Chereads / All I Ask / Chapter 11 - 11# Pikirkan Pendidikanmu

Chapter 11 - 11# Pikirkan Pendidikanmu

Hujan gerimis kembali turun sore ini. Menghantarkan hawa dingin yang menusuk tulang. Sejak beberap hari lalu hujan tak henti mengguyur bumi. Menimbulkan bekas becek dan lusuh di beberapa tempat dengan suhu yang terus saja turun.

Frada mengeratkan jeketnya. Berusaha membetengi dari angin dan udara dingin. Dirinya baru saja pulih sepenuhnya dan ini membuatnya ingin sekali melihat hujan di luar. Memandangi air yang menguncur dari genteng. Juga tak luput bunga-bunga yang layu karena tak kunjung mendapatkan cahaya sinar mentari.

"Rada, kamu kenapa tidak di dalam saja? Kamu baru pulih lho. Nanti sakit lagi."

Bunda datang dengan memebawa teh hangat. Mulutnya memang memerintahkan untuk beristirahat di dalam namun tubuhnya malah bergerak memberikan the itu pada Frada. Seakan mendukung Frada tuk tetap di sana.

Frada melebarkan senyum seraya menyambut gelas yang diulurkan bunda. "Rada nggak apa-apa, Bund. Pengen lihat hujan masak harus di dalam rumah?" ia menyeruput teh yang diberikan bunda. Hm, hangat ….

Bunda memandangi Frada. Ikut duduk bersebelahan. "Frada, kamu sudah cukup sehat sekarang. Apa kamu tidak ingin kembali ke keluargamu? Atau, apakah kamu tidak ingin menceritakan masalahmu ke Bunda?"

Gerakan Frada berhenti. Mendadak tubuhnya membeku. Keluarga? Apakah Frada punya? Tidak. Seumur hidupnya Frada tak pernah memiliki orang yang benar-benar menjadi keluarganya. Orang-orang di kediaman itu hanya bisa menghardiknya tanpa henti. Bik Mira dan Pak Ruslan yang baik padanya bahkan sudah meninggalkannya. Lantas apakah Frada ingin kembali ke sana? Jelas tidak.

Frada menoleh, "Rada belum ingin kembali, Bun. Tidak, Rada tidak punya orang yang bernama keluarga."

"Apa maksudmu, Rada? Yumna bilang—"

"Yumna bilang apa, Bund?" Frada memotong cepat. Sedikit mendesak dengan tatapan curiga. Apa yang dikatakan Yumna pada Bunda hingga beliau bertanya dirinya ingin kembali atau tidak. "Apakah Yumna mengatakan yang aneh-aneh? Seperti Rada kabur atau nakal? Iya, Frada memang kebur. Rada kabur dari ayah Rada yang menyuruh Rada keluar negeri. Tapi Rada sama sekali nggak nakal, Bund."

Terlalu panic dan cemas. Frada tanpa sadar menceritakan apa yang sebenarnya kepada bunda. Padahal ia sama sekali tak ada keinginan untuk menceritakan apapun ke siapapun termasuk bunda, Afandi maupun Yumna.

Namun siapa sangka, orang yang baru dikenalnya dua minggu ini bisa memengaruhi otak dan perasaannya begitu cepat. Penerimaan dan ketulusan mereka menggoyahkan hati Frada.

"Ayahmu kenapa menuyuruhmu ke luar negeri?"

Karena ia anak haram. Karena ia adalah sebuah aib yang perlu disingkirkan. Frada menggeleng. Mana mungkin ia menjawab seperti itu? Jika bunda tahu ia adalah anak haram, pasti Frada akan segera diusir dan dibuang. Tidak, ia belum siap untuk itu.

"ka—karena Rada …," menggeleng, "Rada tidak bisa menjawab, Bund. Maaf." Frada meletakkan gelas dan segera berdiri lalu pergi dari hadapan bunda. Meninggalkan sejuta pertanyaan bagi bunda.

Sebenarnya apa yang dialami anak itu? wajahnya pucat pasi. Dan ia nampak ketakutan. Bunda ingin menghiburnya. Namun sekali lagi, Frada terlalu menutup rapat dirinya. Mengembuskan napas panjang. Apa yang harus dilakukannya? Sekarang dia bahkan tak tahu bagaimana cara untuk membantu gadis itu. jangankan membantu, pokok masalahnya saja tak diketahui.

***

"Bunda!"

"Yumna, telinga Bunda belum tuli!"

Yumna cengengesan menanggapi ocehan bunda. Tangannya merangkul pundak bunda dengan manja. "Iya, maafin Yumna, Bund. Soalnya Yumna kangen sama Bunda. Kangen banget, banget!"

Bunda hanya menggeleng. Kadang Yumna memang seabsrud itu. Namun bunda sudah kebal menghadapi gadis tomboy itu. terlebih Yumna sudah tidak ke sana lebih dari satu minggu. Ini adalah rekor terbaru. Biasanya Frada pasti akan ke sana setiap hari. Bahkan sampai menginap.

"Bagaimana UTS kamu?"

"Lancar dong, siapa dulu … Yumna!"

Bunda hanya manggut-manggut menanggapi kesombongan Yumna. tapi tunggu dulu, "Yumna, apakah UTS itu biasanya dilaksanakan serentak di setiap sekolah?"

Yumna mengernyit. Ada sorot kebingungan yang tepancar dari sinar matanya. "Tidak juga sih, Bund. Tergantung lembaga sekolahnya. Kalau sekolah Yumna 'kan swasta. Jadi biasanya lebih cepat atau lambat dari sekolah negeri."

"Begitu ya?"

"Kenapa sih, Bund? Kok tumben bertanya masalah begituan? Kak Fandhi mau sekolah lagi? kan udah jadi mahasiswa. Mau lulus lagi."

Bunda mencubit lengan Yumna ringan. "Bukan, kalau kamu udah UTS sekarang berarti kemungkinan sekolah lain juga sedang atau mau melaksanakannya kan?"

"Ya, seperti yang Yumna jelasin tadi, Bund. Kenapa sih emang?"

"Frada kan seumuran denganmu. Pasti dia juga perlu melaksanakan UTS. Sedangkan dua minggu ini dia juga di rumah terus memulihkan diri. Kok Bunda baru kepikiran ya?"

Yuna mengangguk. Benar juga. Apa yang akan terjadi dengan Frada jika anak itu tak mengikuti Tes Tengah Semester? Kemungkinan dia bisa tinggal kelas. Yumna bergidik. Jangan sampai. Mana mungkin temannya ada yang tinggal kelas. Tidak! Yumna harus bertindak.

"Rada sekolah di mana, Bund? Kalau Yumna tahu sekolahnya, Yumna bisa bantu ngomong sama gurunya supaya mau memberikan keringanan kepada Rada."

Bunda menggeleng, "Bunda juga tidak tahu."

"Aku sudah nggak sekolah"

Kalimat itu datang dari ambang pintu. Yumna dan bunda serempak menoleh pada gadis itu. Frada Aurelia. Anak itu hanya berdiri canggung di sana. Tampilan gadis itu masih sama. Kurus dan sedikit pucat.

"Rada sudah keluar dari sekolah Rada yang sebelumnya. Sekarang Rada nggak sekolah. Makanya kalian jangan khawatir."

Bunda tersenyum. Menepuk tempat duduk di sebelah kirinya. "Rada, duduk sini. Kenapa kamu hanya berdiri di sana?"

Frada melangkah kikuk. Kepalanya menunduk dalam. Entah mengapa ia merasa malu kepada Yumna dan bunda. Apakah karena ia sudah tak sekolah? Ataukah lebih dari sekedar itu?

"Apakah kamu masih ingin sekolah?" tanya bunda ketika Frada telah duduk.

Diam. Frada tak tahu harus menjawab apa. Haruskah ia menggeleng? Tapi kenyataannya dirinya masih ingin melanjutkan pendidikan. Tidak, ia sudah cukup merepotkan keluarga ini. ia tak mungkin menambah beban mereka. Terlebih data-data Frada di sekolah yang dulu masih di pegang oleh ayahnya. Dan itu bisa membuatnya ketahuan tengah bersembunyi di keluarga ini.

"Tidak, Bund. Rada mau kerja saja. Bantuin Bunda."

"Nak, kamu masih terlalu kecil."

"Nanti Rada pasti tumbuh besar juga, kan?"

"Ya, nggak boleh gitu, Rada. Kamu itu masih membutuhkan pendidikan. Memang ada tempat yang mau memperkerjakanmu? Pasti mereka akan berpikir ulang karena kamu masih di bawah umur," serobot Yumna panjang lebar. Nada marah bahkan sama sekali tak ditututpi.

"Ada, Kok. Pasti ada."

"Iya, ada. Tapi illegal. Yang ada kamu malah jadi budak."

"Yumna, bicaramu jangan keterlaluan!" Bunda menengahi. Jika dilanjutkan yang ada malah perdebatan sengit antar keduanya. Meski baru mengenal Frada, tapi setidaknya dia sudah mulai mengenali karakteristik anak itu.

"Rada, tolong pikirkan kembali mengenai sekolahmu. Kamu tahu 'kan setiap minggunya ada anak yang datang kemari untuk belajar. Lantas bagaimana kamu yang tinggal di sini malah tidak mau mengenyam pendidikan kembali. Bunda mohon, tolong pikir ulang. Mengenai masalah sekolah selanjutnya, Bunda memiliki kenalan banyak untuk memasukkanmu ke sekolah." Bunda tersenyum jumawa. "Rada, tolong buat keputusan yang bijak, ya?"

Frada hanya mengangguk. Dirinya sudah terlalu lelah untuk membantah kembali.