Rean berdecak pelan. "Harusnya gue yang nanya, Rena. Lo kenapa?"
"A-ah, itu, gue mau masak, pancinya jatuh kesenggol," jawab Rena menyengir sambil menggaruk rambutnya yang tak gatal itu.
Rean melipat kedua tangannya di depan dada sambil menatap Rena datar. "Ini masih jam setengah sepuluh, Rena. Makan siang masih empat jam lagi, kenapa lo masak sekarang?"
Rena menggaruk tengkuknya yang tak gatal itu. "Em, gue mau belajar, jadi masak dulu buat lo," jawabnya dengan menatap Rean melas.
"Belajar? Tumben lo mau belajar? Ulangan aja enggak pernah belajar," ejek Rean dengan tersenyum tipis.
Rena tersenyum dengan menghela napas sabar. "Besok gue remidi fisika, kalau besok nilai gue jelek … gue enggak naik kelas," jawab Rena memajukan bibirnya.
"Besok? Bukannya lusa?" tanya Rean menyernit.
"Dimajuin."
Rean hanya mengangguk-angguk paham. "Ya udah, biar gue aja yang masak. Sana, minggir."
"Lah, gue pengen—"