kembali mengemudikan mobil dan berhenti di sebuah kedai kopi kekinian yang sedang hits di kota Padang.
Pelayan kafe mengantar roti dan kopi susu pesanan mereka bertiga. Rere menceritakan kronologis peristiwa yang menimpa Bara dan kondisinya selama ini. Rere juga menceritakan hubungannya dengan Bara.
"Oh begitu. Gue kira lo istri baru Pak Bara." Vinta terkekeh. "Gue dan kep Dila satu kantor di bank MBC capem utama. Kep Dila itu kepala capem dan gue customer service di kantor itu."
"Oh gitu." Rere manggut-manggut. "Vinta punya foto kak Dila tidak?"
"Banyak." Vinta membuka ponsel dan memperlihatkan fotonya bersama Dila. Foto menggunakan seragam kantor. Vinta juga menunjukkan fotonya bersama Bara dan Dila ketika mereka menikah. "Masa lo enggak liat medsos gue Ya." Vinta memanggil Tia dengan panggilan 'Ya'.
"Mana gue ngeh Vin." Tia mulai membuka medsos Vinta dan scroll dari bawah. Ternyata banyak foto Vinta dan Dila.
"Cantik banget kak Dila." Puji Rere melihat foto Dila dan Vinta menggunakan seragam kantor. "Pantes aja bang Bara bucin ya. Istrinya cantik banget mirip sama artis Raline Shah."
Rere pun menyimpan foto pernikahan Bara dan Dila.
"Kak Dila punya medsos ga Vin?" Rere kembali bertanya.
"Kep Dila enggak aktif di medsos Re. Antara ada dan tiada aja."
"Nama lengkap kak Dila siapa?"
"Fadila Elvarette."
Setelah perbincangan yang cukup lama mereka pun pergi. Tia dan Rere singgah ke rumah Herman yang di Padang. Kebetulan Rere sudah kenal dengan ART yang bekerja di rumah Herman. Bara pernah membawa ART itu ke Jakarta.
"Etek," panggil Rere pada Tini. Etek arti panggilan tante bagi orang Minang.
"Iya Re. Boleh lihat foto pernikahan bang Bara tidak? Penasaran dengan wajah kakak iparku."
"Itu…." Tini tergagap tidak mau bicara.
"Etek ga usah takut. Rere hanya penasaran saja siapa istri bang Bara." Rere tersenyum menatap Tini.
Mau tidak mau Tini mengambilkan foto album pernikahan Bara. Herman pernah berpesan foto ini jangan sampai ke tangan Bara. Bahaya.
"Cantik banget kak Dila," puji Rere sekali lagi. Merasa dekat padahal hanya melihat potret Dila dalam foto. "Pasti orangnya baik."
"Memang baik Re. Dila sangat baik dan sopan. Meski dia anak orang kaya, tapi tidak sombong. Memperlakukan etek seperti tantenya bukan pembantu. Pokoknya istri Bara baik banget. Almarhum Bu Ranti sangat sayang sama dia." Tini ikut berkomentar.
"Ini Mama Ranti?" Rere menunjukkan foto keluarga Bara bersama Herman dan almarhum istri.
"Re, mama Pak Bara mirip sama bunda lo. Sekilas mereka kayak saudara kembar. Apa karena ini Pak Herman menikahi bunda lo?" Tia bersuara meminta dukungan pada Tini.
"Bisa jadi Tia. Papa sekilas juga mirip sama almarhum ayah. Pokoknya gue bahagia sama keluarga yang sekarang. Menyayangi tanpa tanpa syarat. Sepertinya kami tidak bisa lama-lama etek. Rere dan Tia balik dulu ke Jakarta. Terima kasih infonya. Please…jangan bilang sama Papa, abang dan bunda kalo kami pernah kesini. Rere hanya ingin tahu tentang kak Dila. Rere mau cari kak Dila buat bang Bara."
"Semoga kamu segera menemukan Dila." Tini terharu sehingga menangis.
"Bang aku janji akan temukan istri kamu," ucap Rere menatap rumah Herman dari atas mobil.
*****
Dua Tahun Kemudian...
Zico tak dapat menahan tawanya ketika Bara kesal dengan sikap Leon. Setiap pagi harus sarapan di rumah mereka. Dulu mereka sarapan bersama ketika Herman belum berkeluarga. Semenjak Herman menikah lagi dan memiliki Leon mereka sarapan di rumah masing-masing. Rumah mereka tetap link satu sama lain. Dian dan Bara tidak bisa dipisahkan karena sejak kecil mereka tinggal bersama.
"Leon kenapa selalu repotin mami?" Pekik Rere menyusul Leon ke rumah Dian dan Zico. Ia datang menjemput Leon. Wanita itu sadar jika sang anak akan merepotkan Dian.
"Pasti kamu yang desak Apa buat kesini?" Rere menodong Leon.
"Re. Biarin aja ah. Leon enggak repotin kok." Dian masih sibuk menyuapi Leon.
"Aku jadi enggak enak teteh. Leon merepotkan teteh terus." Rere tak enak hati.
"Roti mami enak tante. Kata Leon sama aku, roti mommynya enggak enak," ucap Alana, anak Dian dan Zico. Ucapan gadis kecil itu membuat Rere mengelus dada.
"Alana enggak boleh ngomong gitu." Zico menegur sang putri. Zico mengambil tisu dan membersihkan mulut dan wajah Alana yang berlepotan.
"Anak lo terlalu jujur Zi." Bara tak dapat menahan tawanya. "Persis barbar maminya."
"Bos..." Dian tak suka dibilang barbar.
"Makasih mami," ucap Rere membersihkan mulut Leon dari sisa roti. Jika disuapi makan Leon banyak. Rere menggendong Leon pulang.
"Bilang apa sama mami?" Rere mengajari Leon.
"Makasih mami. Rotinya enak," ucap Leon tulus. Omongan batita itu belum jelas. Hanya orang terdekatnya yang tahu apa ucapannya.
"Sama-sama sayang."
"Itu mami kakak Leon. Jangan manja-manja." Alana menunjukkan kecemburuannya.
"Enggak boleh gitu kakak. Leon adiknya Alana juga."
"Bukan mami. Adik aku ada di perut mami bukan adik Leon." Tolak Alana membuang muka.
"Ya Allah anak gue kenapa bisa gini," cebik Dian menepuk jidatnya sendiri.
"Dian," panggil Bara duduk di kursi meja makan.
"Ya bos."
"Jadwal saya hari ini apa?"
"Ckkck. Bukannya sekretaris lo Tia bukan bini gue? Di rumah masih saja bahas pekerjaan Bar." Zico mencemooh sambil geleng-geleng kepala.
"Sekretaris gue udah lo monopoli. Jadi mau enggak mau urusan kerja bawa ke rumah. Lo bikin sekretaris gue hamil tiap tahun. Dian banyak libur gara-gara lo." Bara tidak mau kalah.
"Suka-suka gue. Istri-istri gue. Yang hamilin gue kok lo yang sewot." Zico mencibirkan bibirnya.
Kebiasaan mereka berdua selalu berdebat dan saling menjatuhkan, tapi dalam tahap bercanda tidak sungguhan.
"Gimana gue enggak sewot. Kinerja Dian menurun gara-gara lo."
"Yang butuh istri gue siapa?" Zico malah mengultimatum Bara.
"Gue udah minta istri gue resign, tapi lo enggak mau."
"Males ah berdebat sama lo." Bara sebal karena kalah debat.
"Papi dan om Bara bere kenapa debat melulu sih? Orang dewasa ini aneh. Berantem tapi temanan juga." Alana berkomentar.