Chereads / The Loneliest CEO / Chapter 3 - Cinta Pertama

Chapter 3 - Cinta Pertama

Hari pertama bekerja seharusnya menjadi hari yang paling bersemangat bagi kebanyakan orang. Tetapi tidak dengan Vita. Ia terlihat murung saat ia tau bahwa CEO di tempat ia bekerja adalah pria yang tidak ia sukai. Tetapi mau bagaimana lagi, ia membutuhkan pekerjaan karena ia sudah tidak punya orang tua. Ia harus membiayai hidupnya sendiri. Bambang mengantarnya ke ruang kerjanya. Ia menjelaskan beberapa dokumen klien nya seperti CV masing – masing dari kandidat yang akan mereka jodohkan. Bambang juga menjelaskan cara menjadi konsultan yang baik.

"Terima kasih atas bimbingannya". Ucap Vita.

"Ucapan Pak Grando jangan diambil hati ya, dia memang sensian,, maklum perjaka tua". Bisik Bambang.

Tanpa sepengetahuan mereka, Grando muncul dihadapan mereka.

"Siapa yang kau sebut perjaka tua, bambang!!"

"Ehhhh ampun gusti ampun..". Bambang kabur.

Vita geleng – geleng kepala. Lalu ia semakin kesal dengan tingkah grando. Apalagi ia melihat Bambang yang begitu takut dengan Grando, bahkan Bambang memanggilnya gusti. Menurut Vita, itu berlebihan. Padahal Bambang memanggilnya Gusti karena Grando adalah seorang Patih kerajaan dimasa lalu.

"Kebagusan amat di panggil gusti, emangnya dia keturunan raja? Gak cocok dia jadi bangsawan". Kata Vita yang sedang kesal.

Di ruangan CEO, Bambang dan Grando sedang berdiskusi. Lalu Grando mengatakan bahwa besok ia akan ambil cuti karena dia harus pergi ke candi tempat ia dimakamkan dulu. Ia ingin mencari kerisnya yang hilang. Karena menurutnya keris itu akan menunjukannya pada tuannya yaitu Prabu Rumbaka. Tetapi ia menugaskan Bambang dan Vita untuk pergi ke Pameran Lukisan untuk membeli lukisan Prabu Rumbaka dan Putri Cendrawati. Ia akan menyimpannya di lobby kantor mereka sebagai symbol cinta sejati.

Jam menunjukan pukul 5 sore. Vita merapihkan meja kerja nya dan bersiap untuk pulang. Bambang menemuinya dan memberitahukan bahwa mereka akan pergi ke pameran besok. Setelah itu Vita pulang ke apartemennya. Sesampainya di apartemen, Alya langsung menyambutnya dan bertanya – tanya bagaimana dengan kesan pertamanya di perusahaan itu. Vita menceritakan bahwa ia tidak menyangka kalau CEO di perusahaan itu adalah si Om ganteng tapi kere.

"Terus, dia udah ganti uang kamu belom?" Tanya Alya.

"Oh iya aku lupa, pokoknya besok aku harus tagih ke dia". Tegas Vita.

Hujan turun rintik – rintik, Grando berdiri di teras rumahnya sambil memegang sebuah cangkir berisi kopi hangat. Ia mengamati hujan yang turun dihadapannya. Suasana sore itu sangat dingin dan menyejukan. Ia mengangkat tangan kirinya untuk menyentuh air hujan yang sedang turun. Ia merasakan hujan yang sama dengan hujan yang ia rasakan di jaman kerajaan jawa saat ia masih menjadi mahapatih, hujan saat pertama kali ia mendirikan biro jodoh di abad ke 14, juga hujan di jaman penjajahan belanda abad ke 18, hingga saat ini. Ia adalah orang yang paling kesepian di dunia ini. Yang ia miliki hanyalah Bambang dan leluhur Bambang yang menjadi sekertarisnya secara turun temurun sejak abad ke 14. Kemudian ia mengingat saat pertama kali ia berjumpa dengan sekertaris pertamanya.

Saat itu ia baru saja di bangkitkan oleh Dewi Bulan. Ia berjalan tergopoh – gopoh meninggalkan candi tempat ia di makamkan. Ia berjalan di pinggir sungai. Lalu ia meminum air di pinggir sungai. Seorang pria remaja tergeletak di pinggir sungai. Rupanya pria itu sedang meregang nyawa akibat di tusuk oleh seseorang. Grando mendekatinya, kemudian ia menolongnya. Grando membawa tubuh pria itu ke bawah pohon lalu ia mengobatinya. Grando membangun sebuah gubuk kecil di pinggir sungai. Beberapa hari kemudian pria itu sadar. Setelah ia menyadari kebaikan Grando yang telah menyelamatkan nyawanya, ia bersumpah bahwa dirinya dan keturunannya akan melayani Grando dengan sepenuh hati. Grando tersadar dari lamunannya, dan hari semakin larut. Lalu ia masuk ke dalam rumahnya. Tidak disangka Dewi Bulan sedang mengamatinya melalui sebuah baskom ajaib miliknya. Dewi Bulan hanya terdiam sambil tersenyum.

Ke esokan harinya, Bambang dan Vita sudah berada di pameran lukisan. Pengunjung yang datang cukup banyak dan banyak diantara mereka yang mengenali Bambang, sehingga Bambang dikerubungi oleh muda – mudi yang ingin menjadi klien nya.

"Kak bambang, aku mau dong dijodohin sama artis korea". Kata seorang gadis.

"Wah itu rada susah". Kata Bambang.

"Duh kalau aku mau di jodohin sama kesang aja deh". Kata gadis lainnya.

"Duh nanti aku di marahin Pak Jokowi". Kata Bambang.

Melihat Bambang yang berada di dalam kerumunan, Vita meninggalkan Bambang bersama muda – mudi itu, lalu ia berjalan sambil melihat – lihat lukisan sendirian. Ia mengamati satu demi satu lukisan yang dipajang hingga akhirnya ia menemukan lukisan yang bertemakan Putri Cendrawati. Saat ia ingin memegang lukisan itu, ada tangan seorang pria yang juga memegang lukisan itu. Vita tidak sengaja memegang tangan pria itu dan kemudian tercengang saat mendapati wajah pria itu yang sangat tampan.

"Eh maaf". Ucap Pria itu.

"Maaf juga gak sengaja". Kata Vita.

Saat mereka sedang saling menatap, tiba – tiba terdengar suara seseorang berjalan mendekat. Mereka berdua menengok ke arah suara itu. Ternyata seorang wanita berjalan dengan pelan sambil mengamati lukisan. Dia adalah Lisa, seorang artis sinetron yang di idolakan oleh Vita.

"Loh, itu kan Lisa, minta poto bareng ah,,". Vita mendatangi Lisa.

Vita mengatakan bahwa dia adalah fans nya Lisa. Pria yang sebelumnya bersama Vita ikut mengamati wajah Lisa yang cantik itu. Tiba – tiba dadanya menjadi sesak. Kemudian Vita mengajak Lisa untuk selfie bersama. Melihat pria itu sedang mengamati mereka, Vita mengajak pria tampan itu untuk ikut selfie bersama mereka. Saat menggambil gambar, Vita menyadari bahwa pria itu sedang memegang dadanya. Vita menanyakan apakah dia baik – baik saja. Kemudian pria itu menjawab bahwa dia baik – baik saja. Setelah selfie bersama, mereka bertiga berkenalan.

"Saya Vita, saya konsultan dari PT Mencari Cinta Sejati".

"Oh ya, aku tau perusahaan itu, itu biro jodoh yang sangat terkenal". Ucap Lisa.

"Kalau saya Agung, saya pengacara. Kebetulan saya mendirikan lawfirm sendiri".

"Wah hebat sekali ya Agung". Puji Vita.

Dari tatapan Agung sepertinya ia berminat dengan Lisa. Hal itu membuat Vita menjadi sebal.

Karena Agung dan Lisa asyik berbicara berdua, Vita pergi meninggalkan mereka. Vita pun menjadi lupa untuk memesan lukisan Prabu Rumbaka dan Putri Cendrawati. Bambang menemuinya dan bertanya apakah ia sudah membeli lukisan itu. Vita mengatakan bahwa ia tidak mengingatnya. Kemudian ia buru – buru menemui panitia dan menanyakan lukisan yang hendak di belinya. Tetapi ternyata lukisan itu sudah dibeli oleh Agung. Vita menjadi lemas mendengarnya. Ia sangat takut akan dimarahi oleh Grando, apalagi Grando tidak menyukainya karena sikap kasar ia sebelumnya.

"Yasudah, nanti kita jelaskan ke Pak Grando bahwa lukisan itu sudah dibeli oleh orang lain". Bambang menenangkan Vita.

"Yah, tapi kalo si bos marah gimana? Mana dia udah sensi sama aku".

"Tenang aja, dia luarnya aja galak, dalam nya penuh kasih sayang". Kata Bambang.

Kemudian Vita menanyakan mengapa Grando tidak ikut bersama mereka.

"Pak Grando lagi pergi ke makamnya". Kata Bambang.

"Hah,, makam?" Tanya Vita sambil melotot karena terkejut.

"Eh,, maksudnya itu candi tempat makam leluhurnya".

Tegas Bambang.

"Ohh,, begitu ya soalnya tadi kamu bilang makamnya dia, aku jadi kaget".

Kata Vita.

Di tempat lain, Grando telah sampai di candi tempat ia dimakamkan. Disana ada beberapa orang yang menaruh sesaji dan dupa. Mereka sedang mendoakan patih Mahawira. Sepertinya Mahawira masih dicintai oleh orang – orang. Bagi para penduduk sekitar, Mahawira adalah patih yang sangat mereka agung – agungkan selama turun temurun. Namun tidak ada satupun diantara mereka yang mengetahui bahwa Grando adalah Mahawira yang mendapatkan kehidupan abadi. Dan tidak ada juga yang mengetahui bahwa ia dibangkitkan kembali setelah kematiannya. Setelah orang – orang telah pergi, Grando menaruh sesaji, kemudian ia memercikan air suci dan memanjatkan doa. Ada seorang anak kecil memperhatikannya dari dekat. Kemudian Grando mengajaknya untuk bicara.

"Apa kamu kesini untuk mendoakan patih Mahawira juga?". Tanya Grando.

"HHmm,, sepertinya aku melihat banyak darah di tangan om". Ucap anak kecil itu.

"Masa sih? Sepertinya tangan aku bersih". Grando sambil melihat dan membolak balik telapak tangannya.

"Om pasti sedang mencari sesuatu yang pernah membuat tangan om terkena percikan darah orang lain kan?". Tanya Anak itu.

Tiba – tiba petir menyambar. Langit menjadi teduh. Grando mengamati anak kecil itu.

"Siapa kau? Apa kau mengenalku?". Tanya Grando.

Namun anak itu tidak menjawabnya, dan tiba – tiba anak itu pingsan. Ternyata anak kecil itu telah di rasuki oleh Dewa Langit.

"Sudah kuduga, itu pasti kau dewa langit".

Kata Grando.

Grando mengantarkan anak itu kepada orang tuanya, lalu ia kembali mencari kerisnya di sekitar candi. Dan akhirnya ia menemukannya. Keris itu memberi banyak kenangan buruk baginya. Namun ia harus membawanya kembali demi menemukan reinkarnasinya Prabu Rumbaka. Setelah mendapatkan keris itu, ia kembali ke rumahnya.

Esoknya, Grando membawa keris itu ke kantornya. Ia mengelap keris yang sudah sangat berdebu itu. Tidak lama kemudian, Bambang dan Vita mengetuk pintu ruang kerja Grando. Mereka meminta izin agar bisa masuk ke ruangan Grando.

"Ya masuk". Ucap Grando.

"Anu Gusti". Kata Bambang.

"Anu apa Bambang?" Tanya Grando.

Vita mengira Bambang memanggil Grando dengan sebutan gusti karena ia sedang membuat kesalahan. Lalu Vita pun mengikuti Bambang yang memanggil Grando dengan sebutan gusti.

"Ini kesalahan hamba gusti, hamba terlalu ceroboh". Ucap Vita.

"Ehhh,,,,". Bambang menengok karena heran dengan gaya bahasa Vita.

"Tumben kau bicara sopan padaku". Ucap Grando.

Vita dan Bambang saling melirik seolah enggan memulai pembicaraan duluan.

"Terus kenapa ini hei? Pada kenapa sih, kok pada minta maaf?" Tanya Grando.

"Anu Gusti, lukisannya tidak berhasil kami beli". Kata Bambang.

"APAAAAAAA?".

Grando berteriak sambil menancapkan keris yang sedang ia pegang ke meja nya sendiri.

Disaat yang bersamaan terdengar suara petir saat Grando menancapkan keris itu. Vita dan Bambang ketakutan. Mereka berdua jonggok sambil menutup kuping. Grando mencabut keris yang ia tusukan ke mejanya, lalu ia meminta Vita untuk mendapatkan lukisan itu bagaimana pun caranya. Karena sedang ketakutan Vita langsung mengiakan perintah Grando. Grando meminta Vita keluar dari ruangannya dan mulai mencari lukisan itu. Vita keluar ruangan CEO dengan tangan yang gemetaran.

Bambang mengamati keris yang ada di tangan Grando. Beberapa waktu lalu Grando pernah menceritakan tentang keris yang ia gunakan untuk membunuh Raja Sunda. Juga membuat Putri Cendrawati menusuk dirinya sendiri.

"Apakah itu keris yang pernah bos ceritakan ke saya?" Tanya Bambang.

"Benar, meski umurnya sudah ratusan tahun keris ini masih tetap sakti". Jawab Grando.

"Wah keren juga ya". Puji Bambang.

"Sini kamu mau nyobain gak?" Tanya Grando

"Gimana caranya bos?"

Tanya Bambang.

"Tusuk aja ke badan kamu". Jawab Grando.

"Aduh malah becanda nih si bos". Bambang langsung keringatan.

Bambang buru – buru keluar ruangan CEO karena ia takut ditusuk. Sementara Vita duduk di kursinya dengan tangan yang masih gemetaran. Teman sebelahnya yang bernama Christian menanyakan apakah dia baik – baik saja, tetapi Vita mengatakan bahwa dia baik – baik saja. Vita memikirkan bagaimana caranya untuk bisa mendapatkan lukisan itu. Dan ia pun mengingat kalau lukisan itu dibeli oleh Agung, pengacara tampan yang ia temui dipameran. Kemudian Vita memiliki ide untuk meminta lukisan itu pada Agung. Ia berniat untuk mencari Agung.

Vita mencari tau alamat law firm milik Agung di Internet. Dan ketemu. Vita langsung menelpon kantor Agung dan meminta untuk bertemu. Awalnya Agung menolak dengan alasan ia sedang banyak kerjaan. Tetapi Vita terus memohon, karena Agung adalah pria yang baik hati akhirnya dia bersedia untuk bertemu dengan Vita. Tetapi ia meminta untuk bertemu di luar kantor saja. Dengan senang hati Vita menyetujuinya.

Waktu itu Agung sedang jenuh dengan pekerjaannya. Ia menuju pantry untuk membuat kopi. Di pantry ada beberapa pegawai wanita nya yang sedang menonton sinetron.

"Apa yang kalian tonton?" Tanya Agung.

"Eh, Pak Agung. Itu pak, sinetronnya Lisa, seru banget". Jawab salah satu pegawainya.

"Waduh, dia emang cantik banget ya, pantesan jadi artis". Kata pegawai yang lainnya.

Agung ikut memperhatikan wajah Lisa yang tampil di TV. Wajah Lisa memang terlihat sangat cantik bak putri raja. "Dia memang sangat cantik". Ucap Agung di dalam hati. Ia terus saja tersenyum mengamati wajah Lisa. Sepertinya ia memang tertarik dengan artis sinetron itu. Tetapi saat ia memperhatikan wajah Lisa lebih dalam ia merasa sesak di dadanya. Entah apa yang terjadi, padahal Agung tidak punya penyakit yang mengganggu pernafasan. Karena begitu sesaknya ia menjatuhkan gelas yang sedang di pegangnya. Para Karyawan langsung kalang kabut. Kemudian Agung di papah 2 orang karyawan dan dibawa ke ruangannya.

Kondisi Agung sudah membaik. Sebelumnya Agung dan Vita berjanji untuk bertemu di sebuah café saat istirahat siang. Namun saat Vita keluar stasiun, hujan turun dengan derasnya. Karena sekarang sudah akhir tahun, hujan memang sering kali turun di negara tropis seperti Indonesia. Vita berlari ke sebuah halte bus dekat stasiun untuk berteduh. Melihat hujan turun begitu derasnya membuat Vita ingin merasakan air hujan yang sedang turun itu. Ia pun mengangkat tangan kanannya untuk menyentuh air hujan itu. Tidak disangka Agung juga sedang berdiri disampingnya dan menyentuh air hujan juga.

"Kadang hujan yang turun membuat kita rindu akan hadirnya seseorang, benar kan?". Agung menoleh ke arah Vita.

"Loh Agung? Kau disini juga". Tanya Vita.

"Ia tadi aku baru turun dari bus". Jawab Agung.

"Loh aku pikir pengacara itu hidupnya mewah, baru tau kalau ada pengacara yang naik bus". Kata Vita.

"Kehidupan pengacara tidak selalu bergelimang harta, kadang aku ingin jadi orang biasa". Ucap Agung.

Setelah hujan mereda, Agung dan Vita berjalan menuju cafe yang sudah mereka bicarakan sebelumnya. Sesampainya di cafe, Agung memesankan minuman hangat untuk mereka berdua, sementara itu Vita langsung saja to the point alasan ia meminta bertemu dengan Agung. Vita memang gadis yang blak – blakan, bahkan ia tidak bisa berbasa – basi terlebih dahulu. Vita meminta Agung untuk memberikan lukisan Prabu Rumbaka dan Putri Cendrawati.

"Plis ya gung plis, bos aku pasti mau kok bayar mahal". Pinta Vita.

"Kan sudah aku bilang, aku mengidolakan kisah mereka, aku tidak bisa memberikannya padamu". Tegas Agung.

"Duh aku bisa mati nih di bunuh si bos". Vita memelas.

Lalu Vita mengatakan bahwa ia akan memberikan apapun yang Agung minta semampunya yang bisa Vita berikan. Tiba – tiba Agung mengingat saat berkenalan, Vita mengatakan bahwa ia bekerja di biro jodoh sebagai konsultan. Kemudian Agung mengatakan bahwa ia bersedia memberikan lukisan itu kepada Vita. Tetapi sebagai gantinya, Vita harus menjadi konsultannya. Vita harus membantunya untuk mendapatkan hati Lisa, si artis sinetron yang lagi naik daun itu.

Sebenarnya Vita merasa kecewa karena gebetannya malah meminta dia untuk menjodohkannya dengan idolanya sendiri. Tetapi demi mendapatkan lukisan itu, dia harus melakukannya. Apalagi saat ini dia statusnya masih karyawan percobaan. Jika dia tidak mendapatkan lukisan itu, pasti Grando akan memecatnya. Akhirnya Vita dan Agung membuat perjanjian. Vita berjanji akan menjadi konsultan cinta untuk Agung. Kemudian ia meminta Agung untuk mengisi formulir registrasi secara online terlebih dahulu. Setelah terdaftar baru ia akan proses pertemuan Agung dengan targetnya yaitu Lisa.

Jam menunjukkan pukul 1 siang, tetapi Vita belum juga menunjukkan batang hidungnya. Hal itu diketahui oleh Grando dan membuatnya semakin geram dengan tingkah Vita yang sembarangan. Ia berdiri di ruangan Vita bersama dengan Bambang.

"Kalau sampai dia belum balik jam 2, kita harus pecat dia". Kata Grando.

"Sabar dong bos, kan kita bisa dengar penjelasannya dulu". Kata Bambang

Jam menunjukan pukul 2 siang, Vita telah sampai di ruangannya dan membawa lukisan Prabu Rumbaka dan Putri Cendrawati. Grando menegurnya karena ia telah pergi tanpa izin di jam kerja. Vita mengatakan alasannya pergi keluar kantor karena hendak mengambil lukisan Prabu Rumbaka dan Putri Cendrawati.

"Tetap saja, kau harusnya izin dulu, jika kau tak suka melihat wajahku kau bisa izin dengan bambang". Tegas Grando.

"Aku merelakan cinta pertamaku demi lukisan ini". Air mata Vita mengembang.

"Apa hubungannya lukisan ini dengan cinta pertama mu?". Tanya Grando.

"Orang yang membeli lukisan ini adalah dia, dia ingin aku menjadi konsultan cintanya dengan wanita lain sebagai gantinya".

Tegas Vita.

Vita meninggalkan ruangan lalu ia menangis di toilet. Ia merasa sial sekali harus bekerja di perusahaan milik Grando. Baru kali ini ia jatuh cinta, tapi ia harus kehilangan gebetannya demi kesepakatannya dengan Agung.

"Sabar,, Semangat!!!" Teriak Vita.

Sementara itu Grando duduk di ruang kerjanya. Ia sedang melamun. Di dalam hatinya ia berkata, "Apa kali ini aku menghancurkan kisah cinta orang lain lagi". Bambang masuk keruangannya, dan membawakannya secangkir kopi. Lalu bambang meletakannya di meja nya.

"Sepertinya kali ini kau keterlaluan". Bisik Bambang.

"Menurutmu apa yang akan dia lakukan untuk membalasku?". Tanya Grando.

"Sudah pasti anda akan menerima surat pengunduran diri". Kata Bambang.

"Wah gawat dong, akhir tahun gini pasti banyak yang cari pasangan buat tahun baruan".

Kata Grando.

"Anda harus minta maaf". Bisik bambang.

Setelah itu Bambang keluar ruangan CEO.

Sore harinya sepulang kerja, Vita jalan ditengah hujan. Ia berjalan dengan pelan sambil menangis. Tiba – tiba hujan itu berhenti membasahi tubuhnya. Bukan karena hujan telah berhenti, tetapi karena ia dipayungi oleh seseorang. Dia adalah CEO PT Mencari Cinta Sejati yaitu Grando. Meskipun kesehariannya Grando selalu kejam pada siapapun. Kali ini ia sangat so sweet sekali. Saat Grando sedang memayungi Vita, seolah waktu telah berhenti sejenak. Vita menatap wajah Grando. Beberapa detik kemudian, waktu pun berjalan kembali dan hujan pun turun dengan deras lagi.