Tttttuuuttt! Ttttuuuttt! Tttuuutttt!
Biyah mencoba untuk menghubungi Indri, namun ia tak menjawab teleponnya.
"Udahlah Bi!" Ucap Faiz di sebelahnya, agar Biyah segera mengakhiri kesedihannya itu. Faiz mulai muak dengan sikap Biyah yang terlalu mementingkan perasaan Indri.
"Dia suka sama lu Iz" ucap Biyah mulai terdengar seperti ingin menangis sambil menggenggam erat hpnya.
"Kenapa lu selalu bilang itu?! Gua ga suka sama dia!" Bentak Faiz.
Memang benar, Faiz berpikir bahwa cinta itu mudah. Dia menyukai Biyah dan Biyah menyukainya, cukup itu saja.
Namun tentunya di dalam otak Biyah tidaklah semudah itu. Cinta bukan sekedar dua insan yang saling menyukai. Cinta juga bersifat egois dan harus melukai banyak hati agar ia sempurna. Cinta pun juga harus memiliki banyak rasa didalamnya, tentunya rasa asam dan pahit juga harus ada di dalamnya.
Hal itulah yang membuat Biyah terlalu bersedih jika mengingat apa yang ia lakukan sekarang.
***
Indri termenung menatap hpnya yang terus saja berbunyi karna ada panggilan masuk.
Lu ga mikirin perasaan gua Bi!
Dengan mudahnya lu hancurin perasaan gua kayak gini.
Lu ga tau rasanya di posisi gua!
Sekarang lu nelpon gua, buat apa? Buat nunjukin ke gua kalo lu dah tunangan sama Faiz?!
Jangankan liat lu sama Faiz Bi, gua di kasih undangan dari Faiz aja, gua nangis!
Sumpah lu jahat banget Bi!
Ga nyangka gua, lu kayak gini.
Harusnya lu bilang dari awal kalo lu suka ama Faiz! Kenapa lu simpen selama ini?
Lu cuma bikin bom waktu, dan sekarang lu lempar ke gua bom itu!
Gua sakit, sumpah!
Gua lebih rela Faiz nikah sama orang lain, asal jangan sama elu! Sahabat gua!
Kalo pun ada alasan dari semua ini, kenapa lu ga cerita ke gua?!
Gua cerita semuanya ke elu!
Selama ini lu cuma pura-pura bantuin gua buat dapetin dia!
Gua keliatan kayak orang bodoh yang umbar kelemahan buat saingan gua sendiri.
Kenapa lu tega sama gua Bi!
Harusnya gua ga kenal Faiz, gua ga kenal elu!
Indri terus meratapi pertunangan Faiz dan Biyah. Ia masih tak habis pikir dengan apa yang Biyah lakukan kepadanya. Untuk menangis pun Indri sudah tidak bisa. Air matanya terkuras habis dalam waktu dua hari. Menangis sepanjang hari membuat Indri merasa lelah.
Indri menarik selimutnya dan hendak tidur karna besok ia harus berangkat ke Singapore bersama Faiz.
***
"Semoga kalian bisa sabar menunggu sampai kalian menikah yah?!" Ibu Biyah menepuk pundak Faiz.
Faiz mengangguk, sedangkan Biyah hanya terdiam mendengar ucapan itu dan berjalan masuk ke kamarnya.
Ayah Biyah memberikan isyarat agar Faiz menyusul Biyah.
***
"Besok gua berangkat ke Singapore" ucap Faiz ke arah Biyah yang sedang berpura-pura tidur.
"Indri juga ikut gua" sambungnya. Biyah membuka matanya dan menoleh ke arah Faiz.
"Lu harus jaga dia, demi gua!" Perintah Biyah kepada tunangannya itu.
Faiz tak mengerti, mengapa Biyah begitu peduli akan perasaan Indri yang baru ia kenal beberapa tahun lalu. Sedangkan ia mengabaikan perasaan Faiz yang telah mengenalnya lebih dari 15 tahun.
"Iz! Lu denger ga?!"
Faiz hanya mengangguk kesal.
***
Pagi itu, Faiz dan Indri melakukan check-in bersama. Faiz masih menyesali pilihannya. Harusnya ia tidak menerima tawaran kerja ke Singapore agar ia tidak meninggalkan Biyah.
Faiz dan Indri hanya berdiam diri. Mereka menjadi canggung dengan status mereka masing-masing.
Faiz adalah tunangan sahabatnya, di mata seorang Indri. Sedangkan di mata Faiz, Indri adalah wanita yang ia lukai hatinya dan Indri ialah sahabat tunangannya.
Hingga mereka sampai di Singapore dan mengurus semua hal-hal yang penting untuk kediaman mereka disana selama 5 tahun. Mereka mendapatkan mess untuk mereka diami disana.
"Iz! Gua istirahat dulu, gua capek!" Ucap Indri lesu dan masuk ke kamarnya.
Ia menepikan kopernya, dan berbaring di atas kasurnya. Ia benar-benar merasa lelah. Kepalanya terasa pusing dan nafasnya terasa hangat.
Semua kejadian itu membuat Indri lelah menghadapi dirinya sendiri. Ia tak ingin menangis, tetapi matanya terus ingin mengeluarkan air mata.
Indri merasa kedinginan akan suhu ruangan itu. Ia hendak mematikan AC yang sedang menyala di dalam ruangan tersebut.
Kepala Indri merasa sangat pusing. Saat ia ingin menggapai remot AC yang ada di atas meja.
Bhug!
Indri terjatuh dan kehilangan kesadarannya.
***
Biyah sedikit tenang, karna Faiz dan Indri berada di Singapore bersama. Ia berharap dalam waktu 5 tahun bersama Indri, Faiz bisa membuka hatinya.
Sesungguhnya Biyah pun merasa tak rela melihat mereka bersama. Namun ia harus merelakan perasaanya untuk sahabatnya itu. Ia tau betapa Indri menyukai seorang Faiz. Walau Faiz telah menjadi tunangannya. Ia masih berpikir bahwa, ia masih bisa merubah takdirnya sebelum ia dan Faiz menikah. Biyah akan membuat Faiz menyukai seorang Indri, lalu mereka berdua menikah. Bukan seperti keinginan orang tuanya.
Biyah segera memblokir nomor hp Faiz, agar Faiz tidak bisa menghubunginya lagi. Biyah benar-benar tidak ingin mengganggu adegan romantis antara mereka berdua.
Memang terdengar sedikit gila, seorang wanita merelakan tunangannya untuk sang sahabat.
***
"LO GILA?!" Teriak Nurul, salah satu sahabat Biyah semasa sekolah, yang terdengar dari hp Biyah.
"Yah mau gimana Nur?! Lu tau sendiri kan gua ama Indri udah kayak kuku ama kulit, nempel banget!" Jelas Biyah sembari membereskan kasurnya.
"Tapi ga gitu juga Bi! Ardi tuh udah lama suka ama Indri, Tapi Indrinya suka ama Faiz. Lu mikir deh gimana coba perasaannya Ardi!"
"Tapi Faiz tunangan gua!"
"Anjirr! Sejak kapan?!"
"KEMAREN!"
"Kok ga ngundang sih anjirr?!"
"Gimana mau ngundang, semuanya serba mepet!"
"Jadi gimana? Kapan lu nikah sama dia?"
"Ga waras lu! Jadi gini, gua tunangan sama Faiz itu karna Ayah sama Ibu gua yang minta!"
"Di jodohin gitu maksudnya?"
"Bukan sih, lebih tepatnya ortu gua ngebet punya mantu kayak Faiz"
"Dihh anjir, ga jelas banget ortu lu!"
"Sekarang kan Faiz lagi di Singapore bareng Indri. Mereka disana 5 taun.."
"ANJJIRRR LU! NGAPAIN DI SINGAPORE 5 TAUN? BARENG INDRI PULA!"
Biyah menjauhkan hp bising itu dari telinganya.
"Kan Faiz dapet kontrak di Singapore 5 taun. Nah, Indri ikut ke sono!"
"Oh iya, Indri kan sekretarisnya Faiz ya"
"Iya, nah tadi nomor hp Faiz dah gua blokir, biar dia ga hubungin gua. Jadi dia bisa puas beduaan sama Indri"
"ASTAGA! EMANG GILA LO BI!"
"ITU TUNANGAN LO! TAPI LO BIARIN DIA KE LUAR NEGERI 5 TAUN AMA CEWE LAIN!"
"NOMOR HPNYA LO BLOKIR BIAR DIA GA HUBUNGIN ELU! LU TUH NIAT GA SIH TUNANGAN AMA DIA??!"
Nurul sangat terkejut mendengar curhatan Biyah yang terdengar sangat bodoh dan tidak masuk akal itu.
"Kan ortu gua yang mau tunangan, bukan gua" Biyah melemaskan tubuhnya dan merebahkan diri ke atas kasur.
"Tapi lu suka ga sama Faiz?!"
Biyah terdiam, ia tak mengerti rasa suka seperti apa yang bisa di artian sebagai cinta. Ia tak pernah menyukai Faiz dari pertama ia bertemu seorang Faiz belasan tahun lalu.
"Lu suka kan sama dia?!"
"Ga!"
"Jan boongin diri sendiri Bi! Ga mungkin udah sama-sama dari kecil, lu ga ada rasa ama dia"
"Gua ga ngerti"
"Lu bakal tau rasanya, kalo Faiz dah beneran suka ama Indri. Truss lu jeles liat Indri, baru dah tuh lu nyesel. Truss lu mewek curhat ke gua 'Nur! Gua suka sama Faiz, dia tunangan gua tapi pacaran sama Indri' Tapi semuanya dah telat!" Nurul mengejek Biyah yang masih terlalu bodoh untuk menentukan pilihan untuk kehidupannya itu.
"Emang gua kayak gitu?"
"Gua kenal lu bukan baru sehari Bi! Curhatan lu itu cuma tentang 5 hal"
"Emang iya?"
"Iya, 5 hal. Faiz ngeselin, Faiz aneh, Faiz marah, Faiz kayak babi, dan Indri suka sama Faiz. Sadar ga sih lu?! Semua cerita lu itu tentang dia. Bearti lu suka ama dia!"
"Gua cerita tentang dia, karna yah cuma dia orang yang selalu nongol tiap hari di rumah gua, di luar rumah, di jalan, di resto, di percetakan, di toko, di hp. Dia ada di mana-mana!"
"Hmmm lebih mirip kayak setan yah Faiz. Tapi gua lebih setuju kalo Indri sama Ardi, elu sama dia!"
"Tapi Indri suka sama Faiz"
"Tapi elu suka sama Faiz"
"Kapan gua bilang?!"
"Suka tuh ga harus di bilang Bi! Orang bisa liat sendiri"
"Dihh apaan sih, sok bijak lu!"
"Bukan sok bijak anjir! Lu liat hubungan gua sama Rendi" Rendi adalah kembaran Ardi yang pintar dan menderita gangguan psikologis saat ia tidak belajar semasa sekolah.
Kini Rendi menjadi kekasih Nurul tetapi hubungan mereka tidak mulus dan lurus. Layaknya 2 pengendara motor yang mengelilingi komplek dengan banyak simpang di dalamnya. Mereka selalu berpisah saat menemukan persimpangan, namun berjalan bersama saat menemukan persimpangan yang sama, dan selalu begitu.
"Lu sama Rendi udah berapa kali putus?!"
"Ga keitung anjirr!"
"Lu ga kepikiran buat nyari cowo lain?!"
"Gua coba! Tapi gua nemu dia lagi, dia lagi!"
"Jodoh!"
"Sama kayak elu ama Faiz!"
Biyah terdiam, ia kembali berpikir. Semua ucapan Nurul mungkin benar. Namun ia menepis pikirannya itu, ia tetap ingin membantu Indri untuk mendapatkan Faiz.