Rean yang melihat mata Rena yang merah langsung menatapnya dengan penuh tanda tanya. "Lo abis nangis? Kenapa? Siapa yang menindas lo di kantin tadi?" tanya Rean dengan nada sangat khawatir.
Rena masih diam dan duduk di kursi, pandangannya lurus ke depan dengan wajah lesu.
"Jawab, Ren! Lo kenapa si? Jangan bikin gue kesel dong!"
"Apa?" tanya Rena tersadar dari lamunannya.
Rean menghela napas panjang dan memegang kedua pipi Rena gemas. "Siapa yang—"
"Ryu."
"HAH? Ryu?! Ryu yang udah nindas lo? Kenapa dia bisa di rumah sakit? Lo buka blokirnya kan pasti? Enggak terima gue ngelihat lo di tindas lagi sama Ryu, gue harus samperin dia! Dia pasti masih di kantin kan?!" tanya Rean yang langsung hendak turun dari brankar.
Namun Rena tersadar dengan ucapannya dan menahan Rean. "Re, dengerin gue."
"Ren, lo jangan belain dia dong. Dia udah—"
"Gue enggak belain dia, Rean. Lo tenang dulu, oke?" ucap Rena membujuk Rean untuk tenang terlebih dahulu.