Setelah kejadian beberapa saat lalu, Mike masih saja terdiam dengan raut kakunya. Duduk membungkuk dengan kedua siku tertumpu di paha, lipatan jarinya tak berhenti menyunggar helaian rambut yang terasa begitu lengket. Kepalanya seperti mengepul saat banyaknya suara yang ingin bicara.
Mike bukanlah tipe pria pemikir, ia lebih senang untuk langsung bertindak meski terkadang tak mempedulikan akibat setelahnya. Ia memang pria dengan kebebasan yang tak bisa dikontrol, hidupnya selalu berjalan dengan apa yang dikehendaki.
Namun untuk malam ini seperti berbeda, ia menemukan dirinya dalam sikap lain. Rasa bingung dan sedih saat menatap punggung kecil itu mengabaikan panggilannya. Meski Devan menyertakan alasan, sungguh Mike begitu tak percaya. Ia masihlah terbebani dengan temuan raut yang menatapnya marah dan kecewa.
Entah sejak kapan, Devan sudah menjadi bagian penting dalam hidupnya. Awal bertemu dengan keadaan tegang dan sedikit cekcok diantara mereka, seringkali menjadi alasan Mike untuk memperkuat hubungan dekatnya dengan Devan. Awal pertama kalinya ia bisa merasa begitu ingin melindungi dan mengupayakan yang terbaik untuk bocah asingnya itu. Dan dalam sudut kecil hatinya pun ia sama sekali tak menginginkan jika Devan melihatnya sebagai pria yang buruk, cukup dengan lingkup baik antara dirinya dan Devan, tanpa menyertakan yang lain. Mike ingin mempunyai sosok yang bisa dekat dengannya secara penuh tanpa gangguan dari pihak luar.
"Mike?"
Sebuah suara feminim mengintrupsinya. Tanpa repot-repot bergerak berlebih, Mike hanya melirikkan matanya kearah datangnya wanita dengan balutan baju hitam ketatnya itu.
"Hem! Kalau sudah lebih baik, kau bisa pergi ke tempatmu sendiri, kan?" sahut Mike dengan suara datarnya.
"Aku ingin mengucapkan terimakasih karena kau sudah menolongku dari pria bajingan itu."
Wanita itu pun mendudukkan diri tepat di samping Mike. Pandangan tajam yang diarahkan kepadanya seolah tak menggentarkan wanita itu untuk membalas tatapannya kembali.
Mereka saling terdiam beberapa saat. Dalam ingatan mereka pun memutar kembali kejadian yang begitu membekas di masing-masing ingatan. Mike yang begitu merasa kesal dengan tindakannya yang hanya menatap diam tanpa menjelaskan detail kejadian yang mungkin akan membuat Devan berpikiran macam-macam tentangnya.
Sedangkan wanita itu sibuk mengumpat dengan kebodohan yang telah dilakukan, pria dengan kata-kata manisnya itu berhasil meringkusnya dalam jebakan kejam. Meminum alkohol dengan rakus di ruangan tertutup jelas sekali mengundang bisikan kejahatan yang akan melahap habis dirinya.
Memang ia termasuk wanita bebas dan terbuka soal hubungan seks, namun cara yang digunakan untuk menjeratnya terlalu murahan. Membungkamnya dengan celana dalam miliknya yang dilepaskan paksa, serta membentangkan kedua lengan dan mengikatnya di kedua sudut ranjang. Sorot mata tajam yang mengungkungnya dengan sangat erat, serta seringai layaknya seorang psikopat. Wanita tak berdaya itu bahkan hanya sanggup berteriak tanpa suara dengan linangan air mata yang membanjiri.
Saat rasa putus asa mendominasi dirinya, sosok Mike datang sebagai seorang pahlawan dan menyelamatkannya. Wanita itu masih tidak mengerti bagaimana Mike bisa memasuki ruangan yang dipesan khusus oleh pria bajingan itu. Tapi mengetahui wajah mesum yang menyeringai tajam itu berganti meringis kesakitan saat Mike memukulnya dengan membabi buta, cukup membuat wanita itu terbalaskan.
"Aku menyuruhmu pulang, bukan untuk duduk dan melamun di tempatku. Kau pikir aku manusia yang tidak butuh tidur, apa?!"
"Hhahah... oke, sekali lagi aku berterimakasih padamu. Oh ya, sepertinya kekasih kecilmu itu cemburu melihat kita. Tapi kau tenang saja, aku akan membantumu untuk memberi penjelasan padanya."
Mendengar perkataan wanita disampingnya itu cukup membuat Mike tersentak. Pandangannya yang sempat menatap risih kini berubah mengerutkan dahi dengan raut kebingungan.
"Apa maksudmu?"
"Devan, dia pasti cemburu karena melihatmu membenarkan baju ku yang tersingkap. Dari sudut pandangnya, mungkin saja ia berpikir berlebihan dengan membayangkan kegiatan dewasa?"
Seperti menemukan teori baru, Mike pun menggaruk belakang kepala. Logikanya mengatakan anggapan itu tak mungkin, bagaimana bisa Devan cemburu ke sesama pria sepertinya?
"Apa begitu jelas?"
"Apanya?"
Mike pun meringis kesal, wanita itu seperti berpikir lamban untuk mengetahui maksudnya. Jelas saja yang ditanyakan Mike itu menyangkut sikap cemburu Devan.
"Yang kau maksud Devan cemburu itu, apa begitu jelas?"
Mike balik bertanya dengan suara yang ditekan untuk tak memberi kesan terlalu terlihat kekesalannya.
"Itu jelas terlihat, dia kan kekasihmu!" balas wanita itu singkat. Seperti menikmati obrolan yang mulai seru, wanita itu pun menyandarkan tubuhnya di punggung sofa yang terasa begitu empuk, entahlah mungkin hanya tubuhnya yang terlalu kelelahan. Lagipula pikirannya saat ini sudah mulai mereda dari kejadian beberapa saat lalu. Menyogok mood fujoshi memang semudah itu. Membicarakan pasangan gay dengan segala keromantisannya sudah membuat suasana hatinya senang.
"Bagaimana bisa kau berpikir kalau dia kekasihku? Kau tidak lihat kalau aku dan Devan sesama pria?!"
Mike secara tiba-tiba berbicara lebih semangat dengan naiknya volume suara. Ia begitu penasaran dengan anggapan orang lain terhadap perilakunya kepada Devan.
"Memang kekasih hanya untuk pria dan wanita saja? Aku juga melihat perlakuan kekasih itu di dua pria, yaitu darimu untuk Devan," sahut wanita yang namanya tak pernah masuk diingatan Mike. Pembicaraan ini sepertinya menuju kearah sensitif. Wanita itu sepertinya sedang berfantasi aneh dengan anggapan berlebihannya.
Sebenarnya Mike punya banyak perkumpulan meski itu bukan termasuk teman dekat. Sikapnya juga tergolong baik dengan memberikan banyak perhatian berupa uang yang selalu dipinjamkan untuk mereka yang butuh, meski tanpa ada janji untuk mengembalikan. Itu tak masalah bagi Mike, dia pria kaya meski tanpa kerja. Bukankah sikap Mike terhadap Devan wajar?
"Kau pasti jelas melihat kalau aku adalah pria jantan yang masih bisa tergiur dengan wanita berpakaian terbuka. Kau tak takut jika aku melakukan hal sama atau lebih parah dari pria tadi?"
Mike mendekatkan wajahnya pada wanita itu. Melebarkan kedua lengannya di punggung sofa untuk mengungkung wanita itu ke dalamnya. Mereka saling bertatapan, Mike meneliti satu per satu bagian wajah dengan tatapan menggoda. Wanita itu pun bermaksud membalas, mengangkat kedua lengannya dan mengelus sensual disekitaran leher Mike. Senyuman kecil serta gigitan di bibir wanita itu membuat Mike semakin maju dan menautkan bibir keduanya.
"Eunghh..." lenguh sang wanita. Duduknya semakin merapatkan diri ke dalam dekapan Mike. Mereka sudah saling terbuka dengan lidah yang saling menggoda di dalam. Gigitan-gigitan kecil di bibir atas dan bawahnya itu membuat mereka terlena. Saliva yang sudah tercampur itu pun mengalir di sudut bibir.
"Oh Mike! Ciumanmu sangat panas. Tapi bayangkan jika saat ini Devan ada dihadapanmu dan menatap kita dengan rasa sakit yang terdalam!"
Mendengar itu seketika Mike membuka mata. Wanita dengan tampang menggoda serta elusan di sekitaran lehernya tak mempengaruhi Mike lagi. Kungkungannya perlahan terlepas. Mike menatap kebingungan dengan bayangan Devan menangis dan menatapnya penuh luka. Mike sudah tak jelas, ini seperti nyata dilihatnya beberapa waktu lalu.
"Pikirkan perasaanmu dulu Mike! Kalau begitu aku pergi."
"Oh ya, aku yakin kau melupakan namaku lagi. Gista apartement 234 lantai 23, ketuk pintuku jika kau butuh lebih banyak informasi tentang hubungan sesama jenis, bye!"
Bunyi pintu tertutup meninggalkan Mike dalam kebingungannya sendiri. Sikap apa yang dimilikinya untuk Devan? Bagaimana bisa wanita semenggiurkan itu mampu teralih dengan bayangan Devan yang menatapnya penuh kesakitan?