Cahaya matahari menyinari ruangan yang terdiri dari sebuah meja kerja beserta kursinya dan rak-rak buku tinggi menempel pada dinding. Jendela yang terbuka membuat angin pertengahan Februari yang masih sejuk menghembus masuk, membelai wajah bergaris tegas yang berekspresi dingin dan memainkan rambut hitamnya yang tersisir rapi dengan sepasang tanduk panjang di kedua sisi kepalanya.
Pemilik wajah itu berdiri di sebelah jendela dengan kaki panjangnya yang terbungkus celana kain hitam. Kedua tangannya terlipat di depan dadanya yang bidang dan kokoh yang juga berbalut jas serta kemeja berwarna hitam. Matanya yang berwarna merah gelap menatap tajam pada pria di hadapannya yang juga menatap tajam padanya.
Pria di hadapannya itu berambut jingga dengan telinga berbulu di atas kepalanya. Loreng hitam memanjang dari garis tengah rambutnya ke arah luar. Di kedua tangannya yang berotot, yang terulur ke arah depan, terdapat sesosok mungil bertanduk kecil yang menatap pria bertanduk itu dengan iris merah yang lebar. Wajahnya yang tembam itu memiliki sedikit bayangan yang mirip dengan pria bertanduk.
"Ini anakmu, Tuan! Tolong berikan pertanggungjawabanmu!" seru pria berambut jingga yang adalah half-beast spesies harimau itu dengan suara yang sangat lantang. Ia lebih seperti mengaum terhadap musuhnya dibandingkan melakukan permohonan.
Sosok kecil yang disodorkan itu, seperti mendukung perkataan pria berambut jingga dengan ber-'da!' ria karena belum bisa berbicara.
Pria bertanduk itu menurunkan pandangan matanya dan langsung bertemu pandang dengan iris merah lebar yang semakin bercahaya. Tidak lama, ia kembali menatap pria harimau itu lalu menoleh ke samping.
"Bawa dia keluar."
"Eh?!"
"Da?!"
Pria harimau dan anaknya itu syok dan membeku di tempat.
Pria berkumis yang tadi membimbing mereka ke sini langsung mengangguk dan menarik si pria harimau.
"Ah!! Jangan tarik aku keluar! Woi! Brengsek! Ini anakmu. Tanggung jawab, muka suram! Aghh … lepaskan! Aku akan memukul si muka suram itu, jadi LEPASKAN!!!" Pria harimau yang tersadar akan ditarik keluar langsung meledak. Dengan penuh kemarahan, ia meronta dari tarikan si pria berkumis.
"Da! Da! Da!" Berusaha membantu orang tuanya, bayi itu terus memukul tangan yang mencengkeram bahu pria harimau yang tentunya tidak memberikan rasa apa pun.
Apa-apaan Paman ini?! Aku tidak bisa lepas! Ia syok karena ia sangat percaya dengan kekuatannya. Namun, seberapa kerasnya ia meronta, jaraknya dengan pria bertanduk itu semakin jauh.
"Huaaaa!!! LEPASSSS!!!"
"Ya, kulepaskan," ujar paman berkumis dengan senyum ramah.
"Eh?"
"Da?"
Dalam sekejap, pria harimau merasakan badannya melayang dan pantatnya mencium lantai keramik teras rumah mewah itu dengan mulus.
BAM!
Pintu besar rumah ditutup dengan keras di depan wajahnya.
"Woi! Buka! BRENGSEK, BUKAAA!!!" Ia berusaha mendobrak pintu itu dengan seluruh kekuatannya tapi entah bahan apa yang menjadi pondasi pintu tersebut. Kekuatannya tidak bisa mengalahkan kekokohan pintu brengsek itu.
Sialan!
Darahnya sudah naik hingga ubun-ubun. Bayi yang ada di tangannya juga memukul-mukul pintu dengan kesal sambil ber-'da'.
Dengan langkah besar-besar dan penuh kekuatan, Ia berjalan menuju halaman rumah mewah itu dan mendongak ke atas. Tepat saat itu, matanya langsung bertemu dengan iris merah gelap yang dingin. Mata yang melihat dari atas seperti merendahkannya membuat ia meledak.
"BRENGSEK! PEMERKOSA! SUDAH MEMBUAT ORANG HAMIL MASIH TIDAK MAU BERTANGGUNG JAWAB! TURUN SINI DAN BIARKAN AKU MENONJOKMU!"
Tentunya tidak akan ada orang bodoh yang turun ke sana jika sudah tahu akan ditonjok. Pria bertanduk mendengus keras. Waktunya sudah termakan oleh orang bodoh.
Mengabaikannya, pria bertanduk berjalan menjauh dari jendela.
"AGHH! WOI! JANGAN KABUR! KALAU KAU SEORANG PRIA, CEPAT TURUN KE SINI, BRENGSEK!"
"Da! Dadada! Da!"
Di dalam ruangan pria bertanduk, si pria kumis sudah kembali dengan alis berkerut. Di bawah, pria harimau dan bayinya masih terus berteriak-teriak di halaman tanpa henti, mengeluarkan segala kata-kata terkutuk membuat si pria kumis mengelus dadanya.
Anak muda jaman sekarang…, pikirnya seraya menghela napas.
"Tuan Luca, apa tidak masalah membiarkannya begitu? Apa aku harus—"
"Tidak perlu menghabiskan energi Paman untuk makhluk barbar yang bodoh. Jika dia capek, dia akan berhenti," sela pria bertanduk, Luca, dengan dingin. Ia sudah duduk di meja kerjanya dan kembali memulai pekerjaannya yang tadi sempat terhenti.
Pria kumis mengangguk dan berdiri diam di samping tuannya.
Tapi ... penipu kali ini benar-benar cerdas, pikirnya dalam hati. Sudah banyak yang berusaha mendekati Luca dengan alasan seperti milik pria harimau itu. Namun, tidak ada yang bayinya semirip Luca seperti yang dibawa si pria harimau. Ia merasa harus memberi penipu itu sedikit penghargaan untuk usaha lebihnya.
Di lorong lantai dua rumah itu, di salah satu jendelanya, dua anak kecil berkulit sawo matang – satunya laki-laki dan yang lainnya perempuan – berwajah sama menonton pria harimau dan bayinya berteriak-teriak dengan senyum lebar. Ekor mereka bergerak ke kanan dan ke kiri dengan ritme yang sama.
"Mama, apa yang dia lakukan? Sepertinya itu menyenangkan," seru yang perempuan sambil tertawa kecil.
Wanita berkulit sawo matang yang dipanggil mama itu mendongak sekilas ke luar jendela dan hanya menggeleng kecil. "Jangan tiru kata-katanya. Itu hanya diucapkan oleh orang bodoh."
"Baik, Mama!" seru keduanya lalu tertawa 'hihihihi' lagi.
Rumah mewah yang selalu hening, hari itu digemparkan oleh pria harimau dengan semua makiannya hingga menjelang sore….
"Hah … hah … hah…."
Pria harimau terduduk di atas rumput dengan napas terengah-engah. Energinya benar-benar habis seluruhnya dan sekarang, tenggorokannya kering kerontang.
Bayinya yang ikut terduduk di atas rumput menepuk-nepuk punggung tangannya. "Dada! Da!" serunya yang tidak bisa dipahami pria harimau itu sehingga hanya diabaikan.
Sial! Dia benar-benar tidak mau turun! Brengsek! Ternyata apa yang dikatakan memang benar. Incubus itu makhluk paling tidak bertanggung jawab, gerutunya dalam hati. Amarahnya masih belum hilang. Bukannya hilang, malah semakin bertambah.
Ia mendongak ke jendela yang sudah tertutup. Cahaya ruangan itu membuat bayangan orang bertanduk yang bergerak terlihat membuat kekesalannya semakin mendalam.
"POKOKNYA AKU TIDAK AKAN PERGI SAMPAI KAU MAU BERTANGGUNG JAWAB!" serunya, mengeluarkan usaha terakhirnya, berharap pria bermuka suram itu mau menemuinya lagi. Namun, setelah menunggu beberapa saat pun, pria itu tidak kunjung terlihat.
Helaan napas segera keluar dari mulut pria harimau. Ia benar-benar telah dihamili oleh pria brengsek. Tangannya yang terkepal erat memukul tanah berumput dengan kuat, menyisakan jejak yang agak dalam.
Tiba-tiba, ia merasakan gigitan yang kuat di payudara kanannya. "Auw!"
Ia sudah mau marah ketika matanya bertemu dengan sepasang mata besar yang berkaca-kaca. "Da!" seru bayi itu lalu menggigit payudaranya lagi sekali.
"Ah, jangan gigit! Aku tahu. Aku tahu. Kau lapar, kan? Aku akan segera memberimu makan jadi jangan gigit!" Pria harimau itu segera menarik kerah kaos yang digunakan bayi itu hingga sosok kecil itu menjauh. Ia kemudian mencari tempat yang sedikit tertutup lalu menggulung kaosnya ke atas.
"Ini," ujarnya seraya mendekatkan wajah bayi itu pada payudara kanannya dan bayi itu dengan bahagia mengisap puting susunya dengan mulut mungil itu.
Melihat perilaku yang imut membuat perasaannya sedikit lebih ringan. Senyum kecil menghiasi wajahnya.
Jika dipikir-pikir, keberadaan bayi ini masih seperti mimpi baginya.
Ia, Asaka Mihai, 18 tahun, half-beast spesies harimau, hidup sejauh ini tanpa memiliki takdir dengan yang namanya percintaan.
Yah .. sekarang juga tidak ada sih…, memikirkan itu membuatnya semakin sedih.
Selama ini ia berpikir akan memiliki hidup seperti half-beast yang lainnya. Mencari pacar, mau itu pria ataupun wanita, lalu menikah dan mendapatkan bayi. Tentunya, bukan ia yang melahirkan melihat badannya yang sangat besar dan tinggi di kalangan half-beast – 189 cm.
Tidak pernah terpikirkan olehnya, hidupnya akan menjadi seperti ini. Punya anak tanpa melalui tahap percintaan biasa dan ia juga yang melahirkannya!
Hah … mengapa jadi seperti ini?