Chereads / Laga Eksekutor / Chapter 7 - 7 - Pergi ke Tempat Pijat

Chapter 7 - 7 - Pergi ke Tempat Pijat

Setelah merokok, Mahesa mandi sebelum bergegas ke kantor. Begitu dia tiba di kantor, Zafran muncul. Dia melihat bekas tamparan di wajah Mahesa, dan berkata sambil tersenyum, "Mahesa, apa kamu baik-baik saja?"

"Pergilah, aku hanya bosan." Mahesa menendang pantat Zafran. Pria ini tiga tahun lebih muda darinya. Zafran juga seorang pria muda berusia awal dua puluhan, tapi dia memiliki mulut yang sok dewasa.

"Aduh, kamu pasti habis ditampar oleh seseorang." Zafran tertawa dan menggosok pantatnya, lalu kabur.

Cabang Jade International tempat Mahesa bekerja sebenarnya adalah tempat di mana bahan baku diolah. Para satpam biasanya relatif nganggur, jadi mereka hanya menjaga ketertiban. Hampir tidak ada yang bisa dilakukan.

Mahesa pikir hari ini wanita itu akan menemui bos perusahaan untuk memecatnya, tetapi masih belum ada berita di sore hari. Itu membuat Mahesa merasa sedikit aneh, tetapi dia memiliki firasat bahwa wanita itu tidak akan meninggalkannya dengan mudah.

Beberapa hari setelahnya masih sama seperti ini. Mahesa pergi bekerja seperti biasa, dari jam 9 sampai jam 5 setiap hari. Wanita itu tidak membuat masalah, jadi Mahesa perlahan-lahan lupa.

"Mahesa, bagaimana kalau aku mengundangmu untuk makan malam hari ini?" Setelah bekerja, Zafran berjalan sambil tersenyum.

Mahesa menatapnya dengan takjub. Anak ini sangat berbeda. Setelah bekerja bersama selama setahun, dia belum pernah melihat Zafran begitu murah hati. Mungkinkah dia telah mendapat rejeki nomplok? Mahesa pun bertanya dengan heran, "Bukankah kamu belum gajian? Dari mana kamu mendapat uang?"

Zafran melihat sekeliling dan memastikan tidak ada orang. Lalu, dia membisikkan sesuatu pada Mahesa, "Mahesa, aku memenangkan hadiahnya. Tebak berapa banyak yang aku menangkan?"

Mahesa tertegun sejenak, lalu tersenyum, "Pasti lebih dari dua juta. Tidak cukup bagiku untuk makan hanya dengan uang dua juta."

"Salah! Kali ini aku membeli lotere seharga 20 ribu, dan aku mendapatkan 200 juta!" Zafran tersenyum puas.

"Apa? Kalau begitu kamu sudah menjadi orang kaya sekarang. Pantas saja kamu begitu murah hati mengajakku makan." Mahesa tertawa.

Zafran sedikit malu, "Mahesa, aku mengirim semua gajiku ke orangtuaku, dan aku tidak punya banyak uang di tanganku. Aku tidak menyangka akan memenangkan lotere. Aku akan memberikan 100 juta pada orangtuaku."

Mahesa juga tahu bahwa Zafran biasanya bermulut besar, tapi sebenarnya dia adalah anak berbakti. Zafran berasal dari desa dan merantau ke Kota Surabaya. Memang benar biasanya dia selalu mengirim sepertiga sampai seperempat gajinya sebulan. Itu karena ada adik perempuannya di desa yang masih bersekolah.

"Baiklah, aku akan menerima undanganmu malam ini, tapi kamu harus membuatku makan dengan baik." Mahesa tersenyum.

"Tidak masalah, ayo pergi." Zafran sangat puas. Setelah berjalan beberapa langkah, dia berhenti dan bertanya, "Mahesa, apakah kamu kenal dengan seorang perempuan? Jika iya, ajaklah dan kita bisa bersenang-senang bersama."

Mahesa menepuk dahi Zafran dengan ringan. "Tidak ada, bodoh. Setahuku kamu adalah pria alim, kenapa tiba-tiba begini? Karena uangmu sudah banyak, hah?"

Ini benar. Mahesa suka dugem untuk mengejar para wanita. Itu karena ada kepuasan tertentu saat melakukannya. Tapi Zafran beda. Dia tidak pernah bermain wanita. Setidaknya itulah yang diketahui oleh Mahesa.

"Ya sudah, ayo kita berdua saja." Zafran sedikit kecewa.

"Jangan berkecil hati, kamu baru berusia dua puluh tahun. Kamu pasti akan bertemu dengan jodohmu di masa depan." Mahesa menghibur.

"Aku adalah pria paling tampan di dunia. Wanita manapun yang bertemu denganku pasti akan sangat bersyukur." Zafran memegangi kepalanya dengan penuh kemenangan. Sedangkan, Mahesa tahu bahwa anak ini mulai membual lagi.

"Oke, kamu pria paling tampan di dunia, tapi itu ketika kamu sudah bisa mendapatkan seorang perawan." Mahesa tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa.

Zafran meliriknya dan berkata dengan marah, "Mahesa, jangan anggap aku seperti itu!"

Keduanya menemukan rumah makan dan minum anggur. Saat itu sudah jam delapan setelah makan malam, dan kemudian Zafran memohon kepada Mahesa untuk membawanya ke tempat pijat. Mahesa pun membawanya ke sebuah tempat pijat bernama Bugar. Begitu mereka masuk, dua pegawai yang tampak cantik menyapa dengan senyuman, "Selamat datang!"

Kemudian seorang wanita berpenampilan elegan datang dan tersenyum pada mereka, "Selamat datang, tuan. Pijatan apa yang kalian inginkan? Ini jenis-jenisnya." Lalu, wanita itu memberikan satu lembar kertas.

Mahesa tersenyum dan mengangguk. Dia mengambil kertas itu dan membukanya. Ada foto gadis di setiap jasa pijat yang ditawarkan. Gadis-gadis itu tampaknya berusia tidak lebih dari 25 tahun dan terlihat cukup cantik.

"Mahesa, Mahesa, ini. Wanita ini cantik." Zafran dengan cepat menunjuk ke seorang gadis di brosur itu.

Mahesa tidak sabar untuk memarahi Zafran. Anak ini terlalu heboh. Pemilik tempat pijat itu memandang Zafran dan berkata sambil tersenyum, "Tuan, kami memiliki gadis-gadis yang cantik di sini. Orang-orang di sini semuanya sedang menganggur. Anda dapat memilih apa pun yang Anda inginkan."

"Tidak apa-apa. Aku mau ini." Zafran masih menunjuk ke pemijat yang dia suka sebelumnya.

Mahesa melirik, bagaimanapun, dia tidak tertarik dengan wanita di sini. Dia hanya ingin pijat. Akhirnya, Mahesa menunjuk ke satu jenis pijat ala Thailand, "Ini dia. Aku ingin ini."

"Baiklah, saya akan mengantar kalian berdua." Kemudian pemilik tempat itu membawa Mahesa dan Zafran ke sebuah ruangan kecil.

Ketika pemilik itu pergi, Zafran berlari ke kamar Mahesa. Dia merasa khawatir, "Mahesa, aku sangat gugup."

"Hei, kenapa kamu sangat gugup? Ini hanya pijat." Mahesa menatap Zafran dengan heran.

"Oh, kupikir bisa jadi itu lebih dari sekadar pijat," Zafran tersenyum malu.

"Pergilah. Berhati-hatilah, jangan lakukan itu jika orangnya tidak mau. Jika tidak, dia akan menuduhmu melakukan pelecehan seksual." Mahesa buru-buru menyuruh Zafran pergi. Tak lama kemudian, seorang gadis datang. Mahesa menunggu pijatannya.

Gadis yang datang ke sini lumayan. Dia memiliki teknik memijat yang memadai. Pijatannya cukup kuat hingga Mahesa bisa tertidur pulas. Namun, gadis pijat itu tidak pergi setelah selesai memijat Mahesa. Mahesa terkejut. Apakah dia menunggunya untuk memberi tip? Apakah ini tempat hiburan kelas atas? Mahesa tidak cukup bodoh untuk memberikan tip.

Namun, Mahesa terkejut dengan kata-kata gadis pijat itu, "Tuan, apakah Anda memerlukan layanan khusus?"

Layanan khusus? Bagaimana mungkin Mahesa tidak tahu apa itu layanan khusus?

"Oh, nona, tidak perlu, aku tidak tertarik dengan ini." Bukan karena Mahesa tidak tertarik, tapi dia tidak pernah memiliki kebiasaan mencari seorang wanita di tempat pijat. Dia suka bermain one-night stand, tapi menyerang wanita di tempat pijat bukan kebiasannya.

"Tuan, ini tidak mahal. Set lengkap hanya lima ratus ribu." Tukang pijat itu masih enggan menyerah. Dia dengan sengaja membungkuk, sehingga dadanya yang menjulang itu menarik perhatian Mahesa.

Para pegawai wanita di tempat pijat ini melakukan segalanya. Mereka bahkan bertanggung jawab merayu para tamu. Itu membuat Mahesa ingin tertawa. "Benar-benar tidak perlu."

"Tuan, tolong pikirkan lagi. Keterampilan saya sangat bagus." Wanita itu memperlihatkan lekuk tubuhnya beberapa kali. Dia tidak percaya bahwa tidak ada kucing yang tidak makan ikan. Tamu mana yang tidak ingin menikmati layanan spesial?

"Aku tidak bi-" Sebelum Mahesa bisa menyelesaikan kata-katanya, pintu ruang pijat itu terbuka. Beberapa orang berseragam bergegas masuk dari luar dan berteriak, "Jangan bergerak!"

Mahesa terkejut, dan kemudian menelan sedikit air liurnya. Dia baru saja datang ke sini hari ini dan tempat ini digrebek oleh polisi!

"Pak polisi, Anda salah paham. Saya baru saja datang untuk pijat," kata Mahesa sedih.

"Berhenti bicara yang tidak masuk akal, keluar dari sini." Salah seorang polisi berkata dengan serius.

Saat ini, ada orang lain yang masuk dari luar. Dia juga seorang polisi. Dia adalah seorang wanita yang kecantikannya menakjubkan. Melihat Mahesa buru-buru berpakaian, matanya menunjukkan tatapan jijik, "Menjijikkan!"

"Apakah kamu sudah selesai memeriksa semua tempat?" tanya pemimpin polisi itu.

"Sudah."

"Baiklah, bawa semua gadis ini, pemilik panti pijat, dan orang-orang menjijikkan ini padaku." Polisi cantik itu berkata dengan ekspresi heroik.

Saat baru saja berpakaian, Mahesa tercengang. Dia mengejar polisi cantik itu tanpa berpikir. Dia juga meraih tangannya yang indah, "Bu, Anda salah paham, saya tidak melakukan apa-apa selain memijat."

"Lepaskan tangan kotormu, menjijikkan." Polisi cantik itu mengguncang Mahesa, dan kemudian berkata dengan sungguh-sungguh, "Juga, tolong panggil aku polisi."

"Ya, ya, bu polisi, saya benar-benar tidak melakukan apa pun." Mahesa menunduk sambil memelas.

"Apakah itu penting? Kami akan menyelidiki. Sekarang tolong jangan menghalangi polisi." Setelah berbicara, polisi cantik itu berjalan keluar dari ruang pijat.

Mahesa akhirnya tahu apa artinya menangis tanpa air mata. Ketika dia keluar, dia melihat Zafran juga berdiri di sana. Semburat merah di wajahnya belum hilang. Anak ini mungkin sedang melakukan seks tadi.

"Mahesa?" Zafran berkata dengan malu-malu.

"Oke, jangan katakan itu, ini benar-benar nasib buruk." Mahesa melambaikan tangannya. Dia tiba-tiba berhenti, dan menatap Zafran dengan serius. Zafran mengangguk dengan malu-malu. Mahesa tidak bisa berkata-kata. Zafran seharusnya memilih orang yang layak jika dia menginginkan seks. Dia tidak bisa melakukanya kepada tukang pijat.