Chereads / Pengawal Nona CEO yang Paling Setia / Chapter 32 - Menyimpan Rahasia Masa Lalu

Chapter 32 - Menyimpan Rahasia Masa Lalu

Farina bisa melihat hubungan keduanya sebagai sepasang kekasih, tapi dia masih tidak yakin.

"Siapa dia?" Setelah sekian lama, Lana juga melihat Farina di kejauhan, lalu melepaskan Erza.

"Saya Wakil Kapten Tim Polisi Kriminal. Nama saya Farina." Sebelum Erza dapat berbicara, Farina berjalan ke arah mereka.

"Erza, kamu harus segera ke kantor polisi." Farina melihat kedua mayat di tanah.

"Aku tahu. Lana, kamu kembali ke kantor dulu. Farina, dia tidak perlu pergi, 'kan?" tanya Erza.

"Erza, aku akan menemanimu." Entah mengapa, pada saat ini, Lana tiba-tiba tidak ingin berpisah dari Erza.

"Dengarkan aku. Ayahmu masih menunggumu di sana. Aku akan kembali, tidak akan terjadi apa-apa." Erza mengelus rambut Lana.

"Setelah pertemuan itu, aku akan menemuimu," kata Lana. Erza mengangguk. Kemudian, semua orang pergi dari sana. Farina menelepon Tim Polisi Kriminal untuk menjelaskan situasinya di sini, dan kemudian mengendarai mobil Erza dan mengantarnya menuju Tim Polisi Kriminal.

____

"Kami sangat ingin bekerja sama dengan perusahaan Anda. Saya harap Anda dapat menandatangani kontrak ini. Isinya sesuai dengan yang Anda inginkan." Seorang warga negara AS menyerahkan dokumen tersebut kepada Pak Tama, ayah Lana.

Semua orang di ruang rapat memandang Pak Tama. Pak Tama tidak menjawab karena masih gugup, tetapi ketika menerima telepon dari Erza, dia tersenyum. Dia berbincang sejenak dengan Erza sebelum menutup teleponnya.

Kini semua orang masih menunggu jawaban Pak Tama. Mereka tidak berharap Pak Tama akan diam saja seperti itu, dan membingungkan orang-orang di ruang rapat.

"Pak Tama, kita sekarang berbicara tentang kerja sama. Saya harap Anda dapat menganggapnya serius. Jika tidak, saya yakin Anda sangat paham tentang konsekuensinya." Orang Amerika itu sangat tidak bahagia.

"Aku tidak akan bekerja sama dengan perusahaanmu. Dengan sedikit uang ini, aku akan membeli perusahaanmu, bodoh." Kata-kata Pak Tama membuat semua orang tercengang karena pada awalnya sikap Pak Tama masih sangat baik. Bagaimana bisa tiba-tiba berubah saat ini?

"Pak, apakah Anda yakin tidak akan menandatangani kontrak ini? Kalau begitu, jangan salahkan saya." Saat berbicara, wajah pria Amerika itu juga tampak percaya diri.

"Panggil satpam dan usir orang-orang ini. Jika kamu tidak bisa mengusir mereka, aku yang akan pergi." Setelah berbicara, Pak Tama langsung keluar dari kantor.

"Brengsek!" Setelah melihat Pak Tama keluar, orang-orang Amerika itu semakin marah. Kemudian, salah satu dari mereka mengambil ponsel dan menelepon seseorang, tetapi tidak ada jawaban. Saat ini, dia merasa ada yang tidak beres.

"Sekelompok orang Amerika itu ingin menculik putriku dan mengancamku agar bekerja sama dengan perusahaan mereka. Untung aku punya menantu sekarang." Melihat orang Amerika bergegas keluar dari kantornya, Pak Tama juga sangat bangga.

Di sisi lain, Farina merasa sangat bingung dengan perasaannya, jadi dia tidak berbicara dengan Erza.

"Masalah hari ini, kamu harus memberiku penjelasan." Ketika memasuki tim polisi kriminal, Farina membawa Erza langsung ke ruang interogasi.

"Hei, bukankah itu pacar Farina? Kenapa dibawa ke ruang interogasi?" tanya seorang polisi penasaran.

"Mungkinkah Farina punya hobi menginterogasi pacarnya sendiri?" tanya yang lain.

Saat tiba di ruang interogasi, Farina berteriak keras, "Jika kamu tidak ingin mati, pergilah dari sini." Ketika Farina berteriak, gedung Tim Polisi Kriminal sedikit bergetar. Para petugas polisi di dalamnya langsung menghilang tanpa bekas dalam sekejap.

"Katakanlah, siapa kamu? Ke mana kamu pergi selama sepuluh tahun belakangan, huh?" Setelah menutup pintu, Farina juga melihat langsung ke arah Erza.

"Tidak bisakah kita membahasnya nanti?" Erza pusing.

"Tidak, kamu harus memberiku penjelasan. Hari ini kamu membunuh lima orang sekaligus. Lima orang!" Farina sedikit gila.

"Bukankah mereka memang harus dibunuh? Kalau tidak, mereka akan membunuh Lana atau mungkin membunuhku dan dirimu!" Erza juga berdiri dan berteriak keras. Farina sedikit terkejut.

"Lalu mengapa kamu tidak memiliki ekspresi apa pun ketika kamu membunuh seseorang? Ini menunjukkan bahwa kamu pernah membunuh seseorang sebelumnya." Farina berteriak lagi.

"Lalu?" Kalimat Erza berikutnya membuat Farina seperti jatuh ke jurang maut.

"Apa yang kamu lakukan sebelumnya?" tanya Farina tidak percaya.

"Jika kamu ingin menangkapku, tangkap saja aku langsung." Erza duduk dan tidak berbicara lagi.

"Erza, kamu bajingan." Melihat Erza seperti ini, Farina sedikit marah.

"Farina, aku hanya ingin melindungimu. Aku juga ingin melindungi Lana. Aku tidak memikirkan hal lain. Orang-orang itu adalah pembunuh." Di akhir kalimatnya, Erza juga tidak berdaya. Hari ini dia seharusnya tidak mengajak Farina ke sana.

"Tapi, kamu juga membunuh seseorang," elak Farina.

"Aku tidak membunuh dengan sengaja," jawab Erza.

"Aku tidak peduli." Farina hampir meledak sekarang.

"Kalau begitu tangkap aku. Katakan saja pada para polisi di luar bahwa aku membunuh kelima orang itu." Erza langsung mengulurkan tangannya. Kali ini, Farina terpana lagi. Dia benar-benar ingin melakukan ini, tetapi tidak bisa karena Erza memang menyelamatkan dirinya hari ini, terutama ketika dia melihat lengan Erza masih berdarah. Peluru di dalamnya belum diambil.

"Kamu tidak bisa memberitahuku tentang apa yang telah kamu lakukan dalam sepuluh tahun terakhir?" Farina bekerja keras untuk menenangkan dirinya.

"Farina, kamu akan menangkapku, atau kamu akan melepaskan aku?" Erza juga sedikit tidak sabar saat ini.

"Erza, kamu pikir aku bersedia melepaskanmu?" tanya Farina.

"Lalu kenapa kamu tidak segera memborgolku?" Erza sedikit kesal. Namun, sebelum Erza selesai berbicara, Farina sebenarnya mulai menangis. Melihat hal tersebut, Erza benar-benar kaget.

"Farina, kamu adalah wakil kapten dari tim polisi kriminal. Jika ada yang tahu kamu menangis, itu tidak akan baik." Erza tidak tahu harus berbuat apa untuk sementara waktu, jadi dia hanya bisa menghibur Farina dengan lembut.

"Aku tidak menangis, biarkan saja." Farina berbalik langsung, dan tangisannya menjadi lebih kencang.

"Ya, selama kamu tidak menangis, aku akan menjanjikan satu hal padamu, oke?" ucap Erza.

"Benarkah?" tanya Farina

"Aku tidak menyangka kamu akan berhenti menangis secepat ini." Melihat Farina menyeka air matanya, Erza merasa seperti dia telah dibodohi.

"Apakah yang baru saja kamu katakan itu benar?" tanya Farina memastikan.

"Ya, benar," jawab Erza cuek.

"Lalu apa yang terjadi dalam sepuluh tahun ini?" tanya Farina. Erza ingin menampar dirinya sendiri. Erza merasa lebih baik tadi dia membiarkan Farina terus menangis.

"Aku tidak akan memberitahumu tentang itu." Sejauh ini, Erza tidak bisa memberitahu siapa pun tentang peristiwa sepuluh tahun terakhir.

"Erza, apakah benar-benar sulit untuk mengatakannya?" Farina memohon.

"Farina, aku hanya bisa mengatakan bahwa aku tidak melakukan kejahatan dalam sepuluh tahun terakhir. Setidaknya sejauh ini, hanya itu yang bisa aku katakan kepadamu." Erza menarik napas kuat, menatap langsung ke arah Farina, dan berkata dengan serius.

"Aku percaya padamu. Ttu artinya kamu bisa memberitahuku nanti?" Farina beringsut ke arah Erza.

"Baiklah." Erza merasa jika dia menyetujui Farina, maka masalah ini akan selesai. Jika tidak, masalah ini pasti tidak akan ada habisnya.

"Kapan kamu akan memberitahuku tentang itu?" tanya Farina mendesak Erza benar-benar ingin membenturkan diri tembok. Dia tidak sanggup lagi menghadapi Farina.

"Itu tergantung situasinya," jawab Erza setelah berpikir sejenak.

"Oke, kamu bisa pergi sekarang." Farina tahu bahwa dia tidak bisa bertanya apa-apa lagi.

"Lalu bagaimana dengan kejadian tadi?" Pada saat ini, Erza juga bertanya. Dia khawatir jika Farina akan mengatakan pada polisi bahwa dirinya telah membunuh lima orang sekaligus. Tentu saja dia akan dicap sebagai pembunuh. Hal itu tidak hanya merugikan bagi dirinya sendiri, tapi juga Lana.

"Apa lagi? Aku akan bilang bahwa aku, sang wakil kapten tim kriminal yang cerdas dan pemberani, telah membunuh lima penculik." Farina berkata dengan penuh kemenangan. Farina tidak ingin Erza ditangkap, apalagi Erza menyelamatkan dirinya hari ini.

"Terima kasih." Erza diam-diam menghela nafas lega.

"Apa hubungan kamu dan Lana?" Farina bertanya lagi kali ini.

"Dia istriku," jawab Erza singkat.

"Oh." Ketika dia mendengar bahwa Lana adalah istri Erza, Farina terkejut sesaat, tapi dia segera bereaksi. Nadanya penuh dengan kekecewaan. Entah kenapa, Farina merasa tidak nyaman.

"Haruskah aku membawamu ke rumah sakit dulu?" tanya Farina.

"Tidak, aku bisa mengatasinya sendiri," jawab Erza.

"Baiklah, aku tidak akan mengantarmu ke sana." Nada Farina jauh lebih dingin dari sebelumnya. Erza mengangguk dan langsung keluar dari kantor polisi.