"Kau tidak akan pulang malam ini?"
"Ya! Aku mendapat pekerjaan baru dan aku bisa mulai bekerja malam ini!" seru Mihai. Wajahnya berseri-seri dan senyumnya begitu menyilaukan.
Kontras dengan kebahagiaan itu, papanya, Asaka Ioan, yang berada di balik sambungan telepon berkata dengan sedikit cemas. "Kau sudah mengecek isi pekerjaannya dengan baik? Tidak ada hubungannya dengan perbudakan atau incubus, bukan?"
Mihai tertawa sambil berseru, "Tenang saja, Pa! Ini hanya pekerjaan kasar di sebuah restoran mewah yang berada di kapal. Pemiliknya juga tidak memperbolehkanku ke area restoran jika ada acara dari para incubus."
"Begitu?" Ioan masih terdengar ragu dan cemas.
Mihai langsung meyakinkannya dengan mantap.
Helaan napas kecil terdengar dari balik sambungan. "Baiklah. Tetap berhati-hati, mengerti?"
"Pasti!"
Ioan tetap saja ragu karena putranya yang satu ini selalu bertindak sebelum berpikir. Ia tidak bisa percaya dengan jawaban Mihai tapi putranya juga sudah dewasa jadi ia hanya bisa menutup sambungan sambil meyakinkan diri sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Setelah menelepon, Mihai hendak mengambil alat-alat pembersih ketika seorang pekerja wanita yang juga adalah half-beast meminta bantuannya.
"Boleh bawa dua kantong sampah ini ke ruang pembuangan di bagian belakang kapal? Aku sedang ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan."
Mihai menyanggupinya dan setelah meminta posisi ruang tersebut secara detail, ia segera berlari sambil membawa dua kantong besar – satu di tangan kanan dan satunya lagi di tangan kiri – ingin menyelesaikan tugasnya dengan cepat. Namun, tanpa ia sadari, ketika ia sampai di sebuah persimpangan, ia salah mengambil belokan yang tidak membawanya ke bagian belakang kapal, melainkan ke bagian depan kapal tersebut.
*****
"Selamat datang, Tuan Luca!" salam para penjaga di bawah kapal. Tidak seperti tamu-tamu yang lain, mereka tidak lagi mengecek undangan dan langsung mempersilakan pria itu naik ke atas kapal.
Luca tidak menjawab sapaan mereka dan langsung melangkahkan kaki panjangnya menaiki papan miring. Di belakangnya, seorang pria berkumis mengekorinya sambil menebarkan senyum hangat kepada sekelilingnya.
"Paman, berhentilah tersenyum seperti orang bodoh," tegur Luca ketika mereka sampai di atas kapal. Keningnya mengernyit samar.
Pria berkumis itu, Vasile Mocanu, tidak langsung patuh dan tetap memasang senyumnya. "Ini penting untuk membuat teman, Tuan," balasnya santai.
"Itu hanya akan membuat orang meremehkanmu." Luca mendengus kecil. Ia merapikan rambut hitamnya yang terombang-ambing oleh angin laut dengan satu tangan.
Para wanita yang berada di sekitar sana langsung mengarahkan perhatian mereka pada sosok tampan itu, mengagumi Luca dengan wajah yang sedikit memerah.
Luca mengedarkan pandangannya ke sekitar, mengabaikan pandangan genit para wanita itu, dan berhenti pada sebuah sosok membuatnya sedikit terbelalak.
Melihat perubahan ekspresi yang begitu langka terjadi pada wajah dingin itu, Vasile ikut menoleh pada arah pandang tuannya dengan penuh rasa penasaran. Matanya ikut terbelalak ketika ia menemukan sesosok gadis yang terlihat familiar.
Gadis itu adalah kaum manusia. Sebuah gaun selutut berwarna putih membungkus tubuh rampingnya yang mungil. Rambut hitamnya tergerai dan terbawa lembut oleh angin laut. Wajah bulat itu dihiasi oleh senyum lebar dan sepasang mata bulat yang berbinar. Setiap kali ia berbicara dengan sekelilingnya, semburat merah terlihat jelas pada pipi tembamnya.
Emilia? Jangan bilang … itu reinkarnasinya? Vasile tidak menyangka setelah lebih dari seribu tahun, ia bisa melihat sosok gadis yang sangat mirip dengan pujaan hati sang tuan. Yang berbeda dari gadis itu hanyalah tidak adanya tanduk dan ekor, serta iris matanya tidak lagi merah melainkan coklat terang.
Luca sendiri juga terkejut. Kenangannya bersama Emilia mulai berputar bagaikan itu adalah ingatan dari kemarin hari, sangat jelas. Kakinya tergerak untuk berjalan menuju gadis itu tapi….
Bruk!
Sebuah sosok besar menabraknya cukup keras. Jika Luca tidak kuat, ia sudah akan mundur beberapa langkah.
"Aduh! Kalau jalan, pakai mata dong!"
Alis Luca terangkat heran. Sepanjang ingatannya, ia berdiri diam cukup lama di tempat yang sama dan baru saja berjalan selangkah ketika sosok ini menabraknya dengan kekuatan penuh. Jelas orang yang menabraknyalah yang berjalan tanpa mata.
Hendak menegur orang tersebut, Luca menurunkan pandangannya. Namun, kata-katanya terhenti ketika melihat sepasang telinga berbulu berwarna hitam jingga. Alisnya berkerut dalam dan matanya menajam.
Half-beast yang menabraknya masih terus menggerutu sambil mendongak. Sepasang iris kuning melebar ketika menangkap Luca dan gerutuan itu tersendat di tenggorokan. Warna mulai hilang dari kulit wajahnya yang bergaris tegas.
*****
Mihai berlari keluar dari gedung restoran menuju dek kapal. Ia mengikuti arahan yang telah ia dapatkan dari rekan kerjanya tapi tidak kunjung menemukan tempat pembuangan yang dimaksud.
Di mana tempat itu? pikirnya sambil celingak-celinguk ketika orang-orang berpakaian mewah yang sebagian besarnya memiliki tanduk masuk dalam pandangannya. Jantungnya hampir copot melihat itu.
Sial! Ini di bagian luar! Ia baru menyadari telah salah arah dan segera mengubah arah larinya ketika ada sesuatu yang keras menabraknya dengan kuat.
"Aduh! Kalau jalan, pakai mata dong!" kesalnya tanpa pikir panjang.
Ia panik dan ingin segera pergi dari dek kapal karena manajer restoran ini baru saja memperingatinya untuk tidak ke bagian dek dan restoran karena hari ini adalah pesta yang diselenggarakan oleh petinggi dari kaum incubus. Ia tidak ingin dipecat lagi!
Namun, jiwa premannya bergejolak ketika mendapatkan tabrakan yang begitu kuat. Permintaan maaf pun tidak kunjung terdengar membuat amarahnya mulai naik.
Tanpa pikir panjang, ia mendongak, hendak melihat siapa orang kurang ajar yang telah menabraknya ini. Ia ingin menegur orang itu mengenai sopan santun tapi kata-katanya langsung tersendat di tenggorokan ketika sepasang mata merah yang menyipit tajam tertangkap pandangannya. Keringat dingin membasahi punggung dan jidatnya sementara jantungnya sudah hampir berhenti berdetak.
Pria jangkung yang ada di depannya adalah seorang incubus!
"Kamu dipecat!" Suara atasannya di semua pekerjaannya sebelum ini kembali menggema di dalam benaknya.
Sial! Aku tidak mau mendengar itu lagi!
Bagaikan disiram air dingin, amarahnya padam digantikan dengan wajah pucat dan tubuh yang sedikit mengigil. Demi keselamatan pekerjaannya, Mihai segera melesat pergi dari situ tanpa memberi kesempatan Luca berbicara satu kata pun.
Alis Luca berkerut semakin dalam. Matanya yang mengikuti sosok Mihai menggelap.
Vasile yang melihat kelakuan half-beast itu juga tidak bisa menghentikan dirinya untuk tidak mengernyit. "Betapa kurang ajarnya! Aku mendengar restoran ini memiliki pekerja terbaik tapi sepertinya itu hanyalah rumor belaka."
"Memang tidak ada half-beast yang sopan," ujar Luca dengan suara yang dalam. Ada sesuatu yang menyeramkan dari suara itu membuat Vasile sedikit merinding.
"Tuan … apa kau ingin bertemu dengan pemilik restoran ini?"
Luca mengangguk kecil setelah beberapa saat. "Setelah pesta," pesannya.
"Baik!" Vasile meletakkan tangan kanannya pada dada kiri lalu membungkuk kecil dengan sopan.
Luca masih menatap pada arah di mana Mihai menghilang dengan wajah yang semakin menggelap. Ia tidak menyangka ada tempat yang berani mempekerjakan half-beast pada pesta yang akan ia kunjungi.
Melihat wajah menyeramkan itu, Vasile menarik sarung tangannya untuk mengusap peluh. Apa mereka tidak tahu betapa bencinya Tuan dengan half-beast? Mereka benar-benar cari mati!
Ia bisa melihat masa depan restoran ini yang suram. Mungkin pesta ini akan menjadi penghasilan terbesar terakhir mereka. Memikirkan itu membuat Vasile sedikit menyayangkan restoran di atas kapal yang mewah dengan suasana yang menyenangkan ini.
"Permisi? Apa Tuan sedang kesulitan?"
Pertanyaan dari seorang gadis menarik kembali perhatian Luca.
Seorang gadis yang mirip dengan Emilia itu, entah sejak kapan, telah berada di samping Luca, menatapnya dengan senyum lebar, memperlihatkan lesung pipitnya yang imut.
Wajah gelap Luca kembali cerah dalam sekejap. Alisnya tidak lagi berkerut dan matanya mulai melembut. "Aku tidak sedang dalam kesulitan," jawabnya singkat. Ia sebenarnya ingin mengatakan lebih dari itu tapi tidak ada kalimat lain yang terbentuk di dalam benaknya.
Wajah gadis itu semakin memerah dan ia terlihat salah tingkah. "Ma—maaf, aku kira Tuan tidak terlalu paham seluk beluk restoran ini jadi kebingungan untuk ke mana."
"Kau tahu seluk beluk tempat ini?"
Gadis itu mengangguk kecil. "Restoran ini sangat luas tapi karena aku sudah datang ke sini beberapa kali, aku cukup paham bagian-bagiannya." Gadis ini sepertinya anak orang kaya atau memiliki teman incubus berstatus tinggi, jika tidak, ia tidak mungkin bisa datang ke restoran semahal ini beberapa kali.
Sebuah ide muncul di benak Luca.
"Aku tidak tahu seluk beluk tempat ini. Bisakah kau menemaniku berkeliling?"
Gadis itu berkedip beberapa kali sebelum tersadar bahwa ia sedang diajak. Dengan senyum lebar, ia mengangguk penuh semangat. "Dengan senang hati!"
Senyum hangat menghiasi wajah Vasile yang menonton semuanya. Diam-diam, ia menjauhi tuannya, ingin memberi pria itu waktu pribadi bersama gadis yang hampir 99 persen merupakan reinkarnasi gadis pujaannya itu. Secercah harapan untuk melihat wajah bahagia Luca muncul di dalam dirinya. Ia ingin percaya bahwa apa yang dikatakan 'orang itu' mengacu pada pertemuan ini.