Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

The Dark Obsession

🇮🇩Septiyan_Wulandari
--
chs / week
--
NOT RATINGS
7.2k
Views
Synopsis
Sudah sepantasnya dia pergi jauh, tapi pria itu selalu menahannya erat. Pria itu selalu menyakitinya, membuatnya menangis, serta mengurungnya di tempat sepi tanpa alasan yang jelas. Ketika ada celah untuk kabur, semuanya selalu gagal karena pria itu selalu menemukan dirinya. Ia butuh perlindungan, butuh ketenangan, butuh keluarga yang mampu membuatnya merasa aman. Pria itu, Don sebuah organisasi gelap yang mampu membuat ribuan nyawa orang melayang dalam hitungan detik—sialannya pria itu juga yang menjadikannya tahanan dalam waktu lama. Jadi mampukah ia bebas dan bisa bernapas lega seperti dulu?
VIEW MORE

Chapter 1 - Prolog [Awal Mula Leo Terbentuk]

Ketika anak-anak seusianya mengabiskan waktu untuk bermain bersama teman-temannya, dia justru sibuk mencari perlindungan di kolong meja. Di saat anak-anak yang lain menikmati indahnya kasih sayang orang tua, dia justru sibuk menjauhkan diri agar tak kena pukul orangtuanya.

Dia Ronald Gustavo, anak dari pria pemabuk yang selalu menghabiskan uangnya untuk berjudi. Sedangkan ibunya hanya wanita panggilan yang dianugerahi wajah cantik rupawan. Dari kecil keluarganya sudah berantakan, tak bisa dibentuk lagi.

Malam ini, sama seperti malam-malam sebelumnya. Ayahnya pulang tengah malam dengan membawa sebotol arak dan tersenyum aneh seperti orang tak waras. Ronald menjauh, dia bersembunyi di bawah ranjang kamarnya. Namun pria itu mendobrak pintu kamarnya hingga engselnya rusak.

"Keluar kau anak sialan!" teriaknya mabuk.

Ronald gemetaran, dia membungkam mulutnya dengan telapak tangannya. Pria itu sudah menemukannya, ia menyeret tubuh ringkih Ronald dan memukulinya seperti yang sudah-sudah. Botol itu digunakan untuk memukul punggung Ronald dengan kuat hingga timbul darah. Semakin Ronald menangis, semakin buas pula pria itu melancarkan aksinya.

"Gara-gara kau, aku jadi bangkrut! Gara-gara kau lahir, perusahaanku hancur!" teriaknya murka lalu memukul Ronald hingga tak sadarkan diri. "Mati saja kau anak sialan!"

Esoknya Ronald bangun dengan tubuh remuk redam. Ia mencoba bangun dan membersihkan diri. Namun luka di punggungnya terasa perih saat terkena air.

Masa-masa itu sudah Ronald alami sejak tiga tahun lalu, tepat pada saat perusahaan ayahnya bangkrut karena ditipu habis-habisan oleh seseorang. Sejak saat itu semuanya berubah, ayahnya yang dulu amat menyayanginya kini malah membenci dirinya. Dan ibunya tak bisa berbuat apa-apa selain pergi tanpa melihat bagaimana sakitnya Ronald saat menerima siksaan dari ayah biadapnya.

Ronald muak, ia sudah cukup diam selama ini. Mungkin tubuhnya ringkih, tapi jiwanya tak begitu. Keinginan kuat untuk menghabisi kedua orangtuanya semakin membumbung tinggi tak terelakkan. Dan malam itu adalah puncaknya.

Saat kedua orangtuanya terlelap, Ronald mendatangi kamar mereka dengan membawa kapak berukuran sedang namun tajam. Ronald sudah memutuskan akan mengakhiri semua penderitaan ini, sampai ke akar-akarnya.

"Membusuklah ke neraka!" ujarnya sebelum membunuh ayahnya. Ibunya berteriak keras saat melihat tubuh suaminya sudah tak bernyawa mengenaskan. Ronald tersenyum miring lalu menghampiri ibunya yang ketakutan. "Sekarang giliran Ibu. Siap?"

Ibunya menggeleng.

"Tapi aku mau Ibu mati," ujar Ronald mendramatisir. Tak menunggu waktu lebih lama lagi, Ronald segera menancapkan kapak itu ke tubuh ibunya berulang kali hingga tewas. Ronald tertawa, tawa yang sangat mengerikan.

"Akhirnya aku bebas, membusuklah ke neraka!"

Ronald keluar rumah tanpa rasa bersalah. Banyak darah di bajunya, bahkan tangannya pun berlumuran darah. Ronald tak peduli lagi, bahkan saat dirinya nanti dipenjara sekali pun.

Saat akan menyeberang, tiba-tiba saja ada mobil yang melintas. Ronald hampir tertabrak kalau saja mobil itu tigak berhenti.

"Ada apa?" tanya pria tua itu kepada sopirnya.

"Ada anak kecil yang menyebrang, Tuan."

Pria tua itu turun dan memeriksanya. Raut wajahnya berubah, ada rasa tertarik saat melihat tubuh anak itu berlumuran darah.

"Hei, untuk apa anak sekecil dirimu berada di jalanan malam-malam begini?" tanyanya pelan.

"Bukan urusanmu," jawab Ronald dingin.

"Kau tersesat anak kecil?"

"Aku bukan anak kecil, pria tua!" hardiknya kesal. "Aku Leo," lanjutnya.

"Ah Leo, bajumu kenapa banyak darah? Kau habis berburu binatang liar di hutan?"

Leo tersenyum mengerikan. "Aku sudah membunuh kedua orangtuaku. Mereka terkutuk, mereka pantas mati!"

Pria tua itu tersenyum. "Wah, aku sangat terkesan padamu."

Tiba-tiba saja Leo merasa pusing, kepalanya seakan tertusuk ribuan jarum.

"Kau kenapa?" tanya pria tua itu khawatir.

"Ah, di mana aku?" tanya Ronald bingung. Ia menatap bajunya yang penuh darah. "Astaga, apa yang sudah aku lakukan? Kenapa bajuku banyak sekali darahnya?!"

Pria itu tersenyum. Rupanya anak kecil ini terkena kepribadian ganda. Ini akan semakin menarik.

"Kau mau ikut aku anak kecil?"

"Siapa kau? Aku punya rumah," tolak Ronald sopan. Tapi sedetiknya Ronald jatuh pingsan. Pria tua itu langsung membawanya pulang ke rumah persembunyiannya.

****

"Tuan, Anda tidak salah membawa anak kecil itu kemari?" tanya salah satu bawahannya, Alan. "Dia bisa saja membuat kita terancam."

"Kurasa tidak, Alan. Justru aku melihat sebuah keberuntungan di dalam tubuh anak ini. Dia akan membuat kita semakin diuntungkan," jawab Romanov tersenyum miring. "Sekarang panggilkan dokter, suruh dia memeriksa anak ini."

"Baik Tuan."

Setelah dokter datang, dia langsung memeriksa Ronald dengan serius. Setelah selesai, dia menatap Gustavo yang berwajah tenang.

"Kau menemukan anak ini di mana? Kurasa dia mengalami kekerasan fisik yang cukup lama. Banyak bekas luka dan beberapa tulang rusuknya patah. Tulang punggungnya juga retak, ini butuh pemulihan yang cukup lama." Darren menjelaskan keadaan Ronald pada Romanov.

"Rawat dia sampai sembuh, setelah itu aku akan menjenguknya." Romanov pergi keluar dan menyuruh anak buahnya berjaga di sana.

Pemulihan Ronald memang terhitung lama, bahkan anak itu masih memejamkan mata. Romanov datang menjenguknya, dia duduk di samping ranjang dan menatap wajah anak itu datar. Sedetiknya mata Ronald terbuka dan langsung duduk.

"Ah, Leo? Kau pasti Leo, kan?" tebak Romanov tersenyum miring.

"Tentu saja. Ronald tidak akan sanggup menahan rasa sakit yang amat mengerikan ini," jawab Leo dingin.

"Kau cukup berani anak muda. Aku ingin kau pulih dan segera berlatih untuk menjadi orang terkuat sama sepertiku," ujar Romanov.

"Memangnya siapa dirimu? Mafia? Atau kau seorang Don dari organisasi gelap?"

Mata Romanov membulat tak percaya. Kecerdasan anak ini sungguh pantas diacungi jempol. "Kau sangat cerdas. Kau mau menjadi seperti diriku?"

Leo tak menjawab, dia hanya tersenyum miring dan menatap Romanov tajam.

Up!