Dina berkata dalam hati "kalau sampai dia masuk mobil itu. Tamat sudah.
Pada saat kejadian itu terjadi, di dalam sebuah mobil hitam di seberang jalan, Renata Sanjaya duduk di kursi belakang mobil dan tersenyum penuh kemenangan saat menyaksikan pemandangan yang indah itu.
Renata berpikir dengan bengis, "Dina Baskoro, hanya jika kamu hilang dari dunia ini, aku akan memiliki kesempatan..."
_ _ _ _ _
Di gedung yang gelap, kantor Teddy Permana terlihat sangat sepi.
Setelah melihat layar komputer untuk waktu yang lama, Teddy Permana merasa matanya sedikit sakit dan kelelahan, mungkin juga karena sudah terlalu banyak hari ini.
Tanpa sadar Teddy berkali-kali menggosok matanya, lalu Teddy Permana berbaring di sandaran kursi dengan santai, dan tidak sengaja melirik tanaman hijau di sebelah komputer.
Teddy tidak tahu sejak kapan tanaman dalam pot ini ditempatkan di mejanya. Mungkinkah Dina Baskoro yang membawanya?
Memikirkan Dina Baskoro, pikiran dan hati Teddy Permana tiba-tiba terasa sesak, sepertinya dia lupa memberinya kunci mobil.
Tidak mudah mencari taksi di tengah malam, dan Dina jelas tidak aman sendirian. Memikirkan hal itu, Teddy Permana segera mengambil kunci mobil dan mengejar Dina.
Di pintu kantor, Dina Baskoro sudah tidak terlihat lagi.
Hanya jalanan yang sepi dan semilir angin malam yang ada di depan Teddy.
Teddy Permana berpikir, sudah lama sekali sejak dia pergi, seharusnya sudah sampai dirumah.
Jadi Teddy memasukkan kunci mobil ke dalam saku dan kembali ke ruangannya untuk lanjut bekerja.
Sampai tiba-tiba terdengar jeritan dari kejauhan, "Ah, lepaskan aku! Tolong! Tolong!"
Teddy Permana lalu berhenti dan mendengarkan baik-baik. Suara jeritan itu mirip dengan suara Dina Baskoro saat marah. Mungkinkah…?
Teddy Permana tiba-tiba panik tapi mencoba tetap tenang.
Ketika Teddy menoleh ke arah suara, Teddy melihat dari kejauhan bahwa Dina Baskoro dengan sangat panik meminta bantuan dan ada beberapa preman yang sedang memaksanya masuk ke dalam sebuah mobil warna hitam.
Segera langsung berteriak, "Berhenti!" Mendengar suara yang familiar, Dina Baskoro menoleh dan benar-benar melihat Teddy Permana.
Untuk sesaat, Dina Baskoro merasa sepertinya masih ada harapan.
Dina tidak bisa menahan kegembiraannya, matanya bersinar saat melihat Teddy dan dia berteriak, "Teddy Permana, tolong! Tolong selamatkan aku!"
Seorang preman itu melihat Teddy Permana berlari dan segera berkata dengan panik, "Bos,kita telah ditemukan."
Seseorang yang dipanggil bos itu memandang Teddy Permana dari kejauhan dan meludah ke tanah, "Bukankah dia sendirian? Kita memiliki begitu banyak orang disini, apakah kita takut untuk melawannya?"
Tapi kemudian bos itu terlihat cemas, dan bicaranya juga semakin cepat "Cepat bawa wanita ini masuk ke dalam mobil!"
"Baik!"
Beberapa preman itu mengangguk dan mulai menarik Dina dengan paksa. Dan Dina Baskoro tiba-tiba merasa tarikan mereka lebih kuat.
Satu demi satu, preman itu mulai menyeretnya masuk ke dalam mobil.
Dina Baskoro panik dalam hatinya, "Tidak! Aku tidak mau masuk ke mobil ini!"
Jadi Dina Baskoro berusaha dengan keras, menundukkan kepalanya lalu menggigit salah satu tangan preman yang memegang bahunya dan kemudian merasakan ada sedikit tetesan darah dalam mulutnya.
"Aaarrgghhh" Salah satu preman itu berteriak kesakitan.
"Sialan!" Preman yang digigit tangannya itu melambaikan tangannya menampar Dina dengan cukup keras.
Dina Baskoro terlempar ke tanah dan berguling beberapa kali.
Setelah itu, Dina meraskan sakit yang menusuk di wajahnya. Dina Baskoro lalu mengangkat tangannya dan menyeka sudut mulutnya, dan melihat darah di lengan bajunya.
Namun, Dina Baskoro tidak peduli sama sekali dengan itu, sebaliknya Dina lalu dengan cepat melihat posisi Teddy Permana saat itu dan berteriak padanya.
��Teddy! Awas!" Ketika Dina berteriak itu semuanya sudah terlambat. Salah seorang preman menarik parang dari pinggangnya dan menusuknya langsung ke arah dada Teddy Permana.
Merasakan ada bahaya mendekat, reflek Teddy Permana sangat menakjubkan, dia melangkah maju dengan cepat untuk meraih tangan preman itu, lalu menekuk lutut dan mengarahkan parang itu ke perut preman itu sendiri.
Gerakan Teddy Permana terlihat sangat terlatihl.
Beberapa preman yang lain tiba-tiba panik dan buru-buru berteriak, "Pergi!" Dalam waktu kurang dari dua detik, beberapa preman yang diluar masuk ke dalam mobil dengan cepat dan mobil itu melesat pergi, meninggalkan debu.
Melihat bahaya akhirnya berlalu, Dina Baskoro merasa tenang dan tiba-tiba merasakan sakit yang hebat di sekujur tubuhnya. Ini adalah pertama kalinya dalam hidupnya dia dipukul dan dilempar seperti itu, Dina Baskoro memegangi seluruh tubuhnya dengan mata tertutup, berbaring lemah di tanah.
Teddy Permana buru-buru mendekat ke arah Dina dan membantunya berdiri, "Apakah kamu terluka?"
Dina Baskoro mengerang kesakitan sambil memegangi wajahnya dan sudut mulutnya masih berlumuran darah. Selain itu, kakinya bengkak dan tangannya memar. Untuk sesaat dia pingsan.
Terlihat ada emosi di mata Teddy Permana dan wajahnya memerah dan terlihat menahan marah. Lalu Teddy Permana mengambil mobilnya dan bersiap akan mengantar Dina ke rumah sakit.
Teddy Permana lalu menggendong Dina Baskoro untuk dibawa kedalam mobil. Dina saat itu juga terbangun dan melihat orang yang menggendongnya adalah Teddy Permana.
Memikirkan apa yang baru saja terjadi, Dina Baskoro merasa ketakutan, jadi dia mengulurkan tangannya untuk memegangi leher Teddy Permana dengan erat, matanya merah, dan menangis pelan di pelukannya.
"Teddy Permana, aku sangat takut, jika aku dibawa pergi oleh orang-orang jahat itu, aku tidak akan pernah melihatmu lagi." Pada saat kritis seperti itu, Dina masih memikirkan tentang Teddy, membuat Teddy Permana merasa sedikit terharu.
Jadi Teddy lalu mengulurkan tangannya dan menepuk punggung Dina dan berkata dengan lembut, "Jangan takut, aku di sini, aku tidak akan membiarkan siapa pun mengganggumu lagi."
"Hmm.." Dina Baskoro mengangguk dengan lemah.
Kemudian, Teddy Permana membawa Dina masuk ke dalam mobil dan pergi ke rumah sakit.
Setelah tiba di rumah sakit, dokter datang untuk memeriksa luka Dina Baskoro dan berkata dengan tenang, "Untungnya, lukanya tidak terlalu parah. Cukup gunakan sedikit obat dan perban." Kata dokter dan Teddy Permana menghela nafas lega mendengar itu.
"Terima kasih, dokter." Dina Baskoro mejawab dengan lemah.
Dokter melihat wajah Dina saat itu, bibirnya berlumuran darah dan bengkak, dan dokter itu menghela nafas pelan.
"Sayang sekali wajah secantik itu bisa bengkak seperti ini. Setelah kamu pulang kerumah ingatlah untuk menggunakan lebih banyak kompres es ke wajahmu, agar bengkaknya bisa cepat berkurang." Dokter itu memberitahu Dina.
"Terima kasih Dokter," kata Teddy Permana ringan.
Kemudian, Teddy meminta resep dokter untuk mengobati Dina Baskoro dirumah, lalu Teddy Permana pergi ke luar koridor dan menelepon asistennya, Rahmi.
"Pak Teddy ada apa larut malam begini? Apa ada masalah?"
Teddy Permana memikirkan tentang preman tadi dan dengan tenang berkata, "Aku ingin kamu menyelidiki sesuatu."
Kemudian Teddy Permana berkonsentrasi untuk mengingat plat nomor mobil hitam itu,lalu memberitahunya ke Rahmi.
Teddy Permana lalu mengingatkan Rahmi dengan sungguh-sungguh, "Pastikan untuk menemukan mobil ini secepatnya dan orang-orang yang di dalamnya! Setelah kamu menemukannya, laporkan kepadaku secepat mungkin."
Rahmi menjawab dengan tegas, "Baik Pak!" Setelah menutup telepon, Rahmi tidak tidur dan segera mulai menyelidiki masalah ini.
Nada Teddy Permana barusan sangat serius. Pasti ada sesuatu yang penting dan Rahmi tidak berani mengabaikan perintah itu.