Semester pertama
Pagi ini, gadis berambut pendek itu sedang membereskan barang-barangnya karena ia akan pindah ke kamar baru. Sejujurnya ia sudah sangat nyaman dengan kamar lamanya, walaupun fasilitasnya tak semewah kamar asrama khusus murid The pretty class, tapi ia sangat menyukai kesendiriannya di kamar itu.
Gadis itu sangat menyukai privasinya, dia tak pernah suka jika harus berbagi privasi dengan orang lain. Bahkan, ia adalah satu-satunya murid yang meminta tidur sendiri dan tidak sekamar dengan orang lain. Orang tuanya juga sudah membayar biaya lebih untuk putri semata wayangnya itu.
Hari ini, SMA Arginindra sedang di sibukkan dengan kegiatan MOS yang membuatnya merasa sangat bosan karena harus seharian berada di dalam kamarnya. Gadis itu adalah Danial Faresta Arianza, siswi perempuan jurusan IPS 2 angkatan 27 SMA Arginindra.
Wajahnya cantik, hidungnya mancung, rambutnya hitam sebahu, badannya tinggi, kulitnya mulus, semua yang ada pada dirinya adalah standarisasi kecantikan bagi The pretty class. Tapi Danial bukanlah bagian dari pretty girl.
Danial adalah siswi kelas 11 di tahun ajaran baru ini. Ia adalah sosok murid yang cukup kontroversial di SMA Arginindra. Bagaimana tidak, meski ia memiliki wajah yang begitu cantik tapi ia bukanlah bagian dari The pretty class. Hal tersebut cukup membingungkan semua orang, tapi tidak dengan Danial.
Gadis 16 tahun itu sangat membenci program gila SMA Arginindra ini. Bagaimana bisa sekelompok orang menilai kecantikan seorang perempuan hanya dari fisiknya, itu tidaklah masuk akal bagi dirinya.
Tapi siapa yang bisa mengubah program yang telah berjalan selama 19 tahun ini?. Program ini sudah seperti menjadi bagian dari SMA Arginindra. Tanpa pernah di sadari oleh para pengajar SMA Arginindra, murid-murid perempuan mereka yang tidak tergabung dalam program The pretty class merasa sangat tersisihkan.
Danial sedang duduk di kursi belajarnya yang sudah kosong dengan barang-barangnya. Semua kepemilikannya telah ia masukkan ke dalam kardus untuk berpindah kamar. Sambil mengotak-atik ponselnya, tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar beberapa kali di telinganya.
Tok... Tok.... Tok...
Danial bangkit dari duduknya menuju pintu kamarnya.
"Siapa?" Tanya Danial yang tak mengenal orang tersebut.
"Saya pemilik baru kamar ini kak" balas gadis itu yang terlihat keberatan membawa beberapa barangnya.
"Oh masuk" sahut Danial sambil mengambil kardus yang ada di tangan gadis itu.
"Makasih kak" ucap gadis itu yang menaruh tasnya di atas kasur.
"Ok, ini kuncinya" balas Danial sambil menyerahkan kunci kamarnya lalu membawa kardus barangnya keluar kamar.
Saat Danial akan keluar kamar dengan barang-barangnya, tiba-tiba sosok pria berjas hitam datang ke kamarnya.
"Danial, mohon maaf sekali nak. 10 kamar asrama kelas 11 sedang di renovasi, dan di antaranya ada kamar kamu. Jadi, dengan sangat terpaksa kamu harus tinggal di kamar ini lagi sampai proses renovasi selesai di lakukan" jelas guru lelaki itu yang merupakan guru bimbingan konseling.
"Terus dia?" Sahut Danial sambil menunjuk gadis di belakangnya dengan jempol kanannya.
"Kalian tinggal sekamar untuk sementara waktu" ujar guru tersebut.
"Orang tua saya sudah membayar lebih untuk kamar pribadi saya pak. Anda tau sekali saya tidak bisa di ganggu" balas Danial dengan wajah serius.
"Saya tau Danial, tapi tolonglah mengerti keadaan asrama tua ini. Pihak asrama akan mengembalikan sebagian uang pembayaran orang tuamu" jelas guru tersebut.
"Ok pak, tapi saya minta double bed" ucap Danial sambil meletakkan kardusnya kembali di atas meja.
"Ok" balas guru tersebut lalu pergi meninggalkan kamar Danial.
Gadis yang sedari tadi berdiri di belakang Danial hanya bisa memasang wajah datar karena mendengar perkataan Danial yang tidak bisa di ganggu.
"Apa aku ini parasit, sampai dia bilang aku pengganggu" batin gadis itu.
Danial membereskan kembali barang-barangnya dan menatanya kembali di atas meja. Gadis yang sedari tadi diam, akhirnya angkat bicara karena Danial tidak memberikan ruang untuk gadis itu menata barang-barangnya di sana.
"Kak, saya juga punya barang yang harus di rapikan" ucap gadis itu sambil meletakkan kardusnya di hadapan Danial.
Danial menatapnya sekilas lalu menyingkirkan setengah barang-barangnya dari atas meja untuk memberikan ruang kosong pada barang-barang gadis itu.
"Makasih kak" ucap gadis itu.
Danial menaruh setengah barang-barangnya ke dalam kardus lalu meletakkannya di pojok ruangan. Danial kembali mengeluarkan pakaiannya dari dalam tas dan menaruhnya ke dalam lemari baju. Kali ini sebelum gadis itu memintanya untuk berbagi, Danial telah memberikan ruang kosong untuk pakaian gadis itu.
Setelah selesai beberes ruangan, cleaning servis asrama datang membawakan double bed yang Danial minta. Melihat kasur yang datang lebih kecil dari kasur yang ada di kamar itu sebelumnya, Danial memutuskan untuk tidur di double bed tersebut daripada harus membuat adik kelasnya itu tidur di sana.
"Biar saya aja yang tidur di sana kak, kakak tidur di sini aja" ucap gadis itu sambil memegang bantalnya.
"Danial. Nama gua Danial" sahut Danial sambil memainkan ponselnya di atas kasur.
"Iya kak Danial, biar sa--" ucap gadis itu terpotong.
"Nama kamu siapa?" Sahut Danial sambil menatap gadis itu sekilas.
"Farosha kak" balas gadis itu.
"Biar saya yang tidur sini, kamu kan pemilik kamar ini sekarang. Saya cuma numpang" ucap Danial.
"Tapi kakak kan gak suka di ganggu" ucap gadis yang bernama Farosha itu.
"Kalo kamu bicara lagi, itu akan saya anggap gangguan" balas Danial tanpa melihat wajah Farosha.
Farosha hanya terdiam lalu memeluk bantalnya dengan erat karena melihat sikap Danial yang begitu dingin dan kaku. Gadis itu duduk di kasurnya dan melihat sekeliling kamar barunya itu. Sedangkan Danial turun dari ranjangnya dan mengambil papan tulis mini dari kardus barangnya di pojok ruangan.
Danial menempel kembali papan tulis tersebut di tembok kamarnya. Danial menuliskan kembali kata-kata andalannya "bersiaplah untuk hancur" di papan tulis tersebut.
Farosha yang melihat Danial berdiri dengan serius di depan papan tulis itu, penasaran. Ia melihat apa yang ada di papan tulis tersebut, dan ternyata di papan tulis tersebut terlihat seperti sebuah rencana atau misi yang sudah terangkai rapi dengan judul besar di atasnya "The pretty class is hell".
Farosha hanya mengernyitkan keningnya dan tidak mau menanyakan apapun pada kakak kelasnya yang super cuek itu. Gadis itu tak mengerti maksud dari misi yang di buat oleh Danial, apalagi kata-kata The pretty class tidak pernah ia dengar sebelumnya.