Jenazah Romanov telah dikebumikan. Ronald masih ikut berduka, bagaimanapun juga dirinya hidup berkat bantuan Romanov. Jika pria itu tidak ada, entah apa jadinya kehidupannya sekarang ini.
Setelah acara pemakaman itu selesai, Ronald langsung ke rumah sakit untuk bertemu dokter forensik guna meminta keterangan lebih lanjut tentang asal-usul kematian Romanov. Setibanya di sana, ditemani Alan, Ronald masuk dengan langkah lebar dan tegap, membuat semua orang—terutama wanita terpesona. Ronald acuh, ia tetap melangkah dan tak sadar seseorang telah menabraknya.
Dia seorang wanita—dengan rambut acak-acakan dan air mata yang belum kering di matanya. Ronald menatap wanita itu dengan diam, menelisik kecantikan yang dia miliki. Oh sial, Ronald merasa tubuhnya bereaksi saat di dekat wanita itu. Secepatnya Ronald harus membuang hasratnya—setidaknya sampai kasus kematian Romanov selesai dan ia bisa mencari wanita itu sampai ke ujung dunia.
"Ma-maaf Tuan," ujarnya lalu berlari dengan cepat.
"Alan," panggil Ronald dingin. Alan mendekat, "carikan informasi mengenai wanita tadi."
Ronald sudah pergi, sedangkan Alan masih mematung. Untuk apa Ronald menyuruhnya untuk mencari tahu tentang wanita itu? Apa pria itu tertarik pada wanita tadi? Jika dilihat sekilas, wanita itu bukan dari kalangan kaya, bahkan bajunya pun tak bermerek sama sekali. Wajahnya tanpa riasan, hidungnya memerah karena menangis—namun Alan tidak menampik kalau wanita itu memiliki wajah yang sangat menarik dan mampu membuat semua pria tergila-gila.
Alan segera tersadar lalu kembali menyusul Ronald yang sudah berjalan jauh di depan.
"Jadi?" tanya Ronald menggantung, ia menatap dokter pria paruh baya di hadapannya dengan datar. Ia menunggu hasilnya, di sebuah amplop cokelat berstempel resmi rumah sakit.
Dokter itu membuka amplop itu dan membacanya. Setelah selesai, ia menatap Arnold dan Alan yang duduk berdampingan.
"Saya sudah menduga ini sebelumnya. Tuan Romanov bukan meninggal karena suatu penyakit, melainkan diracuni," jelas dokter itu. "Racun ini tidak berbau dan tidak berasa, saya bisa menduga racun ini adalah sejenis ramuan racikan khusus yang sengaja dibuat seseorang."
"Lalu? Bagaimana dengan sampel bukti racun itu? Apa kau membawanya?" tanya Ronald menahan emosi.
"Tentu, sampel racun langka seperti ini harus saya jaga sebaik mungkin agar tidak disalah gunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab. Apa perlu saya berikan kepada anda untuk diteliti lebih jauh?"
Ronald mengangguk. "Berikan padaku," titahnya mutlak.
Dokter itu memberikannya kepada Ronald secara cuma-cuma. Ia tahu siapa Ronald, pria berkuasa setelah Romanov. Pria ini setara kejamnya dengan Romanov, bahkan jauh lebih kejam dari bayangan semua orang. Selain itu, Ronald memiliki perusahaan yang bergerak di bidang teknologi, jelas perusahaan itu sangat besar dan berkembang jauh dari bayangan orang-orang. Tidak ada yang tahu kalau perusahaan tersebut hanya alibi untuk menutupi pekerjaan aslinya—pemimpin organisasi mafia paling disegani di dunia gelap—Monsta Clan.
Ronald kembali ke mansionnya setelah mendapatkan sampel racun itu. Kata Alan, bentuk racun itu sama persis dengan milik Romanov. Bahkan dari segi baunya pun sama—sama-sama tak berbau. Alan sudah menyelidikinya, setelah ini ia akan mengetahui siapa dalang dari kematian Romanov. Dan jelas, orang itu akan menemui ajalnya dengan cepat.
Karena prinsipnya; nyawa dibalas dengan nyawa.
Di dunia ini perlu adanya timbal balik, dan Ronald penganut aliran itu. Orang lain segan padanya, maka ia juga menghormati mereka. Jikalau sebaliknya, maka Ronald akan memberikan apa yang sudah mereka tanam.
Alan masuk dengan membawa map cokelat di tangannya. Pria itu berdiri di depan Ronald dan mulai berbicara.
"Ini adalah berkas yang saya kumpulkan untuk mencari tahu dalang dari kematian Tuan Romanov." Alan menyerahkan map itu kepada Ronald. Dia membuka dan membacanya pelan.
"Dimitri?" tanya Ronald dengan alis bertaut. Nama itu begitu asing di telinganya. Bahkan tak ada seliweran nama itu yang ia ingat, apakah dia seorang mafia yang baru menetas?
"Dia sudah lama ingin menggulingkan kekuasaan Tuan Romanov, bisa dibilang kalau Dimitri adalah musuh paling keras kepala yang Tuan Romanov miliki," jelas Alan.
"Kenapa aku tidak mengetahuinya?" tanya Ronald.
"Itu karena Tuan Romanov tidak pernah menganggap penting permusuhan mereka. Organisasi yang Dimitri miliki hanya sebagian kecil dari kekuasaan yang Tuan Romanov pimpin. Karena itulah Dimitri giat menggulingkan kekuasaan Tuan Romanov agar bisa menjadi pemimpin di Monsta Clan."
"Jadi dia adalah orang yang sudah membunuh Romanov dengan cara menukar obatnya sama persis?" tanya Ronald bergumam. Perlahan ia menyeringai. "Ini akan semakin menarik."
Kini bukan Ronald yang berbicara, jiwa pria itu telah tertidur dan digantikan sosok Leo. Leo menatap ke depan lalu berujar tenang. "Siapkan orang-orang, kita akan rapat untuk membasmi Dimitri."
"Baik Tuan."
Ketika Alan sudah pergi, Leo hanya diam menatap ke arah depan dengan tatapan yang mematikan. Ia pergi ke markas, duduk di singgasana yang dulunya milik Romanov. Masih belum ada orang, karena Leo sengaja datang lebih dulu. Menatap ke depan, tepat ke arah dinding bercat gelap membuat mata Leo semakin menajam.
Entah kenapa ia malah teringat dengan wanita asing yang menabraknya waktu di rumah sakit. Bibirnya perlahan tersenyum, wanita itu terlihat kacau dan ada pada fase putus asa. Leo yakin kalau wanita itu tengah diliputi masalah besar, rasa penasaran Leo mulai membumbung tinggi sekarang. Apalagi saat mengetahui wajah wanita itu, walau masih terhalang rambut yang bercampur air mata, tapi Leo tidak menampik kalau wajah itu sangat cantik dan menawan.
Leo tahu ini masuk ke dalam ranah tidak wajar. Bagaimana mungkin ia tidak bisa melupakan wanita asing itu dan malah menyuruh Alan untuk mencari informasi tentangnya. Sungguh menggelikan, pantas saja ada tatapan heran yang Alan tujukan untuknya. Leo memang gila, dan ini baru pertama kali ia melakukan kegilaan ini. Dari dulu, ia sama sekali tidak mau berurusan dengan makhluk berjenis kelamin wanita, baginya mereka hanya wanita murahan yang langsung meneteskan air liur bila di hadapkan dengan setumpuk uang. Leo mulai berpikir, apakah wanita asing itu juga sama?
Beberapa menit kemudian, semua anggota Monsta Clan sudah berkumpul. Ah tidak, sebenarnya itu tidak mencakup seluruh anggota, hanya ada beberapa yang memiliki jabatan penting. Ketika melihat semuanya sudah berkumpul dan duduk di kursi masing-masing, Leo mulai mengutarakan sambutannya. Lalu, dengan tegas ia mulai merencanakan penyerangan untuk Dimitri.
"Jangan lewat di jalur perairan, itu terlalu berisiko. Setelah mendapat informasi tentang pria itu, aku mulai membentuk rencana dan untuk menyerang lewat jalur perairan akan membuat kita kewalahan. Dia memiliki beberapa koneksi dengan beberapa mafia yang bergerak di jalur itu, yang kita butuhkan hanya kebalikan dari kekuatan Dimitri," ujar Leo menatap anak buahnya yang memberi usul untuk melakukan penyerangan melewati jalur perairan.
"Bagaimana kalau kita menyerang mereka melewati jalur udara? Saya sudah menelisiknya, dan mereka sama sekali tidak memiliki koneksi di bidang itu. Kita bisa melewati jalur barat, itu akan memudahkan kita masuk ke dalam wilayahnya. Setelah itu, kita bisa mengirim beberapa orang untuk masuk dan melumpuhkan komplotan Dimitri. Dan soal Dimitri sendiri, apa harus kita melakukannya penyerangan bersama-sama?" Alan mulai angkat bicara.
"Heh, tentu saja aku yang akan membasmi makhluk tidak berguna itu. Rencanamu bisa dipertimbangkan, dan siapkan beberapa anak buah karena kita akan melakukan penyerangan berdasarkan perkataan Alan," putus Leo final.
"Baik Tuan," jawab mereka serentak.