Chereads / Selir Hatimu / Chapter 2 - Pewaris

Chapter 2 - Pewaris

Malam harinya, Sina sudah selesai mandi dan melakukan perawatan kecil pada wajahnya. Memang, Sina bukanlah gadis yang cantik namun tidak cukup buruk sampai dikatakan jelek. Simpelnya, Sina selalu menganggap dirinya biasa-biasa saja karena faktanya ia tidak bisa bersaing dengan mereka yang ada di luar sana.

Melemparkan handuk mandinya entah kemana ia lalu berjalan ke arah balkon kamarnya, berdiri dengan lurus menatap langit yang sudah menampilkan sinar rembulan yang redup juga menenangkan. Di sekeliling bulan ada beberapa bintang yang dengan cemburu mendekati pesonanya. Mungkin bintang-bintang itu tidak mau kalah saing dengan rembulan sehingga mereka dengan berani mendekati sang rembulan untuk mengatakan kepada manusia yang ada di bumi bahwa mereka juga bisa lebih menarik dari rembulan.

Ah, pemikiran apa ini pikir Sina merasa lucu.

"Mengapa mereka harus perduli dengan pendapat manusia? Ini sangat tidak wajar." Gumamnya terkekeh.

Menghirup udara malam yang segar dan menyejukkan, pandangan Sina tiba-tiba beralih menatap mobil mewah yang masuk ke halaman rumahnya. Mobil mewah ini cukup tidak asing untuknya, apalagi dua penumpang glamor yang turun dari mobil tersebut. Mereka, pasangan suami-istri dengan gaya modern yang angkuh dan mahal. Tatapan mereka yang dingin juga tidak tersentuh menatap acuh para pengawal yang selalu membuntuti mereka kemanapun.

"Non Sina, Tuan Randi dan Nyonya Faras ingin bertemu dengan Nona." Suara lembut Mbok Yem masuk ke pendengaran Sina.

Sina menurunkan tangannya dari pembatas balkon, menganggukkan kepalanya ringan Sina lalu berjalan masuk ke dalam kamarnya. Ia meraih sisir rambut dan mulai menyisiri rambut basahnya yang berantakan. Rambut hitam pekat Sina memang tidak terlalu panjang juga tidak terlalu pendek akan tetapi tetap saja menghabiskan banyak waktu untuk menyisirnya.

Ah, mungkin sebenarnya Sina melakukannya dengan sengaja untuk menyeret waktu lebih lama lagi. Pikirnya ia masih belum siap bertatap muka dengan kedua orang yang telah menelantarkan hidupnya. Sina juga tidak mengerti mengapa kedua orang ini tiba-tiba pulang tanpa pemberitahuan, apalagi ini bukan akhir tahun sehingga agak mengherankan melihat kepulangan mereka yang tiba-tiba.

"Mbok bisa membantu Non Sina menyisirnya." Mbok Yem bergegas mendekati Sina, ingin mengambil alih sisir itu dari tangan majikan kecilnya namun secepat kilat Sina hentikan.

"Jangan terburu-buru, Mbok. Biarkan mereka beristirahat selagi menunggu kedatangan Sina." Kata Sina menghentikan.

Gerakan tangan Mbok Yem terhenti, menganggukkan kepalanya ia lalu berjalan ke belakang menjaga jarak dari majikan kecilnya. Sebagai orang yang sudah merawat Sina dari kecil, Mbok jelas mengerti mengapa sang majikan kecil berprilaku aneh seperti ini. Bersikap acuh dan tidak tersentuh, namun kedua matanya menunjukkan sendu yang menyedihkan. Siapapun orang yang melihatnya pasti mengerti jika dibalik sikap acuhnya ini Sina sangat kesepian.

Sudah 15 menit berlalu namun Sina masih tetap menyisir rambut hitamnya yang sudah lama rapi. Pandangan matanya yang kosong menatap lurus wajahnya yang ada di cermin, sampai akhirnya sebuah senyuman tipis terbentuk di wajahnya.

"Aku sudah selesai." Katanya singkat.

Ia kemudian keluar dari kamarnya dan segera turun ke lantai satu dengan langkah ringan yang santai. Satu demi satu tangga ia pijaki sampai akhirnya ia bisa melihat siluet anggun yang sedang duduk angkuh sambil memegang gelas wine ditangan kanannya.

"Malam, Ma." Sapa Sina acuh seraya mendudukkan dirinya di sofa empuk.

Nyonya Faras menganggukkan kepalanya santai, menyesap ringan wine yang ada di dalam gelasnya. Tangannya yang anggun dan ramping kemudian menaruh kembali gelas tersebut di atas meja.

"Kamu masih belum mau kuliah?" Tanya Nyonya Faras tidak ingin berbasa-basi.

"Ya, aku tidak mau kuliah." Jawabnya tanpa ragu.

"Kenapa?" Tanya Nyonya Faras terlihat tidak terganggu dengan keterus terangan putrinya.

"Kuliah hanya membuang-buang waktu ku." Jawab Sina jujur.

"Yakin?" Tanya Nyonya Faras menguji, "Lalu, bagaimana dengan masa depan kamu?"

"Aku punya banyak uang di ATM dari Nenek dan Kakek, aku juga bisa mencari uang dengan menjadi penulis jadi mengapa aku harus repot-repot kuliah jika punya banyak peluang." Jawab Sina percaya diri.

Dulu, ia lebih senang tinggal bersama Kakek dan Neneknya karena sedari kecil kedua orang tuanya sudah menjadi orang yang sibuk diluar negeri. Alhasil, Kakek dan Neneknya menjadi simpati terhadap Sina kecil, mereka lalu memberikan Sina kecil sejumlah aset yang bisa dengan bebas Sina gunakan berbelanja sepuasnya.

Yah, uangnya terlalu banyak dan sangat cocok untuk Sina belanjakan untuk membeli barang merek terkenal di dunia. Akan tetapi sayangnya Sina bukanlah orang yang haus akan uang, ia tidak suka pergi ke mall ataupun keluar negeri sehingga ia cukup bodoh ketika masuk ke tempat seperti itu.

"Ee, lalu bagaimana dengan kekayaan yang aku dan Papa kamu hasilkan? Apakah kamu tidak ingin mewarisinya?" Tanya Nyonya Faras lagi menguji.

Sina tidak tertarik, "Sumbangkan saja semuanya ke panti asuhan atau ke tempat-tempat yang membutuhkan, jika kalian sangat menghargainya dan begitu enggan menyumbangkannya maka carilah orang yang bisa mewarisi kekayaan kalian kecuali aku. Karena seperti yang aku katakan tadi, aku tidak kuliah dan tidak akan pernah pergi kuliah. Jadi, bagaimana bisa aku mengerti tentang bisnis yang kalian lakukan?"

Sina tidak kuliah dan tidak akan pernah bisa kuliah, jadi ia tidak akan bisa mengambil alih bisnis kedua orang tuanya hanya dengan bermodalkan ijazah SMA.

"Hem, saran kamu cukup menarik." Kata Nyonya Faras masih terlihat biasa dan tidak terganggu sama sekali dengan saran konyol putrinya.

"Untuk sumbangan, putriku tidak perlu mengkhawatirkannya karena setiap tahun keluarga kita selalu memberikan beberapa dolar kepada beberapa yayasan yang membutuhkan." Menyesap puas wine yang ada ditangannya, Nyonya Faras bersikap seolah langkah inilah yang ia inginkan.

"Lalu, untuk masalah siapa yang akan mewarisi bisnis yang kami telah bangun dengan kerja keras akan disesuaikan dengan rencana Sina." Lanjutnya tampak puas dan terlihat bahagia.

Melihat sikap Nyonya Faras yang tidak biasa, Sina tiba-tiba merasakan sebuah firasat buruk.

"Tuan muda Dion, apakah kamu tahu siapa pemuda ini?" Tiba-tiba Tuan Randi masuk ke dalam obrolan mereka.

Ia datang dengan satu botol wine kelas atas di tangannya dan wadah kecil berisi es batu ditangan kirinya. Seperti Nyonya Faras, Tuan Randi juga tidak kalah anggun penampilannya. Mulai dari sepatu sampai parfum yang melekat pada tubuhnya adalah milik merek ternama saja. Mereka sudah tidak muda lagi tapi dalam hal penampilan mereka tidak ingin kalah dengan orang-orang muda yang ada di luar sana.

"Tu-Tuan muda Dion?" Gumam Sina mengulangi.

Ekspresi wajahnya terlihat terkejut juga senang karena siapa yang tidak tahu dengan pengusaha muda kaya raya ini?

Berjalan di atas bukit uang di usia muda dengan segudang prestasi, tentu saja Tuan muda Dion tidak asing bagi orang yang berkecimpung di dunia bisnis. Sina memang bukan dari kalangan bisnis akan tetapi ia pernah melihat Tuan muda Dion ketika keluarganya mengadakan pesta.

Saat itu Sina begitu terpesona dengan ketampanan Dion namun ia tidak bisa mendekatinya apalagi sampai menyapa laki-laki tersebut. Selain Sina tidak cantik ia juga tidak percaya diri terhadap potensi yang ia miliki karena gadis-gadis yang mengelilingi Tuan muda Dion saat itu adalah gadis-gadis cantik yang berpenampilan menarik juga kaya akan prestasi mereka.

Mengingat ini entah mengapa Sina menjadi sedih.

"Ada apa dengan Tuan muda Dion?" Tanya Sina masih belum mengerti.

Tuan Randi dan Nyonya Faras saling menatap, berpikir jika putri mereka terlihat bodoh dan konyol di saat yang bersamaan ketika membicarakan laki-laki tak tersentuh ini.

"Ada apa? Haha.." Tawa Nyonya Faras tidak sampai dimatanya.

Sina seakan melihat Nyonya Faras sedang mengejeknya.

"Tuan muda Dion akan mewarisi bisnis kami sesuai dengan apa yang kamu rencanakan tadi."

Bersambung..